Hati Kuat, Andapun Selamat!
1.
Tabi’in yang mulia, Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah menafsirkan qolbun salim dengan perkataan beliau:
القلب السليم : هو القلب الصحيح ، وهو قلب المؤمن; لأن قلب [ الكافر و ] المنافق مريض ، قال الله : { في قلوبهم مرض } [ البقرة : 10 ]
“Qolbun salim adalah hati yang sehat. Hati tersebut ialah hati seorang mukmin, alasannya ialah hati [orang kafir dan] orang munafik ialah hati yang sakit, Allah Ta’ala berfirman:
{فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا}
Hati yang sehat ialah hati yang kuat!
Dari uraian sebelumnya, dikala Anda tahu bahwa orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehatlah yang bisa selamat berjumpa dengan Rabb mereka, maka muncul sebuah pertanyaan : “Bagaimana hati yang sehat itu?”.
Jawabannya: “Hati yang sehat ialah hati yang mempunyai kekuatan hati yang baik!”.
Lantas, “Apakah yang dimaksud dengan kekuatan hati itu?”.
Simaklah uraian sang dokter hati, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah di dalam kitabnya yang indah: Ighatsatul Lahfan berikut ini:
الباب الخامس: فى أن حياة القلب وصحته لا تحصل إلا بأن يكون مدركا للحق مريدا له، مؤثرا له على غيره
“Bab yang kelima: Tentang kehidupan hati dan kesehatannya tidak akan diperoleh kecuali dengan mengenal kebenaran lagi menginginkannya serta memilihnya, mengalahkan selainnya”.
لما كان فى القلب قوتان: قوة العلم والتمييز، وقوة الإرادة والحب. كان كماله وصلاحه باستعمال هاتين القوتين فيما ينفعه، ويعود عليه بصلاحه وسعادته.
Tatkala dalam hati terdapat dua kekuatan hati, yaitu:
- Kekuatan mengetahui dan membedakan [Quwwatul ‘Ilmi wat Tamyiz].
- Kekuatan kehendak dan cinta [Quwwatul Iradah wal Hubb],
maka kesempurnaan dan kebaikan hati itu diperoleh dengan memakai dua kekuatan ini dalam perkara yang bermanfaat bagi hati dan dalam perkara yang kebaikan dan kebahagiaan hati tersebut kembali kepadanya”.
Cara memakai kekuatan hati dan merawatnya
Kemudian sang dokter hati pun menjelaskan lebih lanjut perihal bagaimana memakai dua kekuatan hati itu dengan benar, sehingga terjaga dengan baik?
Inilah klarifikasi ia perihal cara memakai kekuatan hati pertama, yaitu: Kekuatan mengetahui dan membedakan [Quwwatul ‘Ilmi wat Tamyiz],
فكماله باستعمال قوة العلم فى إدراك الحق، ومعرفته، والتمييز بينه وبين الباطل
Kesempurnaan hati diperoleh dengan memakai kekuatan ilmu untuk menemukan dan mengenal kebenaran (dengan baik) serta membedakan antara kebenaran dengan kebatilan (dengan baik).
Adapun perihal cara memakai kekuatan hati kedua:
Kekuatan kehendak dan cinta [Quwwatul Iradah wal Hubb],
وباستعمال قوة الإرادة والمحبة فى طلب الحق ومحبته وإيثاره على الباطل
(Kesempurnaan hati diperoleh) dengan memakai kekuatan kehendak dan cinta dalam mencari kebenaran dan mencintainya serta memilihnya, mengalahkan selainnya.
Akibat jelek bila salah dalam menggunakan kekuatan hati
Lalu beliaupun menjelaskan akhir jelek orang yang tidak memakai dua kekuatan hati dengan benar serta menjelaskan pula akhir baik bagi orang yang sehat hatinya, alasannya ialah memakai kekuatan hatinya dengan benar,
فمن لم يعرف الحق فهو ضال، ومن عرفه وآثر غيره عليه فهو مغضوب عليه. ومن عرفه واتبعه فهو مُنْعَمٌ عليه
- Maka barangsiapa yang tidak mengenal kebenaran3, berarti dia telah sesat,
- barangsiapa yang tahu kebenaran, namun menentukan kebatilan, maka dia menjadi orang yang dimurkai (oleh Allah),
- dan barangsiapa yang mengenal kebenaran dan mengikutinya, maka dia lah orang yang diberi nikmat (oleh Allah).
Perbedaan antara umat Islam, yahudi dan nashara dalam memakai kekuatan hati
Setelah dijelaskan bahwa akhir jelek itu bagi orang yang tidak memakai dua kekuatan hati dengan benar,
dan sebaliknya, akhir baik bagi orang yang sehat hatinya, alasannya ialah memakai kekuatan hatinya dengan benar, maka pantaslah bila Allah memerintahkan kita dikala sholat, untuk senantiasa memohon petunjuk:
- Agar menjadi orang-orang yang mendapat nikmat-Nya, berupa: ilmu perihal agama-Nya dan amal shaleh. Mereka inilah yang menggunakan kekuatan hatinya dengan benar, yaitu: kekuatan ilmu dan kekuatan kehendak yang membuahkan amal sholeh.
- Serta memohon biar dihindarkan dari jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah, alasannya ialah tidak mengamalkan kebenaran yang telah diketahui oleh mereka (al-maghdhub ‘alaihim), menyerupai kaum yahudi yang rusak kekuatan hati mereka, berupa rusaknya kekuatan kehendak dan cinta.
- Serta dihindarkan dari jalan orang-orang yang sesat, alasannya ialah tidak pintar perihal kebenaran (adh-dhaalluun), menyerupai nashara yang rusak kekuatan hati mereka, berupa rusaknya kekuatan ilmu mereka.
Oleh alasannya ialah itulah, Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah pernah berkata:
من فسد من عبادنا ففيه شبه من النصارى، ومن فسد من علمائنا ففيه شبه من اليهود؛ لأن النصارى عبدوا بغير علم، واليهود عرفوا الحق وعدلوا عنه.
Barangsiapa yang rusak diantara hebat ibadah kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan nashara, Barangsiapa yang rusak diantara ulama kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan yahudi, alasannya ialah nashara beribadah tanpa ilmu dan yahudi mengetahui kebenaran, namun berpaling darinya.
Hati kuat, Andapun selamat!
Allah Ta’ala mengkabarkan kepada kita perihal hamba-hamba-Nya yang selamat dari kerugian, dalam salah satu surat Quran yang singkat namun padat makna.
Hamba-hamba-Nya yang selamat di dalam surat itu ialah profile orang-orang yang mempunyai dua kekuatan hati dan bisa memakai keduanya dengan benar!
Mereka ialah tipe orang-orang yang mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, sehingga tepat dirinya dengan ilmu agama Islam dan amal shaleh.
Tidak cukup itu, mereka juga berusaha menyempurnakan orang lain dengan mengajak dan mendakwahi mereka untuk berilmu, berzakat dan bersabar di atas jalan ilmu, amal dan dakwah.
Sobat, mari kita renungkan surat Al-‘Ashr berikut ini,
Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
{وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ}
“Demi masa. Sesungguhnya insan itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan masa -yang itu merupakan waktu untuk beramal, baik amal yang menguntungkan maupun amal yang merugikan- bahwa setiap orang dalam keadaan merugi kecuali :
- Orang yang menyempurnakan kekuatan ilmiahnya dengan beriman kepada Allah dan kekuatan amaliahnya dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Maka ini kesempurnaan dirinya sendiri.
- Kemudian menyempurnakan orang lain dengan nasehat dan perintahnya kepadanya biar orang lain tersebut tepat kekuatan ilmiah dan amaliahnya (seperti dirinya,pent.).
- (Dan nasehatnya) berupa pilar utama itu semua, yaitu: kesabaran.
Jadi, ia menyempurnakan dirinya sendiri dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh dan menyempurnakan orang lain dengan mengajarkan (kedua) hal itu kepadanya.
Serta nasehatnya kepada orang lain tersebut biar bersabar di atas jalan itu”.
Ucapan emas bagi orang yang menyayangi hatinya
Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur:
“Hendaknya (seorang hamba) ketahui bahwa kedua kekuatan (hati) ini, tidak pernah berhenti beraktifitas, bahkan (kemungkinan yang ada) yaitu :
- Jika tidak ia gunakan kekuatan ilmiahnya untuk mengenal kebenaran dan mencarinya, maka ia akan gunakan kekuatan tersebut untuk mengetahui sesuatu yang selaras dan cocok dengan kebatilan.
- Begitu pula, bila tidak ia gunakan kekuatan kehendak amalnya untuk berzakat shaleh, maka ia akan gunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan amal shaleh.
Jadi, (Kesimpulannya) bahwa insan itu, secara tabiat, disifati dengan “Harits” dan “Hammam”, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ta’ala ‘alaihi wa alihi wa sallam,
“أَصْدَقُ الأَسْمَاءِ: حَارِثٌ وَهَمَّامٌ”.
“Nama yang paling jujur ialah Harits dan Hammam” 4.
Harits ialah orang yang (suka) beraktifitas.
Sedangkan Hammam ialah orang yang banyak berkeinginan/selera (“ham”)5.
Karena, bahu-membahu jiwa itu sifatnya dinamis dan gerakan kehendak jiwa itu (hakekatnya) ialah cuilan dari konsekwensi dzatnya6.
Sedangkan kehendak itu mengharuskan bahwa sesuatu yang dikehendaki akan tergambar pada jiwanya dan mempunyai keistimewaan tersendiri berdasarkan jiwanya.
Jadi, bila jiwa (manusia) tidak menggambarkan kebenaran, mencarinya dan menghendakinya,maka akan menggambarkan kebatilan, mencarinya dan menghendakinya. Dan itu pasti!”
***
Disusun dari : Ighatsatul Lahfan min Mashaidisy Syaithan,Ibnul Qoyyim, cuilan kelima
____