Saturday 14 March 2020

Hadits - Perihal Tuduh Menuduh

عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدعوَاهُمْ لادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَال قَومٍ وَدِمَاءهُمْ، وَلَكِنِ البَينَةُ عَلَى المُدَّعِي، وَاليَمينُ عَلَى مَن أَنكَر ) – حديث حسن رواه البيهقي هكذا بعضه في الصحيحين

Terjemahan:

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, bekerjsama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Sekiranya setiap tuntutan orang dikabulkan begitu saja, pasti orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya. Akan tetapi, haruslah ada bukti atau saksi bagi yang menuntut dan bersumpah bagi yang mengingkari (dakwaan)”.
(HR. Baihaqi, hadits Hasan, sebagian lafazhnya ada pada riwayat Bukhari dan Muslim)

[Baihaqi (Sunan Baihaqi 10/252), dan yang lain, juga sebagian lafaznya ada di shahih Bukhari dan Muslim]

Penjelasan:

Hadits ini pada riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abu Mulaikah menyampaikan :
“Ibnu ‘Abbas menulis bahwa bekerjsama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah tetapkan sumpah untuk orang yang menyangkal dakwaan”.

Pada riwayat lain disebutkan bekerjsama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Sekiranya insan dikabulkan apa saja yang menjadi pengakuannya, pasti orang-orang akan gampang menuntut darah orang lain, harta orang lain. Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal dakwaan”.

Penulis kitab Al Arbain berkata : “Hadits ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shahihnya dengan sanad bersambung dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Begitu pula riwayat para penyusun Kitab Sunnan dan lain-lainnya”. Ushaili berkata : “Bila marfu’nya Hadits ini dengan kesaksian Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka tidaklah ada artinya anggapan bahwa Hadits ini mauquf”. Penilain semacam itu tidak berarti berlawanan dan tidak juga menyalahi.

Hadits ini merupakan salah satu pokok aturan Islam dan sumber pegangan yang terpenting di kala terjadi perselisihan dan permusuhan antara orang-orang yang bersengketa. Suatu kasus dihentikan diputuskan semata-mata menurut ratifikasi atau tuntutan dari seseorang.

Sabda ia “niscaya orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya” digunakan oleh sebagian orang sebagai dasar untuk membatalkan pendapat Imam Malik, yang menyampaikan perlunya mendengarkan pengaduan korban yang menyampaikan bahwa seseorang telah melukai saya atau saya memiliki tuntutan darah kepada seseorang. Sebab, bila orang yang sedang sakit mengadu “Seseorang memiliki pertolongan kepadaku satu dinar atau satu dirham” Tidak boleh diperhatikan, maka pengaduan korban “Saya memiliki tuntutan darah kepada orang lain” lebih patut untuk tidak diperhatikan. Dengan demikian, alasan tersebut tidak benar untuk membantah pendapat Imam Malik dalam duduk kasus ini sebab Imam Malik tidak mendasarkan pelaksaan qishash atau denda hanya pada perkataan penggugat atau sumpah korban, tetapi menyebabkan ratifikasi korban “Saya memiliki tuntutan darah kepada sseorang” sebagai keterangan komplemen yang menguatkan bukti penggugat, hingga orang yang digugat berani bersumpah dikala ia mengingkarinya, sebagaimana yang berlaku pada banyak sekali macam keterangan tambahan.

Sabda ia : “Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal (dakwaan)” menjadi komitmen para ulama untuk menyumpah penyangkalan orang yang didakwa dalam urusan harta. Akan tetapi, dalam urusan lain mereka masih berbeda pendapat. Sebagian ulama menyatakan hal ini wajib berlaku kepada setiap orang yang menyangkal dakwaan di dalam sesuatu hak, dalam thalaq, dalam pernikahan, atau dalam pembebasan budak menurut pada keumuman Hadits ini. Jika orang yang didakwa tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi.

Abu Hanifah berkata : “Sumpah itu diberlakukan dalam masalah thalaq, nikah, dan pembebasan budak. Jika tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi”. Dan dia berkata : “Dalam masalah pidana dihentikan digunakan sumpah (sebagai alat bukti)”.
banner
Previous Post
Next Post