Penggabungan antara dorongan (targīb) dan bahaya (tarhīb) sangatlah mempunyai kegunaan mendorong seorang hamba untuk meraih komitmen dan pahala. Selain itu, juga mempunyai kegunaan mendorong mereka untuk menjauhi bahaya dari Allāh. Hendaknya seorang hamba menempuh perjalanan menuju Allāh dengan memperhatikan dorongan dan bahaya sebagai dua hal yang beriringan tanpa menambah ataupun mengurangi.
Hal ini alasannya memperhatikan sisi dorongan dan komitmen semata akan merasa kondusif dari makar Allāh dan siksa-Nya. Hal ini sebagaimana orang yang sedang melaksanakan maksiat kemudian ditegur, kemudian ia beralasan, bahwa Allāh Maha Pengampun. Orang tersebut melupakan sisi ancaman.
Sedangkan yang hanya memperhatikan sisi bahaya dan siksa saja, maka ia akan berputus asa dari rahmat Allāh dan ampunan-Nya. Padahal yang tertuntut dalam syari’at Islam yakni menggabungkan antara targīb dan tarhīb, serta harap dan takut.
Itulah isi Al-Qur’ān Al-Karīm, di dalamnya tidak hanya terdapat penyebutan kabar gembira, janji, dorongan, pahala, dan nirwana namun juga terdapat penyebutan peringatan, ancaman, siksa dan neraka.
Metode Qur`ānī yang Paling Agung dan Paling Bermanfa’at Adalah Penyebutan Nama-Nama Allāh yang Terindah dan Sifat-Sifat-Nya yang Termulia
Terkadang di dalam Al-Qur`ān, Allāh Ta‘ālā menyeru orang-orang yang beriman semoga mereka berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan cara mengingatkan mereka kepada Rabb mereka, menyebutkan nama dan sifat-Nya serta hak-Nya yang agung atas hamba-hamba-Nya.
Ketahuilah bahwa metode Qur’ānī ini yakni metode yang paling agung dan paling bermanfa’at. Betapa tidak, seorang yang beriman kepada Allāh, dikala disebutkan perihal Rabb-nya, nama dan sifat-Nya, maka bertambah cinta, takut dan harap kepada-Nya, sehingga dengan tiga amalan pelopor hati ini terdoronglah ia dengan berpengaruh untuk beribadah kepada-Nya dan mengesakan-Nya.
Seluruh peribadatan yakni bentuk syukur kepada Allāh, pengagungan terhadap-Nya, bentuk kecintaan dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan,
فكلما كان العلم به أتم كانت محبته أكمل
“Semakin tepat ilmu perihal Allāh ,maka kecintaan terhadap-Nya pun semakin sempurna”.
Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Madarijus Salikin hal. 420 menjelaskan,
أكمَل الناس عبوديَّةً المتعبِّد بجميع الأسماء والصِّفات التي يطَّلِع عليها البشَر، فلا تحجبه عبوديَّةُ اسمٍ عن عبودية اسمٍ آخَر
“Manusia yang paling tepat peribadatannya yakni orang yang beribadah dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama dan sifat Allāh yang diketahui oleh manusia, maka tidaklah peribadatan yang tertuntut dari nama Allāh yang satu, menghalangi peribadatan yang tertuntut dari nama Allāh yang lainnya”.
Selanjutnya dia menjelaskan bahwa seseorang tidaklah terhalangi dari melaksanakan tuntutan peribadatan dari nama Al-Ḥalīm Ar-Raḥīm hanya alasannya ia melaksanakan tuntutan peribadatan dari nama Al-Qodīr. Sesungguhnya kedua peribadatan tersebut tidak saling bertentangan.
[Bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id