BAB KETIGA: Kaidah kedua
القاعدة الثانية
أنّهم يقولون: ما دعوناهم وتوجّهنا إليهم إلا لطلب القُرْبة والشفاعة، فدليل القُربة قوله تعالى: {وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ}[الزمر:3].ودليل الشفاعة قوله تعالى: {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}[يونس:18]، والشفاعة شفاعتان: شفاعة منفيّة وشفاعة مثبَتة: فالشفاعة المنفيّة ما كانت تٌطلب من غير الله فيما لا يقدر عليه إلاّ الله، والدليل: قوله تعالى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ}[البقرة:254]. والشفاعة المثبَتة هي: التي تُطلب من الله، والشّافع مُكْرَمٌ بالشفاعة، والمشفوع له: من رضيَ اللهُ قوله وعمله بعد الإذن كما قال تعالى: {مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ}[البقرة:255].
Terjemah Matan
Kaidah kedua
Mereka (musyrikin) berkata “Kami tidaklah berdoa dan tidak mempersembahkan ibadah kepada mereka (sembahan selain Allah, pent.) kecuali untuk mencari qurbah (supaya mereka mendekatkan diri kami dengan Allah, pent.) dan meminta syafaat (meminta mereka jadi perantara,untuk mendo’akan kami, pent.).
Dalil wacana qurbah ialah firman Allah Ta’ala,
{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ}
“Dan orang-orang yang mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah (berkata):”Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka wacana apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3).
Adapun dalil wacana syafa’at ialah firman Allah Ta’ala,
{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak sanggup mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata: “Mereka (sembahan selain Allah) itu ialah mediator kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).
Syafa’at itu ada 2 macam:
1. Syafa’at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).
1. Syafa’at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).
Syafa’at manfiyah (ditolak) ialah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam masalah yang tidak satupun yang bisa memberikannya kecuali Allah. Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ}
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum tiba hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang bersahabat dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Syafa’at mutsbatah (ditetapkan) ialah syafa’at yang diminta dari Allah. Orang yang mensyafa’ati (memperantarai dengan cara mendo’akan, pent.) itu dimuliakan (oleh Allah) dengan syafa’at tersebut, sedangkan yang mendapatkan syafa’at ialah orang yang Allah ridhai, baik ucapan maupun perbuatannya, setelah Allah mengizinkannya. (Hal ini) sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ}
“Siapakah yang bisa mensyafa’ati di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al- Baqarah: 255).
——————————————————————————–
Penjelasan
Kaidah Kedua, kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyekutukan Allah dalam Rububiyyah-Nya, namun, mereka menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya (Ibadah).
Di dalam belahan ini terdapat klarifikasi wacana batilnya salah satu alasan pokok kaum musyrikin zaman kini dalam menyembah selain Allah, dan bahwa alasan mereka sama persis dengan alasan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kaum yang Allah sebut musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtidaklah mengatakan sebenarnya sesembahan-sesembahan mereka itu bisa menciptakan, memberi rezeki, memberi manfa’at kepada mereka atau menolak ancaman dari diri mereka.
Merekapun tidak meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka bisa mengatur alam semesta sebagaimana Allah Ta’ala.
Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka itu hanya sebatas mediator yang diperlukan memberikan kebutuhan mereka kepada Allah Ta’ala dan diperlukan pula perantara-perantara tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga Allah memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun status sesembahan-sesembahan mereka itu diyakini hanya sebatas perantara, namun hakikatnya inilah inti kesyirikan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dia perangi, lantaran Allah Ta’ala nyatakan mereka berstatus musyrik.
Dalil-dalil dalam kaedah kedua ini
Dalam kaedah ini ada empat ayat Al-Qur`an, yaitu:
1. Firman Allah dalam Az-Zumar: 3
Bantahan terhadap syubhat musyrikin mencari qurbah (kedekatan dengan Allah) dalam melaksanakan peribadatan kepada selain Allah.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil wali-wali, penolong selain Allah (berkata), ‘ Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka wacana apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”
Penjelasan:
- Firman Allah Ta’ala {أَوْلِيَاءَ}, “wali-wali”, ini menunjukkan penamaan sesembahan dengan wali tidak merubah hakikat kesyirikan.
- Firman Allah Ta’ala {نَعْبُدُهُمْ}, “kami menyembah mereka” ini memperlihatkan mereka mengakui jikalau menyembah sesembahan selain Allah. Hanya saja syubhat mereka ialah hal itu tidak mengapa kalau sebatas hanya sebagai perantara. Padahal inilah yang dibantah dalam ayat yang agung ini.
- Firman Allah Ta’ala : {إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى}, “melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”, dalam ayat ini, mereka tidaklah mengatakan bahwa alasan menyembah selain Allah ialah lantaran mereka meyakini sesembahan-sesembahan itu bisa mencipta, memberi rezeki, mengatur alam semesta, atau selainnya dari makna Rububiyyah, bukan demikian.Akan tetapi, semata-mata alasan mereka ialah lantaran mencari qurbah ( upaya biar sesembahan-sesembahan itu mendekatkan diri mereka kepada Allah).
- Firman Allah Ta’ala {كَاذِبٌ كَفَّارٌ}, “pendusta dan sangat ingkar,” ini memperlihatkan bahwa mereka disebut pendusta lantaran mereka mengklaim sesembahan tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah, padahal tidak demikian. Dan dikatakan kafir, lantaran mereka telah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan menyembah selain Allah, dengan impian sebagai wasilah (perantara), maka statusnya sama dengan musyrikin dulu, yaitu sama-sama telah melaksanakan perbuatan kekafiran.
2. Firman Allah dalam Yunus: 18
Bantahan terhadap syubhat orang-orang musyrik berupa meminta Syafa’ah kepada selain Allah, dalam melaksanakan peribadatan kepadanya.
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, ‘Mereka (sembahan selain Allah) itu ialah pensyafa’at kami di sisi Allah.’”
Penjelasan :
- Firman Allah Ta’ala {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}, ““Dan mereka menyembah selain Allah” ini memperlihatkan bahwa mereka itu melaksanakan kesyirikan, lantaran menyembah selain Allah.
- Firman Allah Ta’ala {مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ}, “apa yang tidak sanggup menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan,” ini memperlihatkan bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidak bisa menimpakan ancaman dan memberi manfa’at sedikitpun. Dan hakikatnya kaum musyrikintersebut mengakui hal ini, lantaran mereka sekedarmenganggap bahwa sesembahan-sesembahan tersebut ialah pensyafa’at mereka.
- Firman Allah Ta’ala {هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}, ““Mereka (sembahan selain Allah) itu ialah pensyafa’at kami di sisi Allah,”ini memperlihatkan alasan kesyirikan mereka tholabus syafa’ah (minta diperantarai untuk dimintakan kebutuhan mereka kepada Allah).
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan meminta syafa’at kepada selain Allah, dalam melaksanakan peribadatan kepadanya, ibarat berdo’a kepadanya, menyembelih binatang kurban untuknya, bernadzar untuknya dan selainnya, maka statusnya sama dengan orang-orang dulu, yaitu sama-sama telah melaksanakan penyembahan kepada selain Allah.
Alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain Allah
Dalam kaidah kedua ini, alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain Allah adalah mereka tidaklah menyembah sesembahan selain Allah kecuali dengan maksud:
- Mencari qurbah (kedekatan dengan Allah) agar sesembahan tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga dengan kedekatan itu mereka berharap Allah memenuhi kebutuhan mereka. Adapun alasan mereka mengambil mediator dalam memenuhi kebutuhan mereka dan tidak eksklusif berdo’a kepada Allah ialah lantaran mereka merasa banyak dosa, sedangkan sesembahan-sesembahan (para Nabi, Wali, atau selainnya) itu orang-orang yang bertakwa, sehingga dekat dengan Allah.
- Meminta Syafa’ah (meminta dido’akan/diperantarai) agar sesembahan tersebut menjadi mediator antara mereka dengan Allah, sehingga sesembahan tersebut bisa memintakan kebutuhan mereka kepada Allah (mendo’akan mereka).
- Hakikatnya kedua maksud ini, yaitu mencari qurbah dan
- meminta syafa’ah pada dasarnya sama, ditinjau dari sisi bahwa keduanya diyakini oleh kaum musyrikin sama-sama sebagai alasannya ialah biar Allah memenuhi kebutuhan mereka, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab.
Bentuk penyembahan yang mereka lakukan
Sedangkan untuk mencapai kedua maksud ini, maka kaum musyrikin melaksanakan penyembahan kepada sesembahan selain Allah dengan banyak sekali bentuk ibadah, ibarat berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar atau ibadah yang lainnya.
Ibadah-ibadah ini dipersembahkan kepada sesembahan selain Allah, biar menjadi mediator antara mereka (musyrikin) dengan Allah dalam memintakan kebutuhan mereka kepada-Nya.
Keyakinan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Mereka meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Sang Pencipta, Sang Pengatur, dan Sang Pemilik alam semesta.
- Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka (para Nabi, Wali, orang-orang shaleh atau selainnya) itu tidak bisa menciptakan, mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini.
- Namun, kendati demikian, mereka mengakui bahwa para Nabi, Wali, orang-orang shaleh atau selainnya tersebut ialah sesembahan-sesembahan mereka, bahkan mereka mengingkari pengeesaan Allah dalam peribadatan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ“Bagaimana ia mengakibatkan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”(QS. Shaad: 5).Ayat di atas memperlihatkan mereka mengingkari satu-satunya sesembahan yang hak ialah Allah, bahkan memutuskan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah itu disifati dengan berhak disembah, lantaran dalam ayat tersebut mereka sebut sesembahan-sesembahan mereka dengan sebutan “Aalihah”, yaitu makhluk-makhluk yang berhak untuk disembah. Meskipun mereka menyebut Allah dengan “Ilaah” juga, yaitu Dzat yang berhak untuk disembah, hanya saja mereka tidak mau mempersembahkan peribadatan untuk Allah saja atau dengan kata lain, mereka tidak mau meninggalkan syirik dalam beribadah.
- Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka ini ialah sesembahan mediator saja, maksudnya sesembahan selain Allah itu mereka yakini tidak bisa menciptakan, tidak bisa mengatur dan tidak mempunyai alam semesta ini, namun mereka menyembahnya biar sesembahan itu mendekatkan diri mereka kepada Allah dan memperantarai diri mereka dengan Allah. Sebagaimana ucapan mereka dalam Quran Al-Karim,مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى“Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).Dan ucapan mereka yang lainnya dalam surat Yunus,وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, “Mereka (sembahan selain Allah) itu ialah mediator kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).Jadi, alasan mereka menyembah sesembahan- sesembahan selain Allah tersebut ialah dengan maksud mencari qurbah dan meminta syafa’ah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Bahwa akar kesyirikan mereka adalah
Tholabul qurbah dan tholabus syafa’ah yang salah, yaitu mencari kedekatan dengan Allah dan meminta syafa’at (meminta didoakan) kepada mediator dengan cara mempersembahkan peribadatan kepada mediator tersebut. Diharapkan dengan itu, mediator tersebut memberikan keperluan mereka kepada Allah Ta’ala.
Ini ialah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun kaum musyrikin menamakan kesyirikan mereka itu dengan nama taqarrub, tawassul atau syafa’at, namun hal ini tidaklah merubah hakikatnya.
Dan kesyirikan tersebut terbantah, biidznillah, dengan dua perkara:
- Memahami konsep ibadah yang benar.
- Memahami konsep syafa’at yang benar dan masalah kedua inilah yang secara khusus disebutkan di dalam kaidah kedua ini.
Oleh lantaran itulah, penulis membawakan dalil wacana syafa’at yang ditetapkan keberadaannya dan syafa’at yang ditolak. Berikut ini penjelasannya:
Definisi Syafa’at
Syafa’at berasal dari kata asy-syaf’u (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-witru(tunggal), yaitu mengakibatkan sesuatu yang tunggal menjadi ganda. Ini pengertian secara bahasa. Sedangkan secara istilah, Syafa’at berarti menjadi mediator (syafi’) bagi orang lain (masyfu’ lahu) untuk didapatkannya manfaat atau tertolaknya madharat atau memintakan manfa’at untuk orang lain (masyfu’ lahu).
Faedah dari definisi :
- Dari definisi sanggup kita simpulkan bahwa makna istilah syafa’at sesuai dengan makna bahasa, lantaran permintaannya ada genap (dua), undangan dari syafi’ dan masyfu’lahu.
- Hakikat syafa’at itu ialah permintaan, jadi apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa meminta syafa’at (tholabus Syafa’ah) kepada mediator (syafi’) biar ia memintakan kebutuhan mereka kepada Allah. Sedangkan mediator yang mereka mintai syafa’atnya, di antaranya ialah para Nabi, wali, atau orang-orang sholeh yang sudah meninggal dunia, berarti kaum musyrikin berdo’a kepada perantara.
Di sinilah nampak kesyirikan mereka dalam meminta syafa’at, saat mereka berdo’a kepada selain Allah. Contoh meminta syafa’at yang dihukumi syirik adalah seseorang tiba ke kuburan wali atau daerah petilasan yang diyakini bahwa ruh wali Allah menitis di daerah itu, kemudian berdo’a, menyeru mayat atau ruh wali Allah tersebut. Perbuatan tersebut sanggup digambarkan dalam obrolan berikut ini.
“Wahai Wali Allah, mintakan kepada Allah biar saya selamat dari Neraka!” atau “ Wahai Wali Allah, syafa’ati saya biar masuk Surga!” atau “Wahai Wali Allah, saya banyak berbuat dosa, engkau wali Allah yang dekat dengan-Nya, jikalau tidak engkau kasihani saya, ya Wali Allah, pasti saya akan celaka dunia Akhirat, maka syafa’ati saya!” atau “Wahai Wali Allah, wahai sang penghilang duka, wahai sang pengangkat bala`,saya dalam kesempitan dan sedang tertimpa musibah, saya bersimpuh di hadapanmu, memohon belas-kasihmu, mohonlah kepada Allah biar mengangkat musibahku ini!”
Ini semua ialah kalimat-kalimat syirik akbar!
Syafa’at menurut tempatnya, terbagai dua, yaitu:
- Syafa’at di Akhirat, ibarat syafa’at biar masuk Surga tanpa hisab, syafa’at biar selamat dari Neraka dan yang lainnya.
- Syafa’at dalam urusan dunia, ibarat meminta diperantarai untuk mendapatkan sesuatu yang mubah atau selainnya, dan hukumnya berbeda-beda sesuai dengan masalah yang terjadi.
Ditinjau dari ditetapkan atau tertolaknya, syafa’at terbagi dua macam:
- Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah (ditetapkan keberadaannya/ diterima) dan
- Syafa’at manfiyyah/mardudah (ditiadakan/ditolak).
Pertama Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah, yaitu:
Syafa’at yang didasarkan pada dalil yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jelaskan dalam Kitab-Nya atau yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Sunnahnya, ibarat firman Allah, surat Al-Baqarah: 255, yang sekaligus merupakan dalil keempat dalam kaidah kedua ini, berisikan wacana adanya syafa’at yang mutsbattah (ditetapkan keberadaannya).
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang sanggup memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” (QS. Al-Baqarah: 255).
Dan syafa’at tidaklah diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid.
Syafa’at Mutsbatah (ditetapkan) /Maqbulah (diterima) di Akhirat mempunyai tiga syarat:
Pertama, Allah meridhai orang yang mensyafa’ati (syafi’). Kedua, Allah meridhai orang yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu). Ketiga, Allah mengizinkan pensyafa’at untuk mensyafa’ati. Syarat-syarat di atas dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikit pun tidak mempunyai kegunaan kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An-Najm: 26)
Lalu firman Allah,
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
“Pada hari itu tidak mempunyai kegunaan syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya” (QS. Thaha: 109).
Agar syafa’at seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas.
Kedua: Syafa’at manfiyyah/mardudah (tertolak).
Dalilnya telah disebutkan oleh penulis dalam kaidah kedua ini, tepatnya pada dalil ketiga. Penulis, Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam kaidah kedua ini mengatakan,
Syafa’at manfiyah (ditolak) ialah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam masalah yang tidak satupun yang bisa memberikannya kecuali Allah. Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum tiba hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang bersahabat dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Fungsi kaidah ini
Menghancurkan kerancuan anutan besar kaum musyrikin berupa mengambil mediator antara mereka dengan Allah dalam beribadah. Dengan hancurnya rancunya anutan tersebut, diperlukan mereka gampang mendapatkan tauhid yang benar dan gampang mengenal hakikat syirik.
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id