Oleh: Muhammad Syukran*
Saya berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan syaithan yang terkutuk. Awal mula goresan pena ini dengan nama Allah Swt, segala hakikat ialah milik-Nya. Begitu pun rahmat dan inayat dalam kehendak-Nya. Sungguh dusta bila diri ini mengaku segala yang diusahakan ialah hasil jerih payah. Shalawat serta salam kepada Al-Amiin, Baginda Nabi Muhammad Saw. petunjuk umat ke shiraathal mustaqiim. Siapa yang masih berjalan dalam kegelapan wajib bagi kita untuk mengajak bukan malah kasar diri menjadi hakim.
(Image: Instagram @fadeldawod) |
Sungguh indah Islam ini bila semua pemeluknya menjalankan syariat sebagaimana yang diperintahkan. Bukan sekedar mengharap nirwana atau akibat pahala semata, tapi benar-benar dari hati yang nrimo mengharap ridha-Nya. Beramal tanpa ilmu ialah sesat, berilmu tapi tak bederma ialah pencuri. Mengerjakan segala yang Allah perintah dan meninggalkan segala yang dilarang, ialah semboyan sakral nan resmi dalam Islam.
Sebenarnya sudah banyak yang membahas perihal ini, bukan hanya dari risalah, makalah atau artikel saja. Para ulama juga tak tanggung-tanggung mengarang kitab khusus duduk perkara ini. Mulai dari madah, sirah hingga syarah. Semua itu bukan untuk mempertegas argumen atau pendapat, tapi urgensitas yang menuntut supaya para penerus tahu dan kenal siapa nabinya. Sehingga dengannya rasa cinta terhadap nabi menjadi penyemangat mukmin dalam beribadah. Terbukti banyak ketika ini alasannya tak mengenal nabi banyak yang salah menyimpulkan makna dalil-dalil.
Walaupun goresan pena ini akan menjadi tumpukan tak bermakna, tapi tak menyulut semangat saya. Mengingat di sebelah juga asyik mengemukakan opini pribadinya, maka saya rasa tidak adil bila hanya duduk terdiam menjadi penonton saja. Bersuara bentuk sebuah pergerakan, bergerak tanda kita belum mati dan bernyawa. Walau bukan ulama, saya mengikuti ulama alasannya kesadaran diri yang menciptakan saya mengenal siapa saya dan siapa ulama. Dari ulama pula saya mengenal sosok mulia al-Mujtaba, Nabi Muhammad Saw.
Sejak Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah menguasai Mesir tahun (362-579) mereka sebetulnya telah menyelenggarakan perayaan terhadap kelahiran Nabi Muhammad Saw. Namun, sejarawan Muslim ketika menyebut orang pertama yang menyelenggarakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad Saw. mereka niscaya mengatakan, ia ialah Malik al-Mudzafar Abu Sa’id Kaukabari, penguasa Ibril pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi. Ini dikarenakan perayaan yang diadakannya resmi, besar, mulia dan istimewa, dibandingkan perayaan yang pernah diselenggarakan oleh Dinasti Fatimiyah sebelumnya. Beliau sangat memperhatikan dan mengistimewakan terhadap perayaan tersebut.
Adapun masyarakat Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal, sedangkan Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal. Yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja’far Shadiq. Yang tidak merayakan Maulid Nabi, ialah dominan non-Muslim dan sebagian Muslim yang meyakini Maulid Nabi Bid’ah.
Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani berkata, "Tak layak bagi seorang cerdik bertanya: 'Mengapa kalian memperingati Maulid?' alasannya seakan-akan dia bertanya: 'Mengapa kalian bergembira dengan lahirnya Rasulullah?'”. Seorang yang menyangka bahwa mensucikan Nabi Muhammad Saw. termasuk dari sikap syirik maka dia ialah seorang yang jahil, alasannya Allah Swt. telah meninggikan derajat Baginda Saw. dan menggandengkan nama Nabi Muhammad dengan nama-Nya.
Maka tidak ada satu pun yang masuk Islam kecuali dengan bersyahadat “Laa ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah”. Ketahuilah bahwa semua amalanmu tidak akan baik kecuali dengan mengasihi Nabi Muhammad Saw. Sekiranya Allah mengagungkan Nabi Muhammad Saw. dengan mengikat komitmen dengan para nabi terdahulu supaya beriman kepada Baginda Saw. maka umat yang terpilih menjadi pengikut ia Saw. harusnya lebih mengasihi dan mengagungkan beliau.
Berikut nasab Nabi Muhammad Saw: ia ialah Abul Qasim Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Nadzar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mundhar bin Nazar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Adnan dari keturunan Nabi Ismail As. anak dari Nabi Ibrahim As.
Banyak cara untuk mengekspresikan rasa cinta dan berakhlak baik kepada Rasulullah. Seperti yang dikatakan Syekh Dr. Abu al-Hasan Nuruddin Ali Jum’ah al-Azhari Hafizhahullah, “Seseorang yang senantiasa melantunkan pujian-pujian kepada baginda Rasulullah, maka akan dibuka pintu hatinya untuk selalu akrab dan cinta kepada Rasulullah SAw.
Ada sebuah cerita tiba dari Sultan Abdul Hamid ketika membangun jalur kereta Istanbu-Hijaz. Saat mendekati Madinah, Sultan bingung, alasannya bunyi kereta ketika itu amat kencang. Sehingga dicari solusi dengan menaruh alas plastic pada rel kereta untuk mengurangi bunyi dentuman rel dan roda kereta. Sang Sultan melaksanakan itu alasannya budbahasa kepada Rasulullah Saw. dan penduduk Madinah.
Perayaan Maulid ialah satu diantara sekian banyak sarana dan ekspresi cinta kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. Tentunya, mereka yang tak bermaulid pun punya program tersendiri mengekspresikan cintanya. Bisa jadi, yang tak bermaulid lebih besar cinta dan lebih dalam kernduannya disbanding yang bermaulid. Bisa juga sebaliknya. Namun titik kesamaannya adalah: kita mempunyai satu cinta yang sama meski bermacam-macam ekspresi yang berbeda.
Tak perlu berdebat soal aturan maulid. Bukan perkara wajib, bukan pula perkara yang keji. Namun yang pasti, Rasulullah tentu gembira melihat umatnya bersatu, tanpa pandang alirannya, dibanding mendapati sesama umatnya yang sibuk bertengkar, rebut dan saling caci maki.
Lupakan perdebatan. Fokuslah pada persatuan. Kesamaan kita jauh lebih banyak dibanding perbedaan. Sesama manusia, sesama Muslim. Itu lebih cukup untuk mengapa harus bersatu, bergandengan tangan dan hidup serasi tanpa cacian. Malu, sungguh malu, meneriakkan jargon Bhineka dan toleransi. Namun, terhadap perbedan sesama saudara Muslim saja tak becus mengatasi.
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a, seorang lelaki bertanya kepada Nabi Muhammad Saw perihal hari kiamat, “Kapankah datangnya hari kiamat?” Nabi Saw. balik bertanya, “Apa yang telah Engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Laki-laki tersebut menjawab, “Belum ada, selain (modal) kecintanku kepada Allah dan Rasul-Nya.” Nabi Saw berkata, “Anta ma’a Man Ahbabta), Engkau bersama yang kau cintai.” (HR al-Bukhari).
Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya ketika menukil perkataan Imam Hasan al-Bashri, “Wahai anak Adam, jangan hingga kau terbuai oleh kalimat al-Mar’u ma’a man ahabba, seseorang bersama yang ia cintai. Karena engkau tidak akan berjumpa dengan orang-orang mulia yang berbakti (al-Abraar) kecuali dengan berusaha bederma menyerupai mereka. Bukankah orang-orang Yahudi dan Kristen juga mengklaim cinta kepada para Nabi mereka? Namun mereka tidaklah bersama para Nabi itu. Ini menjadi aba-aba bahwa dengan hanya bermodal legalisasi tanpa merealisasikan sebagian amal atau seluruhnya, maka legalisasi itu tidaklah bermanfaat.
Baca juga: Apa Kabar Syariat Islam di Aceh?
Syekh Abdullah Izzuddin Al-Azhary pernah berkata bahwa sejatinya memperingati maulid ialah wasilah untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah Saw. yang mulai terkikis pada generasi ketika ini. Berbeda halnya ketika masa para sobat dan shalafussalih yang tingkat kecintaan mereka telah tepat kepada beliau. Syekh Abdullah Izzuddin menyebutkan bahwa bila cinta kepada Rasulullah Saw. ialah wajib, maka memperingati maulid dengan tujuan yang baik pun ialah suatu keharusan, sebagaimana dalam kaidah fikih "Alwasaailu Laha Ahkamul Maqasid".
Cinta yang nrimo akan menhadirkan konsekuensi amal dan perilaku. Jika seseorang mengasihi Rasulullah Saw., Ahlul Bait, para sobat radhiallahu 'anhum, tentu ia akan berusaha meneladani budpekerti dan sikap mereka. “Lau kunta haqqan hubbuhu la atha’tahu, inna al-muhiba liman yuhibbu muthii’un, “Kalau kau benar-benar mencintainya, tentu kau akan mentaatinya, alasannya pecinta kepada yang dicintainya akan selalu patuh”.[]
*Penulis ialah mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.