Az-Zumar: 38 dan Mutiara Faedah yang Terkandung di Dalamnya
1. Firman Allah ﷻ berikut ini
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Dan sungguh kalau engkau bertanya kepada mereka siapakah yang membuat langit dan bumi? Niscaya mereka menjawab Allah”.
Dalam petikan ayat di atas, Allah ﷻ mengabarkan perihal ratifikasi orang-orang musyrik terhadap keesaan Allah dalam rubūbiyyah-Nya sebagai awal kalimat,
قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Katakanlah (hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik) terangkanlah kepadaku perihal apa yang kalian sembah selain Allah!”.
Allah ﷻ menyebutkan terlebih dahulu sesuatu yang disepakati oleh kaum musyrikin, yaitu komitmen bahwa Allah ﷻ sajalah satu-satunya Sang Pencipta langit dan bumi, meskipun kenyataannya mereka masih saja menyembah sesembahan selain-Nya, padahal ancaman dan manfaat tidak berada di tangan sesembahan selain-Nya tersebut!
Oleh alasannya itu, Allah ﷻ mengingkari perbuatan mereka dengan pertanyaan pengingkaran pada kalimat selanjutnya.
2. Firman Allah ﷻ berikut,
قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Katakanlah (hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik) terangkanlah kepadaku perihal apa yang kalian sembah selain Allah”.
Pada asalnya kalimat أَفَرَأَيْتُمْ afara`aitum ‘terangkanlah’ mengandung pertanyaan perihal pandangan atau pikiran seseorang, sehingga artinya asalnya yaitu apakah pandangan kalian, namun ulama menafsirkan dengan perintah untuk mengabarkan atau memberikan pandangan tersebut, sehingga diartikan dengan terangkanlah kepadaku.
Dalam ilmu Uṣūl Tafsīr, ini dinamakan Tafsīr bil-lāzim, yaitu menafsirkan dengan sesuatu yang menjadi makna asalnya, alasannya barangsiapa yang mempunyai pandangan, maka akan mengabarkan atau memberikan pandangannya tersebut.
Dan abjad hamzah dalam ayat ini yaitu hamzah lil`istifhām (untuk bertanya), sedangkan jenis pertanyaan di sini yaitu pertanyaan pengingkaran (Istifhām Inkarī), maksudnya adalah:
apakah pantas kalian mengakui bahwa Allah Esa dalam Rubūbiyyah-Nya, namun kenyataannya, kalian menyembah selain-Nya?
Inilah salah satu metode yang agung dalam Alquran, yaitu berhujjah dengan ratifikasi kaum musyrikin terhadap Tauhid Rubūbiyyah untuk mengingkari kesyirikan mereka dalam Ulūhiyyah.
3. Firman Allah ﷻ,
مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“apa yang kalian sembah selain Allah”.
Kata مَا mā di sini adalah ism mauṣūl dengan makna allażi ‘yang’ menunjukkan makna umum, meliputi seluruh sesembahan selain Allah yang mereka sembah, yaitu sebagian para nabi, rasul dan orang-orang saleh (QS. Al-Mā`idah: 116), malaikat (QS. Saba`: 40-41), kuburan, bintang, matahari, bulan, pohon, batu, patung, berhala, dan seluruh sesembahan selain Allah.
Sedangkan kata تَدْعُونَ tad’ ūna maksudnya yaitu doa problem (berdoa) sekaligus doa ibadah (beribadah selain berdoa), sehingga diartikan kalian sembah, alasannya kata menyembah itu umum cakupannya. Memang demikianlah keadaan orang-orang musyrik, mereka ini melaksanakan kesyirikan dalam ibadah doa, maupun ibadah-ibadah selainnya, ibarat nazar, menyembelih binatang korban, dan sujud.
Dengan demikian dalam ayat ini terdapat dua keumuman, yaitu:
- Keumuman sesembahan selain Allah.
- Keumuman bentuk peribadahan yang ditujukan kepada selain Allah.
Oleh karenanya, di dalam ayat ini terdapat bantahan bagi seluruh macam kesyirikan dalam peribadahan.
4. Firman Allah ﷻ,
إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ
“Jika Allah hendak mendatangkan keburukan kepadaku, apakah sesembahan-sesembahan itu sanggup menghilangkan keburukan itu? atau kalau Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka bisa menahan rahmat-Nya?”.
Pada petikan ayat di atas, terdapat ism nakirah ضُرّ ḍurrun ‘keburukan’ yang meliputi seluruh keburukan. Pada petikan ayat di atas juga terdapat ism nakirah رَحْمَةٌ yang memberikan segala bentuk rahmat Allah, di dunia dan akhirat. Pada ayat di atas juga terdapat kata tanya هَلْ hal ‘apakah’ yang berfungsi untuk memeberi klarifikasi dan aksentuasi apakah benar sesembahan selain Allah bisa mendatangkan kebaikan dan menolak atau menghilangkan bahaya.
[bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id