Thursday 31 October 2019

Syarah Ushul Tsalatsah [2]

 bahwa wajib bagi kita untuk mempelajari empat masalah Syarah Ushul Tsalatsah [2]
4 KEWAJIBAN BAGI SETIAP MUSLIM


TERJEMAH MATAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara, yaitu:
1. Ilmu, maksudnya yaitu mengenal Allah dan Nabi-Nya serta agama Islam dengan dalil-dalil sebagai dasarnya.
2. Mengamalkannya.
3. Mendakwahkannya.
4. Sabar atas gangguan di jalan ilmu, amal dan dakwah.

Dalilnya yaitu firman Allah Ta’ala :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

وَالْعَصْرِ
(1) Demi masa.
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

(2) Sesungguhnya insan itu benar-benar dalam kerugian,

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

(3) kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, nasehat-menasehati supaya melaksanakan kebenaran serta nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
لَوْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلاَّ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَكَفَتْهُمْ
Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah bagi makhluk-Nya selain surat ini, tentulah surat tersebut telah cukup bagi mereka.”

Dan Imam Al-Bukhari Rahimahullahu Ta’ala, menyampaikan :
بَابُ الْعِلْمِ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ
Bab : Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan”.

Dalilnya firman Allah Ta’ala :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
Maka ketahuilah bahwa bergotong-royong tiada sesembahan (yang
haq) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan terlebih dahulu untuk cendekia 1 sebelum ucapan dan perbuatan”.



PENJELASAN

Dari ucapan sang penulis kitab Tsalatsatul Ushul ,Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah di atas, sanggup dijelaskan sebagai berikut :

A. Penjalasan QS. Al-'Ashr dan 4 kewajiban bagi setiap muslim

Kesimpulan Dalil :
Surat tersebut menyampaikan kewajiban mempelajari empat masalah dan mengamalkan tuntutannya, yaitu: ilmu, amal, dakwah dan sabar di atas ketiga jalan tersebut.

Alasan Pendalilan :
Dalam Surat ini, Allah Ta'ala mengabarkan bahwa semua orang merugi, binasa, terancam siksa2 kecuali orang yang bersifat dengan empat sifat tersebut.
Dan Allah Ta'ala kabarkan bahwa keempat sifat tersebut yaitu kepercayaan (tidaklah sanggup didapatkan kepercayaan kecuali dengan ilmu Syar'i, serta kepercayaan itu ilmu dan amal, zhahir maupun hati), amal, dakwah dan sabar
Sedangkan terhindar dari kerugian, kebinasaan, dan siksa yaitu suatu masalah yang wajib dilakukan, padahal dalam Kaedah Fiqhiyyah disebutkan:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Suatu masalah yang sebuah kewajiban tidak sanggup terealisasi kecuali dengannya,maka aturan masalah tersebut juga wajib”.
Dengan demikian, biar kita terlepas dari kerugian, maka wajib kita bersifat dengan keempat sifat tersebut, setidaknya sebatas kadar wajib dari masing-masingnya.
Faedah:
Sesungguhnya apa yang ditunjukkan oleh Surat ini meliputi masalah yang wajib dan masalah yang sunnah, namun kesimpulan yang dimaksud oleh penulis rahimahullah adalah sebatas masalah yang wajib saja dari keempat sifat tersebut, lantaran dia mengatakan:
Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara”, sehingga hal ini menyampaikan bahwa dalil (QS. Al-'Ashr ) lebih umum dari kesimpulan dalil yang dimaksud oleh penulis.
Cara berdalil yang menyerupai ini sah-sah saja, lantaran cara ini telah dipakai oleh Salafush Sholeh dalam berdalil.


Karena ilmu Syar'i, amal sholeh, dakwah dan kesabaran yang dimaksud oleh sang penulis Syaih Muhammad At-Tamimi rahimahullah adalah kadar yang wajib -tepatnya fardhu 'ain-, maka dari itulah kita perlu mengetahui kadar fardhu 'ain dalam keempat masalah tersebut.

Maksudnya, ilmu apa saja yang kategori fardhu 'ain, amal apa yang wajib dilakukan, serta dakwah dan sabar yang bagaimana yang termasuk wajib dilakukan?

Dengan mengetahui hal itu, kita sanggup memahami apa saja kewajiban kita, baik dalam menuntut ilmu Syar'i, beramal, berdakwah maupun bersabar.


Kadar wajib dari keempat perkara

1. Ilmu Syar'i
Ulama telah menjelaskan bahwa aturan menuntut ilmu terbagi menjadi tiga macam, yaitu : fardhu 'ain, fardhu kifayah dan mustahab.
Adapun yang dimaksud penulis yaitu ilmu yang fardhu 'ain, yaitu yang terkait dengan mengenal Allah dan Nabi-Nya dan agama Islam, sebagaimana dia jelaskan maksud ilmu di dalam risalah beliau:
Ilmu, yaitu mengenal Allah dan Nabi-Nya dan agama Islam dengan dalil-dalil sebagai dasarnya..

Dan inti definisi ilmu fardhu ‘ain adalah:
Ilmu yang bila tidak diketahui oleh seorang hamba, menyebabkannya
tidak sanggup menunaikan kewajibannya, sehingga ia terjatuh ke dalam dosa. [Silahkan baca keterangan lebih lanjut di :https://muslim.or.id/24642-skala-prioritas-dalam-belajar-agama-Islam-1-ilmu-fardhu-ain.html]
Maka wajib bagi seorang muslim dan muslimah untuk mengenal perihal Allah bahwa Dia satu-satunya Rabb semesta alam, satu-satunya Pencipta dan Pemelihara seluruh makhluk, Sang Pemberi rezeki, Yang Menghidupkan dan Mematikan makhluk-Nya yang hal ini menuntut penetapan bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan Yang Berhak disembah, dan dihentikan dipersekutukan dengan suatu apapun.
Disamping itu, seorang muslim dan muslimah wajib mempelajari perihal Islam yang sanggup menjadi bekal untuk menunaikan kewajibannya dalam beribadah kepada Allah, sehingga ia sanggup beribadah di atas dasar ilmu yang benar.


Seorang muslim dan muslimah juga wajib pula mengetahui bahwa Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu seorang utusan Allah yang membawa agama Islam yang tepat untuk seluruh jin dan manusia, dan dia wajib ditaati, dan wajib pula diterima agama yang dibawanya. Kitapun harus meyakini bahwa fatwa dia yaitu Tauhid, yaitu mengesakan Allah dan memberantas kesyirikan.


2. Mengamalkan ilmu Syar'i
Hukum mengamalkan ilmu Syar'i ada yang wajib -baik fardhu 'ain maupun fardhu kifayah-, dan ada pula yang mustahab (sunnah). Dan yang dimaksud penulis di sini yaitu amal yang hukumnya fardhu 'ain, yaitu: mengamalkan ilmu yang fardhu 'ain. Sedangkan mengamalkan ilmu yang sunnah, maka hukumnya sunnah pula.

3. Mendakwahkan ilmu Syar'i dan pengamalannya
Ulama rahimahumullah berselisih pendapat perihal aturan berdakwah, sebagian ulama ada yang beropini hukumnya fardhu 'ain, namun sebagian ulama yang lainnya menyatakan fardhu kifayah.
Pendapat yang terkuat, sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

الدعوة إلى الله تجب على كل مسلم ، لكنها فرض على الكفاية ، وإنما يجب على الرجل المعين من ذلك ما يقدر عليه إذا لم يقم به غيره
Dakwah mengajak insan kepada Allah hukumnya wajib bagi setiap muslim, akan tetapi jenis wajibnya yaitu fardhu kifayah.
Sedangkan bagi orang tertentu menjadi fardhu ('ain) bila tidak ada seorangpun yang berdakwah (di daerah itu)” [Majmu'ul Fatawa:15/166]3
Dengan demikian, aturan dakwah ilallah yaitu fardhu kifayah, namun sanggup menjadi fardhu 'ain dalam kondisi tertentu.
Jika telah ada sekolompok kaum muslimin yang melaksanakan dakwah tersebut, maka bagi kaum muslimin lainnya hukumnya sunnah.

4. Bersabar di jalan ilmu Syar'i, amal dan dakwah
Hukum bersabarpun juga bermacam-macam, ada yang hingga wajib dan ada pula yang sunnah (mustahab).
Dan yang dimaksud penulis yaitu sabar yang wajib, yaitu:
Sabar dalam melaksanakan kewajiban, meninggalkan keharaman dan sabar dalam menghadapi petaka dan taqdir Allah yang memilukan.
Sabar yang wajib dalam menghadapi petaka dan taqdir Allah yang memilukan maksudnya yaitu seseorang mencegah dirinya dari melaksanakan atau mengucapkan sesuatu yang menyampaikan kebenciannya terhadap apa yang ditaqdirkan oleh Allah untuknya dan petaka yang menimpanya, berupa hati tidak sanggup mendapatkan kenyataan, ekspresi berkeluh kesah kepada manusia, tangan membanting barang, memukul orang lain tanpa alasan yang benar, dan yang lainnya.

Adapun sabar dalam melaksanakan masalah yang sunnah dan dalam meninggalkan masalah yang makruh, maka hukumnya yaitu sunnah4.


B. Penjelasan perkataan Imam Syafi'i

Surat Al-'Ashr ini walaupun terdiri hanya tiga ayat, namun hakekatnya meliputi seluruh kebaikan dan seluruh tingkatan kesempurnaan insan secara global dan mendorong seorang hamba untuk meraih kebaikan dan kesempurnaan tersebut.
Berkata Imam Asy-Syafi'i rahimahullah tentang surat ini:
لَوْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلاَّ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَكَفَتْهُمْ
Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah bagi makhluk-Nya selain surat ini, tentulah surat tersebut telah cukup bagi mereka.”


لو فكّر الناس كلهم في هذه السورة لكفتهم
Kalau seandainya seluruh insan memikirkan surat ini, maka tentunya hal itu akan cukup bagi mereka! [Majmu'ul Fatawa: 28/152, At-Tibyan : 57, Ighotsatul Lahfan: 1/25, dan Mas`alutus Sima': 404, dinukil dari Taisirul Wushul : 17, Syaikh Nu'man]

Maksud : “ cukup bagi mereka” yaitu cukup mendorong mereka untuk selamat dari kerugian dengan cendekia Syar'i, berinfak sholeh, bersabar, dan berdakwah.

Maksudnya:
Seandainya seorang hamba merenungkan kandungan surat ini dengan baik, maka akan mendapatkan kesimpulan bahwa semua orang akan merugi kecuali yang bersifat dengan empat sifat tersebut, tentunya hal ini cukup mendorong seseorang untuk bersifat dengannya, lantaran setiap orang yang berfithroh dan berhati lurus tidaklah ingin berstatus merugi!
Sedangkan Allah Ta'ala kabarkan bahwa keempat sifat tersebut yaitu kepercayaan (ilmu Syar'i), amal, dakwah dan sabar, berarti harus ada masalah yang diimani dan diilmui, harus ada pula masalah yang diamalkan, dan didakwahkan serta harus mengetahui tentangbagaimana itu sabar!
Sehingga seseorang yang memikirkan Surat yang agung ini, tertuntut untuk mempelajari keimanan dan amal sholeh, mempelajari fikih dakwah dan ilmu perihal sabar secara terperinci dan mengamalkan tuntutannya!
Surat ini hakekatnya menjadi nasehat yang menyeluruh biar seseorang biar menjadi tepat dan sanggup menyempurnakan orang lain.

C. Penjelasan perkataan Imam Al-Bukhari

Imam Al-Bukhari Rahimahullahu Ta’ala berdalil atas kepingan yang dia susun, yaitu : “Bab : Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan, dengan membawakan Firman Allah Ta’ala :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
Maka ketahuilah bahwa bergotong-royong tiada sesembahan (yang
haq) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19).

Kesimpulan Dalil :
Ayat ini menyampaikan bahwa wajibnya mendahulukan cendekia sebelum berucap dan berbuat.5

Maksudnya, seorang hamba dalam beragama Islam, sebelum berucap dan beramal, wajib untuk mempunyai ilmu perihal apa yang akan diucapkan atau diamalkannya.

Alasan Pendalilan :
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan terlebih dahulu untuk cendekia pada petikan ayat :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah bahwa bergotong-royong tiada sesembahan (yang
haq) selain Allah”.
sebelum ucapan dan perbuatan, yang ditunjukkan oleh petikan ayat:
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
Dan mohonlah ampunan atas dosamu”.

Perintah istighfar di dalam ayat ini meliputi ucapan dan perbuatan, lantaran maksud istighfar disini yaitu mencari lantaran ampunan Allah, baik dengan doa istighfar yang diiringi amal hati berupa keinginan terhadap ampunan Allah, maupun dengan melaksanakan perbuatan penyebab didapatkannya ampunan Allah, menyerupai bertaubat dan berinfak sholeh.
Tafsir istighfar yang menyerupai ini, disebutkan oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa'di rahimahullah dalam kitab Tafsirnya,

وقوله: { وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ } أي: اطلب من الله المغفرة لذنبك، بأن تفعل أسباب المغفرة من التوبة والدعاء بالمغفرة، والحسنات الماحية، وترك الذنوب والعفو عن الجرائم.

Dan firman Allah :
{ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ }
Dan mohonlah ampunan atas dosamu”
Maksudnya yaitu: carilah ampunan dari Allah atas dosamu, dengan melaksanakan sebab-sebab ampunan berupa bertaubat, berdo'a memohon ampun, melaksanakan kebaikan pelebur dosa dan meninggalkan dosa dan memaafkan tindakan kriminal”.

Sehingga tepatlah pendalilan Imam Al-Bukhari Rahimahullahu Ta’ala atas kepingan yang dia susun, yaitu : “Bab : Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan, dengan membawakan ayat ini.

(Bersambung, in sya Allah)

Referensi terjemah matan :





1. Al-Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al-Ilm, kepingan 10
2. Tabari : “Binasa dan kekurangan”, Baghawi : “Kerugian dan kekurangan”, Ibnu Katsir : “Kerugian dan binasa”, Al-Fara' : “Siksa”
3. https://Islamqa.info/ar/177381
4. http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=11029&PageNo=1&BookID=2&languagename=
5. Lihat : Syarh Tsalatsatul Ushul, Syaikh Muhammad Sholeh Al-'Utsaimin.
banner
Previous Post
Next Post