Sekilas Pandang Perihal Kitab Al-Qawa’Idul Arba’
Penyusun akan utarakan klarifikasi singkat perihal kitab ini sesuai dengan urutan pemaparan berikut ini:
- Judul.
- Penulis.
- Disiplin ilmu.
- Kedudukan kitab ini.
- Dampak jelek bagi yang menyelisihi salahsatu dari kaedah yang empat ini.
- Buah positif bagi yang memahami empat kaedah ini dan mengamalkannya dengan baik.
- Hukum mengetahui kaedah-kaedah dasar dalam bertauhid yaitu wajib.
- Bab-bab dalam kitab ini.
Berikut ini keterangan lebih lanjut,
1. Judul
Judul kitab ini adalah
القواعد الأربع
“Empat Kaedah-Kaedah Dasar dalam Islam”
Penjelasan
Kalimat dalam judul di atas tersusun dari dua kata, yaitu : Al-Qowa’id dan Al-Arba’.
Al-Qowa’id adalah bentuk jamak dari kata Al-Qo’idah. Sedangkan makna Al-Qo’idah, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Shaleh Al-Fauzan hafizhahullah, “Al-Qo’idah yaitu sebuah dasar yang bercabang darinya permasalahan atau cabang yang banyak“. Beliau juga menjelaskan bahwa tema kitab ini dengan pernyataannya, “Kandungan (kitab) Al-Qawa’id Al-Arba’ah yang disebutkan oleh Sang Syaikh (penulis) ini yaitu mempelajari perihal tauhid dan syirik” 1.
Dengan demikian, bahwasanya kitab Al-Qawa’id Al-Arba’ah ini berisikan dasar-dasar agama Islam, berupa aqidah yang benar, yaitu: bagaimana mengeesakan Allah Ta’la (tauhid) yang higienis dari kesyirikan. Dan, perlu diketahui bahwa penyebutan angka pada judul disini, bukanlah dimaksudkan untuk membatasi,namun supaya lebih gampang diingat dan diperhatikan.
2. Penulis
Imam dakwah Tauhid, Syaikhul Islam Muhammad At-Tamimi rahimahullah (wafat th.1206 H).
Berkenaan dengan diri penulis kitab ini, Syaikh Abdur Razzaq hafizhahullah menyatakan,
“Beliau yaitu sosok penasehat yang telah menasehati insan dengan sebesar-besar nasehat, dengan menjelaskan tauhid -yang untuk tujuan bertauhidlah insan diciptakan dan untuk merealisasikan tauhidlah mereka diadakan- dan memperingatkan (manusia) dari menyekutukan Allah ‘Azza wa Jalla (syirik) yang merupakan dosa dan keharaman terbesar.
Beraneka ragam goresan pena ia -rahimahullah- perihal klarifikasi tauhid dan penetapannya serta memperingatkan (manusia) dari kesyirikan, menyatakan batilnya, menjelaskan bahyanya dan kebatilan syubhat pelakunya.
Beliau menulis dalam dilema itu, aneka macam karya tulis yang banyak, dalam rangka menasehati dan menjelaskan kepada manusia, sekaligus sebagai udzur (bahwa telah menunaikan kewajiban menegakkan hujjah di hadapan Allah) dan sebagai peringatan bagi manusia.
Dengan demikian, ia yaitu sosok (ulama) penasehat, pengajar, pendidik, pengarah (kebaikan) sekaligus sosok (ulama) yang berpegang teguh dengan Kitabullah Jalla wa ‘Aladan Sunnah Rasul-Nya shalawatullah wa salamuhu ‘alaihi. “2.
3. Disiplin Ilmu
Disiplin Ilmu yang sedang dibahas dalam kitab ini adalah Tauhidul Uluhiyyah, alasannya yaitu dibahas didalamnya pengenalan perihal tauhid dalam peribadatan dan pengetahuan perihal lawannya, yaitu: syirik dalam peribadatan.
4. Kedudukan Kitab Ini
Kitab ini mempunyai kedudukan yang tinggi, karena:
a) Sumber pengambilan kempat kaedah ini.
Empat kaedah dalam kitab ini,diambil dari Quran dan As-Sunnah dengan manhaj Salafus Shaleh lalu diambil pula dari fakta sejarah muysrikin di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b) Mengajarkan ilmu yang fardhu ‘ain
Penjelasan lebih lanjut, terdapat dalam poin berikutnya.
5. Hukum mempelajari kandungan kitab ini
Mempelajari kitab ini -dalam batasan paling minimal yang menjadi syarat kesahan Islam seseorang- hukumnya wajib,bahkan lebih wajib daripada mengetahui perihal perkara-perkara yang fundamental sholat,puasa dan zakat,karena sholat,puasa ,zakat dan yang semisalnya.
Karena ibadah-ibadah tersebut tidak akan sah kalau ada kesyirikan besar pada diri pelakunya.
Faedah
Ulama dari dulu telah menjelaskan perihal adanya jenis ilmu yang aturan mempelajarinya fardhu ‘ain,hal ini menurut sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah). Hadits ini dihasankan oleh As-Suyuthi, Adz-Dzahabi dan disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam sShahih Ibnu Majah.
Dan juga menurut kaedah :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Suatu kasus yang sebuah kewajiban tidak bisa terealisasi kecuali dengannya,maka aturan kasus tersebut juga wajib”.
Definisi ilmu fardhu ‘ain
Ulama Lajnah Daimah KSA menjelaskan perihal maksud ilmu fardhu ‘ain, yaitu: ilmu yang mengakibatkan sahnya aqidah dan ibadah seseorang dan dilarang seseorang tidak tahu perihal ilmu tersebut 3.
Atau dengan kata lain ilmu yang kalau tidak dipelajari oleh seseorang menyebabkannya terjatuh ke dalam dosa, baik dalam bentuk meninggalkan kewajiban maupun dengan melaksanakan larangan yang haram dilakukan4.
Contoh ilmu fardhu ‘ain :
Mengetahui tauhid dan syirik, pokok-pokok keimanan dan Rukun Islam,bersuci dari hadats besar,cara berwudhu` yang sah,semua itu dalam batasan yang paling minimal dalam kesahan pelaksanaan sebuah kewajiban.
6. Dampak jelek bagi yang menyelisihi salah satu dari kaedah yang empat ini.
Ketika seseorang menyelisihi salah satu dari kaedah yang empat ini,maka akan terjatuh kedalam keragu-raguan dan kerancuan aqidah yang besar dalam mengenal siapakah muwahhidun (orang-orang yang mentauhidkan Allah) dan siapakah musyrikun (orang-orang yang menyekutukan Allah), serta tidak bisa membedakan dua kelompok tersebut.
Bahkan sangat memungkinkan dia melaksanakan kesyirikan yang sama persis dengan kesyirikan orang-orang musyrik yang diperangi di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. A’adzanallahu minasy syirki kullihi.
7. Buah positif bagi yang memahami empat kaedah ini dan mengamalkannya dengan baik.
Jika seseorang telah memahami kaedah-kaedah ini dengan baik, maka akan gampang baginya mengetahui tauhid yang Allah mengutus para Rasul-Nya ‘alaihimush shalatu was salamdengannya dan yang menjadi tujuan diturunkannya Kitab-Kitab-Nya.
Disamping itu ia juga gampang mengetahui syrik yang Allah peringatkan makhluk-Nya darinya dan Dia jelaskan bahayanya serta kerugian bagi orang yang melakukannya di dunia maupun di akherat. In sya Allah.
8. Bab-bab dalam kitab ini
Secara global kitab ini berisikan pengenalan perihal kaedah-kaedah dasar untuk memahami tauhid dan syirik, pengetahuan perihal ahlu syirik dan aturan atasnya.
Kitab ini terdiri dari 5 bab, yaitu:
Bab Pertama:
Muqoddimah:
Syarat kesahan sebuah ibadah.
Bab Kedua :
Kaidah Pertama : Penetapan tauhid Rububiyyah mengharuskan penetapan tauhid Uluhiyyah (ibadah).
Bab ketiga:
Kaidah Kedua : Kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidaklah menyekutukan Allah dalam Rububiyyah-Nya, namun, mereka menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya (Ibadah).
Bab keempat:
Kaidah Ketiga : Inti kesyirikan dalam dilema Uluhiyyah itu semuanya sama, namun sesembahan-sesembahan musyrikin berbeda-beda.
Bab kelima:
Kaidah Keempat : Penetapan bahwa kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin zaman kini lebih parah daripada kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,ditinjau dari sisi tertentu.
Ringkasan global kitab Al-Qawa’idul Arba’
Secara global kitab ini berisikan pengenalan perihal kaedah-kaedah dasar untuk memahami tauhid dan syirik, pengetahuan perihal ahlu syirik dan aturan atasnya.
Kitab ini terdiri dari 5 bab, satu potongan perihal muqoddimah, sedangkan keempat potongan lainnya perihal empat kaidah dalam bertauhid, berikut ini ringkasan global bab-bab tersebut beserta faedah ataupun fungsi mempelajari setiap potongan tersebut.
Kitab ini terdiri dari 5 bab,yaitu:
BAB PERTAMA:
Muqoddimah
“Syarat kesahan sebuah ibadah”.
Muqoddimah ini mengandung :
Pujian kepada Allah Ta’ala, do’a, klarifikasi perihal makna Al-Hanifiyyah, agama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan syarat sahnya sebuah ibadah. Inti muqoddimah ini ada pada klarifikasi tentang Al-Haniifiyyah (tauhid) dan syarat sahnya sebuah ibadah.
Fungsi kaedah ini :
Pendasaran aqidah yang lurus bagi seorang muslim,karena dengan mengetahui Al-Haniifiyyah (tauhid) dan syarat sahnya sebuah ibadah dengan baik,seorang muslim dibutuhkan mempunyai keyakinan yang benar perihal ibadah dan tauhid, mengagungkan tauhid dengan sebenar-benar pengagungan serta takut terhadap kesyirikan dengan sebenar-benar rasa takut.
BAB KEDUA :
Kaidah Pertama :
“Penetapan Tauhid Rububiyyah mengharuskan kepada penetapan Tauhid Uluhiyyah (Ibadah)”.
Didalam potongan ini terdapat klarifikasi bahwa penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, haruslah diiringi dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah, yang mengandung penetapan Tauhid Al-Asma` wa Shifat.
Fungsi kaedah ini :
Untuk menjaga kesahan Islam seseorang dan menghancurkan pokok keyakinan batil yang ada pada da’i penyeru kesyirikan serta keyakinan batil yang ada pada ulama ahlul kalam yang meyakini bahwa tauhid itu yaitu sebatas Tauhid Rububiyyah.
BAB KETIGA :
Kaidah Kedua :
“Kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidaklah menyekutukan Allah dalam Rububiyyah-Nya, namun, mereka menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya (Ibadah)”.
Didalam potongan ini terdapat klarifikasi perihal batilnya salah satu alasan pokok kaum musyrikin zaman kini dalam menyembah selain Allah, dan bahwa alasan mereka sama persis dengan alasan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Fungsi kaedah ini :
Menghancurkan syubhat besar kaum musyrikin,berupa menimbulkan antara mereka dengan Allah mediator dalam beribadah. Dengan hancurnya syubhat tersebut, dibutuhkan mereka gampang mendapatkan tauhid yang benar dan gampang mengenal hakekat syirik.
BAB KEEMPAT:
Kaidah Ketiga :
“Inti kesyirikan dalam dilema Uluhiyyah itu semuanya sama, namun sesembahan-sesembahan musyrikin berbeda-beda”.
Didalam potongan ini terdapat penetapan bahwa inti kesyirikan dalam dilema Uluhiyyah itu semuanya sama, yaitu: memalingkan peribadatan kepada selain Allah.
Hanya saja, sesembahan-sesembahan kaum musyrikin itu berbeda-beda, ada orang-orang sholeh, malaikat, bulan, matahari, pohon dan ada pula yang lainnya.
Fungsi kaedah ini :
Seorang muslim bisa memahami bahwa fenomena yang dilakukan oleh sebagian orang zaman ini,berupa penyembahan terhadap orang-orang sholeh,hakekatnya tidak ada bedanya dengan penyembahan kepada matahari ,pohon dan kerikil di zaman dulu,karena semuanya sama-sama syiriknya.
BAB KELIMA :
Kaidah Keempat :
“Penetapan bahwa kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin zaman kini lebih parah daripada kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,ditinjau dari sisi tertentu”.
Fungsi kaedah ini :
Menggugah kesadaran banyak orang, bahwa walaupun suatu zaman sudah modern, namun dikala seseorang tidak pintar perihal kesyrikan dengan benar atau ilmunya sangat kurang atau kurang diingatkan kembali akan bahayanya kesyirikan, maka sangat memungkinkan terjatuh ke dalam kesyirikan.
Bahkan, bisa jadi kesyirikan yang dilakukannya lebih parah daripada kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin yang dihadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu.
Maka, tidak ada jaminan bagi suatu negeri yang berteknologi tinggi dan bagi negara yang maju, bahwa negara tersebut niscaya penduduknya selamat dari kesyirikan!
Karena kemuliaan suatu negara itu yaitu dikala penduduknya mengetahui dengan baik fatwa agama Islam dan mengamalkannya.
Sedangkan fatwa agama Islam teragung dan asas perbaikan masyarakat terbesar yaitu tauhid!
Dengan demikian, pelajaran tauhid relevan dikaji di sepanjang zaman dan di semua tempat!
[Nantikan klarifikasi (syarah) Al-Qowa’idul Arba’, in sya Allah]
***
- Syarhul Qawa’id Al-Arba‘, Syaikh Shaleh Al-Fauzan, hal. 5
- Syarhur Risalah Al-Qowa’id Al-Arba’, Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr, hal.3
- Lihat: http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?BookID=3&View=Page&PageNo=1&PageID=4335&languagename=
- Tentang ilmu fardhu ‘ain, silahkan baca selengkapnya di https://muslim.or.id/24642-skala-prioritas-dalam-belajar-agama-islam-1-ilmu-fardhu-ain.html
____
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id