Hakikat kejayaan dengan ilmu Syar’i
Jika Anda memperhatikan aliran Islam ini dengan baik, maka Anda akan dapatkan bahwa hakikat kejayaan umat Islam ini diraih dengan ilmu syar’i (yang diamalkan tentunya).
Oleh lantaran itu, di antara prinsip ahlus sunnah wal jama’ah yang terpenting yaitu “Meraih kemuliaan dengan ilmu syar’i”. Prinsip inilah yang harus diperhatikan oleh para pencetus dakwah Islam, tokoh-tokoh masyarakat dan para pemimpin negara, bahkan oleh seluruh kaum muslimin.
Betapa banyak kaum muslimin terjebak ke dalam permainan musuh-musuh Islam yang menyerang kaum muslimin dari aneka macam arah. Setiap kali musuh-musuh Islam berbuat makar dalam bidang tertentu, maka perhatian sebagian pencetus dakwah tertuju kepada melawan serangan tersebut dengan gerakan tandingan yang lebih berpengaruh lagi atau minimalnya yang sebanding, tanpa memperhatikan rambu-rambu syari’at.
Ketika mereka menyusun makar dalam bidang ekonomi, dengan mensosialisasikan sistem ekonomi yang bertentangan dengan syari’at, maka sebagian da’i menandinginya dengan move-move ekonomi Syari’ah. Ketika mereka menyerang kaum muslimin dengan serangan teknologi, maka sebagaian kaum muslimin disibukkan menandinginya dengan teknologi yang semisalnya atau lebih tinggi. Ketika mereka nampak mengusai jabatan-jabatan strategis di pemerintahan, maka tampillah partai-partai Islam mengerahkan segala daya upaya untuk merebut jabatan-jabatan ‘strategis’ tersebut!
Memang benar, semua perjuangan melawan serangan-serangan makar musuh-musuh Islam dalam aneka macam bidang asal dilakukan sesuai dengan rambu-rambu Islam, bersikap tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan, tidak pula mengurangi, maka itu yaitu suatu perjuangan yang wajib kita syukuri.
Permasalahannya
Ketika semua langkah-langkah dakwah tersebut di atas kurang diperhatikan, manhajdakwah yang benar tidak diketahui, skala prioritas dakwah tak dipedulikan, serta kaidah pertimbangan maslahat dan mudharat dengan bimbingan ulama salafush shalih tidak dipakai -hakikatnya semua itu bersumber dari sangat kurangnya ilmu wacana mengenal Allah dan agama-Nya- maka ia akan terjebak ke dalam permainan musuh-musuh Islam. Seolah dia berperang menghadapi musuh tanpa taktik yang tepat, bahkan justru tergoda taktik musuh. Hal ini menyerupai mengobati penyakit tanpa mengetahui mana penyakit yang paling ganas dan mana penyakit yang ringan, serta tidak tahu bagaimana penganganan yang tepat.
Syaikh Ramadhani hafizhahullah dalam kitab Sittu Durar min Ushul Ahlil Atsar berkata,
“Prinsip (Ahlus Sunnah) keempat: Meraih kemuliaan dengan ilmu (agama Islam) Bab ini termasuk salah satu prinsip yang terpenting dari enam prinsip Ahlul Atsar karena tujuannya yaitu menjelaskan pokok amal yang selayaknya mendasari seluruh langkah lantaran walaupun sebuah jama’ah (dakwah) mendapat agresi makar musuh yang menakutkan, yang mana kekuatan kekufuran dan kesesatan berusaha keras untuk melancarkan agresi tersebut, kemudian jama’ah dakwah tersebut memandang bahwa kejayaan umat akan kembali kepada mereka dengan sekedar menghadapi agresi musuh dengan agresi yang lebih berpengaruh darinya, sehingga mereka mengerahkan seluruh sarana yang dimilikinya untuk menandingi musuh-musuh Islam, namun, di sisi lain ternyata, mereka teledor dalam memperhatikan ilmu syar’i dengan keteledoran yang mencolok. Padahal hakikat yang sesungguhnya bahwa walaupun mereka (jama’ah dakwah) telah menyusun gerakan dengan rapi, telah membaguskan taktik dan mengintensifkan agresi serta telah berusaha menjaga (umat) dari makar musuh, maka tetap saja tidak akan ditulis bagi mereka kemuliaan dan ketinggian derajat, hingga mendasari amal mereka di atas ilmu syar’i dan mengenal (dengan baik) kedudukan ilmu syar’i dan ahlinya (ulama), Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama Allah) beberapa derajat” (Al-Mujaadilah: 11).
Nasihat Seorang Ulama Rabbani
Seorang mufti besar dunia, Syaikh Bin Baz rahimahullah, ketika berbicara wacana alasannya kelemahan dan kemunduran kaum muslimin menjelaskan wacana pentingnya mendiagnosa akar problem dengan sempurna dan memperlihatkan solusi yang sesuai dengannya, dia berkata:
فإن وصف الداء ثم الدواء من أعظم أسباب الشفاء والعافية
“Sesungguhnya penyebutan penyakit dan obatnya (dengan tepat), hal itu merupakan alasannya kesembuhan dan kesehatan yang terbesar”
Beliau juga mengatakan,
وترجع أسباب الضعف والتأخر وتسليط الأعداء إلى سبب نشأت عنه أسباب كثيرة وعامل واحد نشأت عنه عوامل كثيرة، وهذا السبب الواحد والعامل الواحد هو: الجهل؛ الجهل بالله وبدينه وبالعواقب التي استولت على الأكثرية، فصار العلم قليلاً والجهل غالبا
“Dan sebab-sebab kelemahan dan kemunduran serta berkuasanya musuh (atas kaum muslimin) sebetulnya kembali kepada satu alasannya (saja), yang darinya lahirlah sebab-sebab yang banyak, berawal dari satu faktor pengaruh, kemudian melahirkan faktor-faktor efek lainnya yang banyak. Adapun alasannya dan faktor efek yang satu itu yaitu kebodohan, yaitu tidak mengenal Allah dan agama-Nya dengan baik! Dan jawaban buruknya menimpa dominan (manusia), maka (ketika itu) ilmu (agama Islam) menjadi sedikit dan kebodohan mendominasi”
وعن هذا الجهل نشأت أسباب وعوامل منها حب الدنيا وكراهية الموت، ومنها إضاعة الصلوات واتباع الشهوات، ومنها عدم الإعداد للعدو
“Kebodohan (terhadap Allah dan agama-Nya) inilah, terlahir aneka macam alasannya dan faktor efek yang jelek berupa cinta dunia (yang berlebihan), membenci kematian, menelantarkan shalat dan mengikuti syahwat, tidak mempersiapkan diri menghadapi musuh”
Sampai perkataan beliau,
ونشأ عن ذلك أيضا التفرق والاختلاف وعدم جمع الكلمة وعدم الاتحاد وعدم التعاون. فعن هذه الأسباب الخطيرة وثمراتها وموجباتها حصل ما حصل من الضعف أمام العدو والتأخر في كل شيء إلا ما شاء الله
“Dan juga demikian, terlahirlah dari satu alasannya itu (kebodohan terhadap Allah dan agama-Nya, pent.) perpecahan dan perselisihan, tidak merapatkan barisan, tak bersatu dan tak pula saling tolong-menolong. Dari sebab-sebab yang ancaman inilah, berikut buah pahit dan konsekuensinya, maka terjadilah apa yang terjadi berupa kelemahan dan kemunduran di hadapan musuh Islam dalam seluruh bidang kecuali bidang yang Allah kehendaki (tidak mengalami kelemahan dan kemunduran)”
Selanjutnya Syaikh Bin Baz rahimahullah menyebutkan dalil-dalil wacana kesimpulannya bahwa akar problem kelemahan dan kemunduran umat Islam ini adalah kebodohan terhadap Allah dan agama-Nya, beliau berkata:
ويدل على أن أعظم الأسباب هو الجهل بالله وبدينه وبالحقائق التي يجب التمسك والأخذ بها – هو قول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: ((من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين)) رواه الشيخان البخاري ومسلم في الصحيحين مع آيات في المعنى وأحاديث كلها تدل على خبث الجهل وخبث عواقبه ونهايته
“Dan (dalil) yang memperlihatkan bahwa alasannya terbesar kelemahan dan kemunduran umat Islam yaitu tidak mengenal Allah dan agama-Nya serta hakekat yang wajib dipegang dan diambil, yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih”
(من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Dia akan memahamkan agama ini kepadanya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim), dan juga beberapa Ayat dan hadits yang memperlihatkan kepada makna ini, semua dalil tersebut memperlihatkan buruknya kebodohan dan keburukan jawaban serta kesudahannya.
Jadi, dari beberapa klarifikasi Syaikh Bin Baz rahimahullah di atas, dapat kita pahami alasannya yang terpenting dan asas perbaikan masyarakat yaitu mengenal Allah dan agama-Nya, bukan asal melawan makar musuh dengan tindakan dan perlawanan yang sepadan! lantaran apalah gunanya hal itu semua dilakukan kalau diiringi menelantarkan sesuatu yang terbesar dalam Islam? Yaitu, menelantarkan ma’rifatullah (mengenal Allah), sehingga tidak mengenal hak-hak-Nya dan tidak mentauhidkan-Nya dengan baik.
Oleh lantaran itu Syaikh Bin Baz rahimahullah juga mengatakan,
فإن الله سبحانه وتعالى يقول: {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ}إلخ، ولم يقل وأعدوا لهم مثل قوتهم؛ لأن هذا قد لا يستطاع.
Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
(وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ)
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kau sanggupi (Al-Anfaal:60) dan seterusnya. (Dalam Ayat ini) Allah tidak berfirman, ‘Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang sepadan dengan kekuatan mereka’ lantaran menyerupai itu terkadang sesuatu yang tidak bisa dilakukan.
Asalkan kaum muslimin benar dalam membangun keimanannya dan dalam memperbaiki diri mereka, dimulai dengan memperhatikan kasus yang terpenting kemudian sesudahnya dan sesudahnya, maka walaupun kekuatan fisik mereka tidak sepadan dengan kekuatan fisik musuh-musuh Islam, tetaplah Allah akan menolong mereka, lantaran kekuatan yang terpokok yaitu kekuatan kepercayaan (tauhid) mereka kokoh, tulus hatinya dan langkah mereka dalam memperbaiki diri benar (baca: dakwah mereka sesuai dengan As-Sunnah).
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, kalau kalian menolong (agama) Allah, pasti Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian” (Muhammad:7). Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan Ayat di atas,
هذا أمر منه تعالى للمؤمنين، أن ينصروا الله بالقيام بدينه، والدعوة إليه، وجهاد أعدائه، والقصد بذلك وجه الله، فإنهم إذا فعلوا ذلك، نصرهم الله وثبت أقدامهم
“Ini yaitu perintah dai Allah Ta’ala kepada kaum mukminin biar menolong agama Allah dengan melaksanakan agama-Nya sebaik-baiknya, mengajak insan kepada-Nya (berdakwah), berjihad melawan musuh-musuh-Nya dan mendasari semua itu dengan niat tulus mengharap bisa melihat wajah-Nya (saat berjumpa dengan-Nya, pent.). Jika mereka melaksanakan hal itu, pasti Allah menolong mereka dan meneguhkan kedudukan mereka.”
Demikian pula, dari klarifikasi Syaikh Bin Baz rahimahullah di atas, sanggup disimpulkan bahwa bukanlah yang terpenting dalam menuntaskan problematika umat yaitu asal mengobati penyakit umat setiap kali ditemukan penyakit tersebut tanpa menentukan mana yang perlu diobati terlebih dahulu dan mana yang butuh untuk mendapat perhatian terbesar sebelum yang lainnya.
Yang benar yaitu kasus yang terpenting dan fundamental dalam dakwah kita yaitu apakah tindakan yang kita lakukan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam -khususnya orang yang paling mulia di antara mereka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Atau dengan kata lain, apakah manhaj (metodologi) dakwah kita sama dengan manhaj dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam ?
Jika memang sama, maka tentunya akan menemukan akar problem terbesar yang sama dalam menuntaskan problematika umat di zaman ini, yaitu kebodohan, tidak mengenal Allah dan agama-Nya dengan baik, hal itu berarti bahwa hakikat kejayaan dan kemuliaan umat Islam ini ada pada ilmu agama Islam, sebuah ilmu yang menjadi penuntun setiap langkah umat.
Allah akan menyebabkan jaya dan mulia sebuah umat dan mengangkat derajat mereka kalau mereka akil sehingga benar amal mereka, Allah berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama Allah) beberapa derajat” (Al-Mujaadilah: 11) .
Imam Malik rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,
نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ
“Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki” (Yusuf:76), dia berkata
بالعلم
(Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki) dengan alasannya ilmu (agama Allah)”
Guru dia pun, ‘Allamah Zaid bin Aslam rahimahullah menafsirkannya,
إنه العلم، يرفع الله به من يشاء في الدنيا
“Sesungguhnya (penyebab ditinggikannya derajat seseorang) yaitu ilmu (agama Allah), Allah menninggikan derajat hamba yang Allah kehendaki di dunia”
Jadi, dikarenakan inti permasalahannya ada pada tidak mengenal Allah dan agama-Nya dengan baik, maka pantas kalau kunci dakwah seluruh para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam adalah tauhid. Karena Tauhid merupakan bentuk mengenal Allah dan agama-Nya yang terbesar, ia yaitu sebuah aliran yang teragung dan paling fundamental dalam Islam.
Oleh lantaran itu Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bagaimana kedudukan tauhid dalam dakwah para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam, “Tauhid kunci dakwah para Rasul”.
Nah, bagaimanakah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dalam meyelesaikan aneka macam problem umatnya masing-masing? Ikuti kelanjutannya di artikel berikutnya. (Beginilah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dalam meyelesaikan aneka macam problem umatnya masing-masing).
***
Diolah dari http://www.binbaz.org.sa/node/8274 dan Sittu Durar, Syaikh Ramadhani.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id