Friday, 18 October 2019

Apa Kabar Syariat Islam Di Aceh?

*Muhammad Syukran 
Mesjid Raya Baiturrahman (sumber foto: instagram @dakwah_islampedia)

Apa kabar syariat Islam di Aceh hari ini? Melihat kantor Dinas Syariat dan Mahkamah Syar’iyah masih berdiri kokoh, polisi Wilayatul Hisbah (WH) pun masih rajin berjaga-jaga dan patroli, juga masyarakatnya yang masih beraktivitas sehari-hari. Ini pertanda bahwa pelaksanaan syariat Islam di Aceh masih hidup dan akan terus berumur panjang selama perangkat-perangkat tersebut masih ada.

Penerapan syariat Islam di Aceh selalu menjadi perbincangan hangat, bahkan yang sudah bertahun-tahun tertutup bubuk pun akan hangat kembali bila diulas dengan banyak sekali sudut pandangan. Banyak sumber memberitakan bahwa Aceh menerapkan syariat Islam semenjak tahun 2001 sampai sekarang. Sungguh ini sangat keliru, sedikit kita buka lembaran sejarah bahwa Aceh sudah menerapkan syariat Islam jauh sebelum para penjajah datang.

Hingga Sultan Iskandar Muda menjadi pola teladan bagi para pemimpin.  Saat Sultan Iskandar Muda memutuskan aturan rajam kepada anak kandungnya. Banyak yang mengusulkan eksekusi cadangan untuk anaknya tersebut selaku pewaris tahta, tapi demi memastikan tegaknya syariat Islam perilaku tegas harus tetap berlaku untuk keluarganya sendiri.

Sebuah pola teladan yang patut diikuti oleh pemimpin kita dikala ini, perilaku patriot yang sangat tegas dari seorang pemimpin yang tidak kenal perbedaan dalam menegakkan sebuah aturan. Sikap yang sudah hampir mustahil kita dapati lagi pada pemerintahan di masa kebangkrutan moral menyerupai dikala ini.

Tulisan ini bukan ingin meninggikan daerah Aceh di atas daerah lain. Tapi melihat kita bangsa Indonesia yang dominan beragama Islam sudah sepatutnya berjalan sesuai syariat Islam. Mustahil syariat Islam diterapkan oleh agama lain. Bahkan tak sedikit mereka non-Muslim yang menjalankan aturan Islam. Seperti halnya ibadah puasa, banyak non-Muslim yang menyebabkan puasa sebagai solusi kesehatan bagi yang bermasalah pada berat tubuh dan sakit. Berkhitan juga menjadi rekomendasi para dokter di Barat untuk menghindari penyakit berbahaya yang menewaskan banyak nyawa.

Sumber foto instagram @vijhefajar20


Dua tahun kemudian ada seorang dokter yang meneliti setiap gerakan dan waktu shalat. Terbukti bahwa setiap gerakan shalat berefek baik pada kesehatan manusia. Juga penetapan waktu shalat sendiri juga mempunyai diam-diam di baliknya yang bermanfaat bagi kesehatan. Ini pertanda bahwa Islam agama yang sangat manusiawi lagi insani. Ini bukan berarti bahwa ibadah yang diamalkan umat Islam bertujuan untuk kesehatan tapi ada kesehatan dalam ibadah yang Allah perintahkan.

Bukan semata-mata untuk kesahatan jasmani tapi juga rohani. Banyak yang mendapat ketenangan dikala shalat, jiwanya terasa tenang dan tentram selepas takbiratulihram. Bukti keesaan Allah semoga hambanya sadar bahwa ibadah yang dilakukan bukan untuk Sang Pencipta saja.

Saat Tsunami melanda bumi Serambi Mekah tahun 2004 silam, di tengah panasnya konflik yang tak berkesudahan. Aceh hanya meminta hak otonomi daerah yaitu menjalankan syariat Islam dan pengelolaan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Tapi konflik terus berlanjut sampai Tsunami datang. Seolah Allah memberi arahan semoga pertikaian antar sesama dihentikan. Korban yang meninggal jawaban terjangan gelombang lebih banyak dari korban yang gugur di medan perang. Tapi kesedihan itu tak selamanya, move on terus dilakukan semoga tak berlama-lama dalam duka.

Kini Aceh sudah move on dari masa lalu. Menatap jauh ke depan lebih utama, melihat pembangunan yang signifikan dan pendidikan kian berbenah. Gelar istimewa yang disandang sebagai daerah syariat Islam membuat Aceh terus menjadi sorotan. Tak sedikit yang mengkritik dan memberi pujian, tapi semua itu yakni bumbu yang diperlukan sanggup membangun kembali sosok Aceh dikala masa jayanya.

Berbicara perihal syariat Islam, masyarakat Aceh yang dominan Islam tak pernah mendiskriminasi non-Muslim yang tinggal di dalamnya. Toleransi tetap terlihat menawan setiap harinya. Syariat Islam tidak membuat persaudaraan terputus dan rasa kasih sayang hilang diantara makhluk. Ada banyak negara yang sudah menyebabkan syariat Islam sebagai ladasan hukum, salah satunya Kerajaan Brunei Darussalam. Negara terhormat bersama kedaulatannya, dengan berlaku syariat Islam di sana masyarakatnya terasa tenang dan sentosa.

Syariat Islam di Aceh dikala ini sudah sangat bagus. Masyarakat sangat mendukung setiap qanun-qanun yang ditetapkan. Kabarnya akan ada qanun jinayat gres yang akan disahkan. Walaupun terdengar kritik pedas di sana-sini, ada yang menyampaikan qanun-qanun itu berlaku hanya untuk kalangan wanita, dan orang tak berkuasa saja. Laki-laki dan keluarga pejabat sukar ditemui di mahkamah bila tersandung kasus. Sehingga timbul opini dari masyarakat, bila syariat Islam sanggup dipermaikan menyerupai aturan negara lantas untuk apa selama ini diperjuangkan.

Sumber foto instagram @acehmarketer


Ketika Aceh sudah diberikan hak otonomi daerah sebagai salah satu provinsi yang diistimewakan, tidak semestinya masyarakat buta dengan aturan negara. Dengan adanya syariat Islam berarti masyarakat Aceh menjalankan dua peraturan sekaligus. Berkat doa dan santunan dari banyak kalangan semua itu masih tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Hukum negara yang ditetapkan pemerintah bertujuan untuk memudahkan segala urusan masyarakat, mulai dari bangkit sampai tidur kembali. Sama halnya dengan tujuan syariat Islam yang menjamin kenyamanan bagi pelaksananya. Ada beberapa kalangan yang menyampaikan aturan negara yang dikala ini dijalankan sangat anti-Islam atau dibentuk tanpa dasar yang jelas. Padahal bila diteliti lebih lanjut, dalam peraturan negara terimpilkasi syariat Islam di dalamnya. Syariat Islam tidak hanya seputar kenyamanan bersama tapi juga individu.

Syariat Islam tidak hanya seputar jilbab miras zina dan pakaian ketat saja. Aktivitas sehari-hari haruslah bersyariat jua. Ada banyak hal kecil yang disepelekan, menyerupai menipu, ugal-ugalan, mencaci, dan merusak lingkungan. Itu juga termasuk hal-hal kecil yang berefek besar bagi individu. Misalnya larangan berbohong yang sangat fatal dilakukan seorang Muslim, ugal-ugalan yang sanggup membahayakan nyawa.

Kita sanggup melihat salah satu peraturan tertib lampu kemudian lintas yang ada di jalan raya. Ada tiga warna yang diberi makna di setiapnya. Merah tandanya berhenti, hijau boleh berlalu dan kuning tanda untuk berhati-hati. Untuk anak taman kanak-kanak (TK) tiga warna ini sudah tak asing, pasalnya guru sering mengulang semoga bawah umur tidak lupa serta peka untuk menjadi warga negara yang baik.

Mustahil rasanya anak yang masih duduk di Taman Kanak-kanak menerobos si lampu merah. Karena untuk sanggup berkendara ria di jalan hanya orang cukup umur yang sudah mempunyai izin mengemudi. Banyak orang beranggapan ini hanya aturan pemerintah saja bukan aturan agama Islam. Padahal dalam al-Quran Allah berfirman, “wa laa tulqu bi aidikum ila tahlukah” dan “wa laa taqtulu anfusakum” yang berarti larangan membunuh diri.

Sumber foto: instagram @suarsocial

Lampu merah yang hidup pertanda ada jalan lain yang sedang dilalui banyak kendaraan, sehingga kita yang di seberang harus berhenti semoga tidak terjadi kecelakaan. Ini bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat semoga tetap aman. Ketika seorang menerobos lampu merah kemudian  tertabrak sehingga meninggal sama halnya ia bunuh diri. Memang benar nyawa seseorang sudah diatur tapi kita diberikan kesempatan untuk menjaga nyawa tersebut semoga tak mati sia-sia.

Sudah banyak jiwa melayang lantaran kelalaian kita. Seperti halnya peraturan di atas, sudah banyak korban kecelakaan yang cacat sampai tewas. Ini disebabkan kepekaan kita terhadapan keselamatan diri sangat kurang, sehingga menganggap peraturan dibentuk hanya untuk disepelekan.

Di Aceh sendiri tingkat kecelakaan sangat tinggi hampir setara dengan kota-kota besar di Indonesia. Padahal masyarakatnya hidup dalam nilai syariat Islam, tapi masih banyak masyarakat yang belum terlalu paham maksud dan tujuan dari penerapan syariat Islam itu sendiri. Sepertinya pemerintah perlu lebih ulet mensosialisasikan pada masyarakat, betapa pentingnya syariat Islam itu dalam kehidupan. Begitupun selaku warga negara yang baik sudah sepantasnya kita mendukung dengan cara menghargai setiap kebijakan yang ada.

Itulah yang disebut proses, Aceh kini beda dengan dahulu. Dengan banyaknya tantangan zaman serta fenomena kehidupan, setiap kita sedang berguru menyebabkan syariat Islam tetap berdiri. Jika terdapat kekurangan disana-sini semoga suatu dikala sanggup sama-sama kita sempurnakan. Lantas dengan berdirinya syariat Islam di Aceh tidak menyebabkan masyarakatnya luput dari kesalahan. Syariat Islam hakikatnya bertujuan untuk membuat kehidupan yang tenang dan sejahtera bagi pelaksana dan sekitarnya.       

*Penulis yakni Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Mesir.

banner
Previous Post
Next Post