Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Hidup ini ialah sebuah perjalanan
Pernahkah kita memikirkan bahwa hidup ini hakekitnya ialah perjalanan? Pernahkah kita merenungkan hidup di dunia ini tidak lain ialah sebuah perjalanan menuju kepada Allah Ta`ala?
Tidakkah Anda mengingat sabda Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa sallam:
كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها
“Setiap hari semua orang melaksanakan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya! Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya!” (Hadits Riwayat Imam Muslim).
Oleh lantaran itu Allah dalam firman-Nya menjelaskan,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
Pada hari dimana harta dan belum dewasa pria tidak berguna,
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (Asy-Syu’araa`: 88-89).
Dan Allah Ta’ala berfirman pula:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Al-Kahfi: 110).
Memang demikianlah hidup ini, yang diharap dan yang dituju ialah Allah Ta’ala, berjumpa dengan-Nya, menghadap kepada-Nya dan melihat wajah-Nya serta untuk meraih ridha-Nya.
Jalan hidup yang benar hanya ada satu
Suatu ketika Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciptakan sebuah garis lurus bagi kami, kemudian bersabda, ‘Ini ialah jalan Allah’, kemudian ia menciptakan garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, kemudian bersabda, ‘Ini ialah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian ia membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini ialah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kau mengikuti jalan-jalan (yang lain), lantaran jalan-jalan itu memecah-belah kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)
Para imam tafsir menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala menggunakan bentuk jamak ketika menyebutkan jalan-jalan yang dihentikan insan mengikutinya, yaitu {السُّبُلَ}, dalam rangka membuktikan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan. Sedangkan pada kata perihal jalan kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala memakai bentuk tunggal dalam ayat tersebut, yaitu {سَبِيلِهِ}. lantaran memang jalan kebenaran itu hanya satu, dan tidak berbilang. (Sittu Duror, hal.52).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dan ini disebabkan, lantaran jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya, Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada seorangpun yang sanggup hingga kepada-Nya, kecuali melalui jalan ini” (Sittu Duror, hal.53).
Mengenal jalan kebenaran yang satu
Jika Anda ingin tahu apa itu jalan kebenaran yang hanya ada satu tersebut? Jawabannya ialah jalan yang pernah ditempuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, itulah satu-satunya jalan yang sanggup mengantarkan seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah menjelaskan bahayanya tidak mengetahui jalan kebenaran ini, ia mengatakan,
الجهل بالطريق و آفاتها و المقصود يوجب التعب الكثير، مع الفائدة القليلة
“Ketidaktahuan terhadap jalan kebenaran ini dan rintangan-rintangannya, serta tidak memahami maksud dan tujuannya, akan menghasilkan kepayahan yang sangat, disamping itu faedah yang didapatkanpun sedikit” (Sittu Duror, hal. 54). Karena begitu pentingnya mengenal jalan kebenaran tersebut, maka mari kita mempelajari jalan kebenaran yang hanya ada satu itu, yang semua kaum muslimin mensepakatinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan jalan yang lurus tersebut dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِيْ
“Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu. Jika kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku” (Diriwayatkan Imam Malik dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).
Ya, jalan kebenaran yang hanya satu itu ialah jalan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya ialah jalan yang lurus. Sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
الصِّرَاطُ الْمُستَقـِيْمُ الَّذِي تَرَكَنَا عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ
“Jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditinggalkan Rasulullah untuk kami” (Atsar shahih, dikeluarkan Ath Thabari dan yang lainnya).
Mana dalilnya, bahwa Al-Quran dan As-Sunnah ialah jalan yang lurus?
Dalil Al-Quran ialah jalan yang lurus
Allah Ta’ala berfirman:
قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ
“Mereka berkata: “Hai kaum kami, bersama-sama kami telah mendengarkan Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus” (Al-Ahqaaf: 30).
Dalil As-Sunnah ialah jalan yang lurus
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan bersama-sama kau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Asy-Syuuraa: 52).
Dengan demikian Al-Quran dan As-Sunnah ialah jalan yang lurus, inilah satu-satunya jalan kebenaran, keduanya hakikatnya ialah satu kesatuan, sama-sama wahyu Allah Ta’ala.
Wajibnya berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah
Kita wajib berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah, lantaran kita diwajibkan mena’ati Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalilnya ialah firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (-Nya), dan Ulil amri di antara kamu” (An-Nisaa’: 59).
Menaati Allah ialah dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berpegang teguh kepada sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Catatan:
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sumber aturan Islam
Al-Hadits ialah hujjah/dalil, sebagaimana Al-Quran, lantaran keduanya ialah sama-sama wahyu dari Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألا إني أوتيت القرآن ومثله معه
“Ketahuilah bersama-sama aku diberi (wahyu) Al-Quran dan (wahyu) yang semisalnya bersamaan dengannya (As-Sunnah)” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, sedangkan lafadz ini ialah lafadz riwayat beliau. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Hakikatnya berpegang teguh dengan sunnah ialah ketaatan kepada Allah dan mengamalkan Al-Quran, lantaran Allah berfirman di dalam Al-Quran:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,sesungguhnya ia telah mentaati Allah” [An-Nisaa`:80].
Fungsi As-Sunnah
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hakikatnya sama dengan Kitab Allah, yaitu sama-sama sebagai wahyu Allah. Fungsi sunnah itu sebagai penjelas bagi Kitab Allah ‘Azza wa Jalla. Bahkan, makhluk terbaik yang menafsirkan Al-Quran ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami turunkan kepadamu Aquran, biar kau membuktikan kepada umat insan apa yang telah diturunkan kepada mereka” (An Nahl: 44).
As-Sunnah menjelaskan apa yang ada di dalam Al-Quran yang masih global dengan merincinya, menyerupai problem salat, puasa, zakat, haji, dan yang lainnya. Makara As-Sunnah yang shahih tidak akan pernah bertentangan dengan Al-Quran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan makna Al-Quran dan ia pun telah memberi pola bagaimana mengamalkannya, sehingga semua ayat Al-Quran menjadi terperinci makna dan prakteknya bagi umat ini .
Bahkan seorang muslim tidak harus menunggu mengetahui dalil dari Al-Quran dalam melaksanakan sebuah ibadah, jikalau ia sudah mengetahui satu saja dalil dari hadits yang shahih, selama hadits tersebut sudah cukup menyampaikan kepada suatu bentuk/tata cara ibadah, maka sanggup eksklusif mengamalkan hadits tersebut.
Kesimpulan
- Jalan kebenaran hanya satu, yaitu jalan Al-Quran dan As-Sunnah. Karena keduanya sama-sama dari Allah dan fungsi As-Sunnah menjelaskan Al-Quran dan merinci yang global darinya, maka hakikat keduanya merupakan satu kesatuan, satu jalan kebenaran.
- Al-Quran dan As-Sunnah ialah jalan yang lurus.
- Kita wajib berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
- Al-Quran dan As-Sunnah sama-sama sebagai sumber aturan Islam, lantaran keduanya sama-sama sebagai wahyu Allah.
***
(Diolah dari kitab Sittu Durar min Ushul Ahlil Atsar, Syaikh Ar-Ramadhani, dengan beberapa tambahan).
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id