Sunday 8 March 2020

Hukum Perempuan Shalat Berjamaah Dimasjid

Perempuan ke Masjid


Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Sebagian kaum muslimah rajin melaksanakan shalat Tarawih di masjid, bahkan ada yang pergi ke masjid tanpa izin suami, ada juga yang bunyi mereka terdengar bercerita di dalam masjid. Apakah aturan shalat mereka? Apakah mereka wajib ke masjid?

Shalat Tarawih tidak wajib, baik bagi pria maupun bagi perempuan. Hukumnya sunnat, kedudukannya tinggi dan pahalanya besar di sisi Allah Swt. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw memerintahkan mereka dengan tekad yang kuat, kemudian Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan lantaran keimanan dan hanya mengharapkan jawaban dari Allah Swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu”.

Siapa yang melaksanakan shalat Tarawih dengan khusyu’ dan tenang, penuh keimanan dan hanya mengharapkan jawaban dari Allah Swt, melaksanakan shalat Shubuh pada waktunya, maka sungguh ia telah melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan dan ia layak mendapat jawaban pahala orang-orang yang menghidupkan malam-malam Ramadhan.

Ini meliputi pria dan perempuan. Hanya saja shalat perempuan lebih afdhal di rumah daripada di masjid, selama kepergiannya ke masjid itu tidak ada manfaat lain selain shalat saja, jikalau ada manfaat lain menyerupai mendengarkan kajian agama, atau pelajaran ilmu, atau mendengarkan bacaan al-Qur’an dari qari’ yang khusyu’ dan baik, maka kepergiannya ke masjid dengan tujuan-tujuan ini lebih baik dan afdhal. Terlebih lagi kebanyakan suami di zaman ini tidak mengajarkan pendalaman pedoman Islam kepada istri mereka, andai mereka mempunyai kemauan, mereka tidak mempunyai kemampuan di bidang pengetahuan agama Islam. Maka hanya masjidlah sumber utama untuk itu, oleh lantaran itu perempuan mesti diberi kesempatan, tidak boleh dihalangi antara perempuan dan rumah Allah Swt. Apalagi banyak perempuan jikalau dibiarkan menetap di rumah, mereka tidak ada kemauan untuk melaksanakan shalat Tarawih sendirian di rumah, berbeda jikalau berada di masjid dan dilaksanakan secara berjamaah.

Keluarnya perempuan dari rumah –meskipun ke masjid- mesti ada izin dari suami, lantaran suami yaitu kepala rumah tangga, penanggung jawab keluarga. Wajib patuh kepada suami, selama tidak memerintahkan meninggalkan kewajiban atau melaksanakan perbuatan maksiat, jikalau demikian maka tidak wajib mendengarkan perintahnya dan tidak wajib mematuhinya.

Laki-laki tidak berhak melarang istrinya pergi ke masjid jikalau istrinya ingin pergi ke masjid, tidak ada larangan perihal itu. Imam Muslim meriwayatkan:
لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ

Janganlah kau larang perempuan-perempuan hamba-hamba Allah Swt (ke) masjid-masjid rumah-rumah Allah Swt”.

Yang mencegah berdasarkan syariat Islam, contohnya suami dalam keadaan sakit, sangat membutuhkan biar istri tetap berada di rumahnya melayani dan melaksanakan semua kebutuhan suami. Atau ada belum dewasa kecil yang mendatangkan mudharat jikalau ditinggalkan di rumah selama shalat dan tidak ada yang menjaga mereka, dan uzur-uzur lainnya yang masuk akal.

Jika belum dewasa menimbulkan keributan di masjid, mengganggu orang-orang yang shalat lantaran menangis dan berteriak-teriak, maka selayaknya belum dewasa tidak dibawa dikala shalat. Karena hal itu, meskipun dibolehkan pada shalat lima waktu lantaran waktunya singkat, tidak layak dilakukan pada shalat Tarawih lantaran waktunya panjang dan belum dewasa tidak sabar terhadap ibu mereka pada waktu yang usang tersebut.

Adapun perempuan bercerita di dalam masjid, sama menyerupai laki-laki, tidak boleh mengeraskan bunyi kecuali jikalau diharapkan untuk itu. Terlebih lagi cerita-cerita urusan dunia. Masjid didirikan bukan untuk itu, akan tetapi untuk ibadah dan ilmu.

Wanita yang mempunyai semangat untuk menjalankan agama biar menjaga lidahnya di rumah Allah Swt biar tidak mengganggu orang yang melaksanakan shalat atau majlis ilmu. Jika perlu untuk bicara, maka hendaklah dengan bunyi yang pelan dan sesuai kebutuhan. Tidak keluar dari perilaku menjaga harga diri dalam hal bicara, pakaian dan cara berjalan.

Disini saya ingin memberikan kalimat yang santun bahwa sebagian suami terlalu cemburu kepada istri sehingga menekan, tidak mendukung perilaku perempuan pergi ke masjid, meskipun ada dinding yang tinggi yang memisahkan antara pria dan perempuan, yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah Saw dan para shahabatnya, dinding yang sanggup menghalangi perempuan mengetahui gerakan imam melainkan dengan bunyi dan pendengaran. Ada sebagian pria yang tidak mau bercerita di masjid, mereka tidak mengizinkan orang lain membisikkan satu kata ke indera pendengaran istrinya, meskipun itu dalam urusan agama. Ini yaitu perilaku yang kurang santun, cemburu yang dicela sebabagaimana yang dinyatakan dalam hadits:
إِنَّ مِنَ الْغَيْرَةِ مَا يُحِبُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمِنْهَا مَا يُبْغِضُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

Sesungguhnya sebagian dari cemburu itu ada yang disukai Allah Swt dan ada pula yang dimurkai Allah Swt”, yaitu cemburu yang bukan pada sesuatu yang meragukan.

Kehidupan moderen telah membuka banyak pintu bagi perempuan. Perempuan bisa keluar rumah ke sekolah, kampus, pasar dan lainnya. Akan tetapi tetap tidak boleh untuk pergi ke kawasan yang paling baik dan paling utama yaitu masjid. Saya menyerukan tanpa rasa sungkan, “Berikanlah kesempatan kepada perempuan di rumah Allah Swt, biar mereka sanggup menyaksikan kebaikan, mendengarkan pesan yang tersirat dan mendalami agama Islam. Boleh menunjukkan kesempatan bagi mereka selama tidak dalam perbuatan maksiat dan sesuatu yang meragukan. Selama kaum perempuan keluar rumah dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari fenomena Tabarruj (bersolek ala Jahiliah) yang dimurkai Allah Swt”.

Walhamdu lillah Rabbil’alamin.
banner
Previous Post
Next Post