Oleh: Mukhlis Ilyas, Lc.
Tepat 26 Desember 2013 yang lalu, sembilan tahun sudah peristiwa gempa bumi dan tsunami Aceh yang dahsyat terjadi. Dua ratus ribu lebih rakyat Aceh meninggal akhir terjangan ombak raksasa dan air maritim yang tak terhentikan cepatnya.
Tragedi yang dahsyat itu mengundang perhatian seluruh penduduk bumi, semua mata terfokus pada satu Propinsi yang terletak di ujung pulau Sumatera ini. Para ulama, donatur dan relawan dari aneka macam penjuru turut menyumbangkan pikiran, harta, tenaga untuk meringankan derita yang dialami rakyat Aceh pada dikala itu. Banyak rakyat yang stress berat akhir peristiwa ini, sebagian dari mereka ada yang tinggal sebatang kara, ada yang cacat bahkan ada yang meninggal sesudah beberapa bulan tsunami terjadi.
Kaum Orientalis, Sepilis dan ajaran-ajaran sesat lainnya pun tak ketinggalan memanfaatkan event ini. Mereka dengan gencarnya menaburkan paham-paham sesat di negeri Serambi Mekah. Mereka bak serigala berbulu domba. Berpura-pura baik di depan khalayak ramai, namun kenyataannya memiliki misi dan niat yang menghanyutkan.
Berbagai derita dan serangan yang dihadapi rakyat Aceh selama ini. Untuk meringankan derita rakyat yang sudah berlalu sembilan tahun ini tentunya tidak harus menanti setiap tanggal 26 Desember tiba. Terlalu usang bagi mereka menanti tibanya hari tersebut.
Bentuk kepeduliaan untuk rakyat Aceh tidaklah selamanya harus berupa uang dan materi. Sebenarnya banyak hal lain yang bisa dilakukan menyerupai proteksi moril contohnya. Manakala penerapan syariat Islam yang masih jauh dari kata tepat dan kehadiran kaum sepilis(sekularisme, pluralisme dan liberalisme) yang ikut memperkeruh suasana. Maka, proteksi untuk penerapan syariat Islam yang sesuai aturan bahwasanya sangatlah diharapkan. Bila tidak, akan olok-olok atas aturan Islam, yang mustahil akan menjadi pengundang bencana selanjutnya.
Rakyat Aceh sepatutnya mendukung penerapan syariat Islam dan harus bisa mencounter segala serangan-serangan sesat yang ada dengan menanamkan kembali nilai-nilai keislaman yang sesuai dengan fatwa Allah dan Rasul-Nya. Didik kembali para pemuda-pemudi dan belum dewasa Aceh yang akan menjadi pemegang tongkat estafet selanjutnya. Karena merekalah yang akan memilih baik buruknya masa depan Aceh.
Maka sangatlah kita harapkan biar rakyat Aceh kembali ke koridor semula. Sebagai rakyat yang bermarwah dan bernuansa Islami. Semoga tsunami Sembilan tahun yang kemudian menjadi alarm bagi kita untuk selalu mengingat Allah dari kelalaian dunia. Sebagaimana masjid yang kokoh berdiri di tengah puing-puing bangunan yang runtuh akhir terjangan ombak raksasa, begitu pula kekokohan dan istiqamah kita dalam mengingat Allah Swt. Wallahua a’lam.