Pendeta Katolik, Menemukan Kebenaran Islam Saat Ramadhan
Sebelum memeluk agama Islam, ia yaitu seorang pendeta agama Kristen Roma dan menjadi kepala bidan pendidikan agama di sekolah khusus anak pria di selatan London. Bulan bulan pahala menjadi bulan penuh kenangan bagi lelaki yang kemudian memakai nama Idris Tawfiq ini, lantaran pada bulan suci itulah ia menemukan Islam dan memeluk agama Islam hingga sekarang.
Di Inggris, kata Idris, semua siswa mendapatkan pelajaran ihwal enam agama utama yang dianut masyarakat dunia. Sebagai kepala bidang pendidikan agama, Idris yang ketika itu belum masuk Islam bertanggungjawab untuk memperlihatkan mata pelajaran ihwal agama Kristen, Yudaisme, Budha, Islam, Sikh dan Hindu. Ia hanya menjelaskan perbedaan keenam agama tersebut dan tidak mereferensikan siswanya untuk memeluk salah satu dari keenam agama tersebut.
Idris tentu saja harus membaca aneka macam warta ihwal Islam sebelum memperlihatkan pelajaran ihwal agama Islam pada para siswanya. Karena pernah berkunjung ke Mesir dan melihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat Muslim, Idris mengaku respek dengan Muslim yang menurutnya ramah dan lembut. Di sekolahnya sendiri, sebagian siswanya yaitu Muslim dan banyak dari mereka yang berasal dari negara-negara Arab.
Idris ingat, beberapa hari sebelum bulan Ramadhan, beberapa siswanya yang Muslim mendekatinya dan bertanya apakah mereka sanggup memakai kelas Idris untuk keperluan salat, kebetulan kelas daerah Idris mengajar berkarpet dan mempunyai wastafel. Meski peraturan sekolah di Inggris dikala itu tidak memberi ijin siswa untuk melakukan peribadahan di sekolah.
Idris mengijinkan seruan siswanya itu. Tapi kepala sekolah mengharuskan seorang guru hadir untuk mengawasi kelasnya dikala dipakai untuk salat. “Saya belum menjadi seorang muslim ketika itu, tapi Allah bekerja dengan caranya yang sangat istimewa, memperlihatkan contoh-contoh sederhana dalam kehidupan untuk menciptakan keajaiban dalam hidup kita,” tukas Idris.
Maka, selama bulan Ramadhan itu, pada waktu makan siang, Idris duduk di belakang menyaksikan siswanya yang Muslim salat dzuhur, ashar dan salat jumat berjamaah. Apa yang dilihatnya ternyata menjadi pembuka jalan bagi Idris untuk mengenal Islam. Idris jadi tahu bagaimana seorang Muslim shalat dan ia sanggup mengingat beberapa bacaan salat meksi ia tak paham artinya. Oleh lantaran itu, usai Ramadan, Ia tetap membolehkan siswanya yang Muslim untuk salat di dalam kelasnya hingga bulan pahala tahun berikutnya.
Kali ini, Idris yang masih belum masuk Islam, ikut berpuasa sebagai bentuk solidaritas terhadap siswanya yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Ketika itulah keinginannya untuk masuk Islam semakin besar lengan berkuasa dan sehabis bulan Ramadhan itu, Idris memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, menjadi seorang Muslim.
“Alhamdulillah, saya menjadi seorang muslim. Tapi itu dongeng lain. Apa yang dicontohkan para siswa saya yang Muslim telah membawa saya menjadi seorang muslim. Sejak itu, saya ikut shalat berjamaah bersama mereka, sebagai soerang mualaf,” ungkap Idris.
Ramadhan tahun berikutnya yaitu Ramadhan pertama bagi Idris sebagai seorang Muslim. “Ramadhan pertama itu sangat istimewa. Di final bulan Ramadhan, saya bersama para siswa menggelar buka puasa bersama. Untuk meraih malam Lailatul Qadar, saya bersama para siswa itikaf di sekolah,” kenang Idris ihwal Ramadhan pertamanya.
Usai jam sekolah dikala Ramadhan, sambil menunggu waktu berbuka, Idris dan para siswanya yang Muslim menyaksikan film bersama ihwal kehidupan Rasulullah Saw. Usai shalat maghrib berjamaah, mereka membuka bekal makananan dan minuman masing-masing yang dibawa dari rumah dan saling aneka macam dengan yang lainnya.
Saat Idris menjalankan ibadah puasa Ramadhan pertamanya sebagai Muslim, ketika itu masyarakat Inggris sedang dilanda Islamofobia lantaran gres saja terjadi kejadian serangan 11 September 2001 di AS. Banyak warga Inggris yang curiga pada Islam dan Muslim. Tapi alhamdulillah, beberapa guru non-Muslim di sekolahnya tiba dan mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Kepala sekolah bahkan membawakan mereka kurma untuk berbuka, lantaran dari siswanya yang Muslim ia tahu bahwa Rasulullah Muhammad Saw selalu berbuka dengan makan kurma.
Idris mengakui, menjalankan ibadah puasa Ramadhan di negara non-Muslim tidak mudah. “Seringkali kita menjadi satu-satunya orang yang berpuasa. Setelah berbuka, tidak ada acara istimewa apalagi jika letak masjid sangat jauh,” ujar Idris.
“Tapi, malam-malam di Ramadhan pertama saya sebagai muslim yaitu malam yang sangat istimewa yang tidak akan saya lupakan. Saya sanggup memberikan pesan Islam pada semua yang hadir disana bahwa Ramadhan yaitu bulan yang penuh kegembiraan dan penuh persaudaraan yang sangat menyentuh hati kita, Alhamdulillah,” tukas Idris menutup kisah pengalaman Ramadhan pertamanya sebagai seorang yang gres masuk Islam.