Wednesday, 11 December 2019

Masuk Nirwana Tanpa Hisab Dan Adzab, Mau?

 ada yang pribadi masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu usang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Mau?1“.
Ia bertanya lagi, “Apa yang mendorong anda melaksanakan hal tersebut?”
“Sebuah hadits yang dituturkan Asy-Sya’bi kepada kami.” jawabku.
Iapun bertanya lagi, “Apakah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi kepada anda?”
Saya menyampaikan, “Dia menuturkan hadits dari Buraidah bin Hushaib, bahwa ia berkata, ‘Tidak ada ruqyah yang lebih bermanfaat kecuali untuk penyakit ‘ain2 atau terkena sengatan binatang berbisa.'”

Sa’id berkata, “Alangkah baiknya orang yang bersedekah sesuai dengan dalil yang didengarnya, namun Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu menuturkan kepada kami hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Aku telah diperlihatkan beberapa umat oleh Allah, kemudian saya melihat seorang Nabi bersama beberapa orang (tidak hingga 10 orang, pent.), seorang Nabi bersama seseorang dan dua orang, serta seorang Nabi yang sendirian. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku sekelompok orang yang sangat banyak. Aku menerka mereka itu umatku, namun disampaikan kepadaku, ‘Itu ialah Nabi Musa dan kaumnya.’ Selanjutnya, tiba-tiba saya melihat lagi sejumlah besar orang, dan disampaikan kepadaku, ‘Ini ialah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk nirwana tanpa hisab dan tanpa adzab.’ Kemudian ia berdiri dan masuk rumah. Orang-orang pun memperbincangkan perihal siapakah mereka itu.
Ada di antara mereka yang mengatakan, ‘Barangkali mereka itu sobat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.’ Ada lagi yang mengatakan, ‘Barangkali mereka orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam dan tidak pernah menyekutukan Allah.’ dan mereka menyebutkan yang lainnya pula.
Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Lalu ia bersabda,
هُمُ الَّذِينَ  لاَ يَسْتَرْقُونَ وَ لاَ يَكتوونَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُونَ وَ عَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka itu ialah orang yang tidak minta diruqyah, tidak melaksanakan kay3  dan tidak melaksanakan tathayyur4 serta mereka bertawakkal5 hanya kepada Rabb mereka.”
Kemudian Ukkasyah bin Mihshon berdiri dan berkata, ‘Mohonkanlah kepada Allah, semoga saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab, ‘Engkau termasuk mereka’,
Kemudian berdirilah seseorang yang lain dan berkata, ‘Mohonkanlah kepada Allah, semoga saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab,’ Ukkasyah telah mendahuluimu'” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Kiat masuk nirwana tanpa hisab tanpa adzab

Seorang muslim yang baik, saat membaca hadits yang agung di atas, tentu menginginkan menjadi salah satu dari tujuh puluh ribu orang yang beruntung tersebut. Oleh lantaran itu, sangatlah masuk akal kalau beberapa pertanyaan muncul, saat seorang muslim berusaha memahami hadits yang disebutkan di atas, lantaran demikian semangatnya untuk masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Perlu diketahui bahwa masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab ialah ganjaran yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang berhasil mentauhidkan-Nya dengan tepat (Tahqiiqut Tauhid).
Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam kitab Tauhid nya, menyebutkan hal ini dengan ucapannya,
باب من حقق التوحيد دخل الجنة بغير حساب
Bab, Barangsiapa yang merealisasikan tauhid dengan sempurna, maka masuk kedalam nirwana tanpa hisab”.
Dan barangsiapa yang masuk kedalam nirwana tanpa hisab, pastilah masuk nirwana tanpa adzab, namun barangsiapa yang masuk kedalam nirwana tanpa adzab, belum tentu masuk nirwana tanpa hisab.
Dengan demikian, untuk menjadi kelompok orang-orang yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab, haruslah sanggup merealisasikan tauhid dengan sempurna. Selanjutnya, pertanyaan menarik yang perlu dilontarkan adalah Bagaimanakah menjadi orang yang merealisasikan tauhid dengan sempurna (tahqiq tauhid)?

Praktik Tauhid yang Sempurna

Mempelajari perihal definisi Tahqiiq At-Tauhiid (perealisasian Tauhid dengan sempurna) ialah kasus yang sangat penting guna memahami dalil-dalil perihal ciri khas golongan yang masuk nirwana tanpa hisab dan tanpa adzab. Hal ini dikarenakan beberapa alasan berikut ini:
  1. Sifat sebuah definisi adalah jami’ dan mani’Jami’ yaitu mengumpulkan segala sesuatu yang tercakup di dalam lafaz yang didefinisikan tersebut. Sedangkan mani’ yaitu mencegah dan membatasi semoga kasus yang di luar cakupan definisi dari lafaz tersebut tidaklah dimasukkan kedalam cakupan lafaz tersebut.
  1. Dengan Taufik Allah, seseorang sanggup memakai definisi tersebut untuk mengelompokkan ciri-ciri orang yang masuk nirwana tanpa hisab dan tanpa adzab yang disebutkan dalam sebuah dalil, sesuai dengan tingkatan Tahqiiq At-Tauhid masing-masing yang ditunjukkan dalil tersebut. Sehingga saat seseorang terluput dari salah satu ciri khas tersebut, maka sanggup diketahui apakah ia keluar dari golongan yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab ataukah tidak?

Definisi dan tingkatan perealisasian tauhid

Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah, di dalam kitabnya, At-Tamhiid yang merupakan syarah (penjelasan) kitab Tauhid itu, telah menjelaskan perihal definisi Tahqiiq At-Tauhiid (perealisasian Tauhid dengan sempurna) yang menjadi inti pembahasan hadits yang agung di atas.
Beliau menjelaskan bahwa Tahqiiq At-Tauhiid terbagi menjadi dua tingkatan, ia mengatakan, “Maka Tahqiiq At-Tauhiid meliputi dua tingkatan, yaitu tingkatan wajib dan tingkatan mustahab (sunnah). Dengan demikian, orang-orang yang merealisasikan Tauhid dengan tepat meliputi dua tingkatan pula.

Tingkatan Wajib

Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa tingkatan yang wajib ialah meninggalkan sesuatu yang wajib ditinggalkan berupa tiga kasus yang telah disebutkan sebelumnya, maka (dengan demikian tingkatan wajib itu) meninggalkan syirik, meninggalkan bid’ah, dan meninggalkan maksiat. Dengan kata lain, Tahqiiq At-Tauhiid  pada tingkatan yang wajib ialah membersihkan agama seseorang dari seluruh dosa, baik dosa syirik, bid’ah maupun kemaksiatan, dengan segala macamnya.

Apakah maksud “bersih dari dosa”?

Berdasarkan klarifikasi di atas, inti Tahqiiq At-Tauhiid  pada tingkatan yang wajib ialah higienis dari segala dosa dengan segala macamnya. Sedangkan maksud higienis dari dosa dengan segala macamnya (syirik, bid’ah dan maksiat) ialah seorang hamba meninggal dalam keadaan sudah bertaubat dari seluruh dosa atau dosanya sudah terlebur dengan pelebur (mukaffirat) dosa. Jadi, yang dijadikan patokan di sini ialah final hayat seseorang, lantaran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ
“Sesungguhnya amalan itu hanya menurut penutupnya” (HR. Al-Bukhari).
Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa barangsiapa yang melaksanakan sesuatu kemaksiatan, dosa atau bid’ah, kemudian belum bertaubat darinya, atau belum terlebur dosanya, maka ia belumlah dikatakan telah merealisasikan tauhid secara sempurna, jenis tingkatan wajib.
Hal ini menawarkan bahwa yang dijadikan patokan ialah final kehidupan, bukan pada kekurangan di awal kehidupan.”
Kesimpulan:
Tingkatan wajib ialah tingkatan orang-orang yang higienis dari dosa, dengan melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Tingkatan jenis ini juga disebutkan di dalam sebagian syarah (penjelasan) kitab Tauhid yang lainnya, seperti Fathul Majiid dan Hasyiyah Kitab Tauhiid, tepatnya pada bab “Man haqqaqat Tauhiid dakhalal Jannah bighairi hisab”.

Tingkatan Mustahab (Sunnah)

Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa
tingkatan mustahab dalam Tahqiiq At-Tauhiid adalah sebuah tingkatan di mana jago tauhid mempunyai keutamaan yang amat berbeda-beda. Dalam tingkatan ini tidak ada suatu arah atau tujuan pada hati seseorang kepada selain Allah. Hati tersebut menghadap kepada Allah secara totalitas, tidak terdapat kecondongan kepada selain Allah, sehingga kalau berucap lapang dada lantaran Allah. Jika bertingkahlaku, lapang dada lantaran Allah. Jika bersedekah lapang dada lantaran Allah, bahkan seluruh gerakan hatinya lantaran Allah.
Beliau juga menjelaskan bahwa sebagian ulama menjelaskan bahwa tingkatan mustahab adalah meninggalkan sesuatu yang mubah lantaran khawatir berakibat ada apa-apanya kalau dilakukan, maksudnya disini ialah meliputi amal hati, lisan, dan anggota tubuh badan.
Kesimpulan:
Tingkatan mustahab ialah tingkatan orang-orang yang melaksanakan kasus yang wajib dan yang sunnah serta meninggalkan hal yang haram, makruh, dan sebagian hal yang mubah/halal.
Syaikh Shaleh Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan As-Saabiqun bil khairaat (orang-orang yang bersegera dalam kebaikan) dalam kitabnya I’anatul Mustafid bahwa mereka adalahorang-orang yang selamat dari syirik besar maupun kecil. Mereka meninggalkan hal-hal haram dan makruh. Bahkan mereka meninggalkan sebagian hal yang mubah/halal. Mereka bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal ketaatan, baik amal yang wajib maupun yang sunnah. Mereka ialah orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan. Maka barangsiapa yang hingga pada tingkatan ini, maka ia masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Tingkatan jenis ini juga disebutkan di dalam sebagian syarah kitab Tauhid yang lainnya, seperti: Hasyiyah Kitab Tauhiid dan Taisiir Al-‘Aziiz Al-Hamiid.

Perealisasian Tauhid dengan tepat ialah perealisasian Syahadatain

Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah, didalam kitabnya At-Tamhiid menjelaskan perealisasian tauhid dengan tepat ialah perealisasian syahadatain laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah‘, lantaran pada ucapan seorang Ahli Tauhid laa ilaaha illallaah’, terdapat tuntutan pelaksanaan tauhid dan jauh dari syirik, dengan segala macamnya,
Pada ucapan asyhadu anna muhammadar rasulullah mengandung tuntutan jauh dari kemaksiatan dan bid’ah, hal itu disebabkan lantaran konsekuensi syahadat Muhammadar Rasulullah adalah taat pada kasus yang diperintahkan oleh rasulullah, membenarkan apa yang ia infromasikan, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah melainkan sesuai dengan syari’at yang diajarkannya (At-Tamhiid: 33).
Wallahu a’lam.

  1. Ruqyah ialah pengobatan dengan pembacaan ayat-ayat Quran atau do’a-do’a ataupun lafadz-lafadz tertentu  ada yang pribadi masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu usang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Mau?
  2. ‘Ain ialah dampak jelek yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya  ada yang pribadi masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu usang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Mau?
  3. Kay ialah menempelkan besi panas atau sejenisnya pada luka  ada yang pribadi masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu usang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Mau?
  4. Tathayyur ialah semua hal yang menyebabkan seseorang membatalkan perbuatannya lantaran takut malapetaka atau meneruskan perbuatannya lantaran optimis akan beruntung sesudah ia melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ada bukti ilmiah bahwa sesuatu tersebut sanggup mendatangkan malapetaka atau keberuntungan. (Mutiara Faidah, hal. 142)  ada yang pribadi masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu usang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Mau?
  5. Tawakal ialah bersandarnya hati kepada Allah dengan menyerahkan segala urusan kepada-Nya dalam mendapat manfaat atau menolak bahaya/kerugian, diiringi dengan percaya kepada-Nya dan mengambil lantaran yang diizinkan dalam Syari’at Islam  ada yang pribadi masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu usang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Mau?
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner

Related Posts: