MUQODDIMAH KE-2 :
Berisikan perihal kewajiban mempelajari dan mengamalkan 3 perkara.
MATAN
Berkata penulis rahimahullah :
Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu– bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah mempelajari dan mengamalkan tiga hal berikut ini
PERKARA PERTAMA
Allah-lah yang membuat dan memberi rezki kepada kita dan tidak membiarkan kita terlantar, tetapi mengutus seorang rasul kepada kita.
Barangsiapa yang mentaatinya, ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang mendurhakainya, ia akan masuk neraka. Dalilnya yaitu firman Allah Ta’ala:
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولًا (١٥)
فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kalian seorang rasul sebagai saksi atas kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada fir'aun, kemudian fir'aun mendurhakainya, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang berat.” [QS. Al-Muzzammil [73]: 15-16].
[Sampai disini ucapan Penulis rahimahullah, mari kita simak penjelasannya].
PENJELASAN
MUQODDIMAH KE-2 :
Berisikan perihal kewajiban mempelajari dan mengamalkan 3 perkara.
Perkara pertama berisikan 2 point, yaitu :
Point Pertama
1. Tentang Tauhid Rububiyyah
Bahwa Allah-lah yang membuat kita dan memberi rizki kepada kita.
Allah berfirman bahwa Dia-lah Sang Pencipta segala sesuatu:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
(62) Allah membuat segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.[QS. Az-Zumar:62].
Dalam ayat lainnya, Allah berfirman bahwa Dia-lah Sang Pemberi rezeki:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
(58) Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rezeki, Yang mempunyai Kekuatan lagi Maha Sempurna dalam setiap sifat-sifat-Nya.[QS. Adz-Dzariyyat:58].
Point kedua
2. Allah Ta'ala mengutus Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kepada kita, dan ia wajib kita taati, dan juga perihal ancaman orang yang mendurhakai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
Allah, disamping membuat kita dan memberi rezeki kepada kita, kemudian tidak membiarkan kita begitu saja, tanpa perintah dan larangan, tanpa petunjuk bagaimana beribadah kepada-Nya.
Tetapi Allah mengutus seorang rasul kepada kita untuk menjelaskan bagaimana beribadah kepada-Nya semata dengan menyampaiakan kabar, perintah dan larangan.
Oleh lantaran itu Utusan Allah yang diutus kepada kita ini wajib kita taati, dan haram kita mendurhakainya,
Dalilnya yaitu firman Allah Ta'ala :
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ رَسُولًا (15)
فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا (16)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kalian seorang rasul yang menjadi saksi terhadap kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada fir'aun , maka fir'aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzzammil: 15-16).
Alasan Pendalilan :
Dalam ayat ke-15, Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia mengutus seorang Rasul (Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam) kepada kita.
Sedangkan dalam ayat ke-16 disebutkan bahwa ketika fir’aun mendurhakai Rasulullah Musa 'alaihis salaam, maka ia disiksa dengan siksaan yang berat, maka diqiyaskan (disamakan hukumnya) dengan orang yang mendurhakai Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dari kalangan umat ini. Bahwa barangsiapa yang mendurhakai Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam juga akan mendapat siksa yang berat.
PERKARA KEDUA
MATAN
Berkata penulis rahimahullah :
“Kedua : Bahwa Allah tidak ridho dipersekutukan dengan sesuatu apapun dalam peribadatan (seorang hamba) yang ditujukan kepada-Nya, baik dengan malaikat yang didekatkan (kedudukannya)
atau dengan seorang Nabi yang diutus.
Dalilnya yaitu firman Allah Ta’ala :
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sebenarnya masjid-masjid itu hanyalah kepunyaan Allah, lantaran itu janganlah kalian menyembah sesuatu apapun (di dalamnya) di samping (menyembah) Allah.” [QS. Al-Jin : 18].”
[Sampai disini ucapan Penulis rahimahullah, mari kita simak penjelasannya].
PENJELASAN
Alasan Pendalilan :
Dalam ayat ini terdapat dua bentuk keumuman, yaitu:
1. Keumuman Pertama:
Keumuman larangan beribadah dalam bentuk apapun (ucapan maupun perbuatan) kepada selain Allah.
Karena dalam kata kerja {...فَلَا تَدْعُوا} terdapat “mashdar yang nakiroh pada konteks kalimat larangan” yang memperlihatkan keumuman cakupan makna kata kerjanya (Ad-Du'aa`/menyembah), yaitu: meliputi do'a duduk kasus (berdo'a) maupun do'a ibadah (beribadah selain berdo'a). Sehingga makna :
{فَلَا تَدْعُوا...}
adalah “janganlah kalian menyembah selain Allah, baik dengan ibadah dalam bentuk berdo'a kepada selain Allah, maupun ibadah lainnya (selain ibadah do'a) kepada selain Allah”.
2. Keumuman Kedua:
Keumuman sesembahan selain Allah yang terlarang disembah.
Karena dalam {فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا} disebutkan kata
{أَحَدًا} “nakiroh (tidak ber alif lam) dalam konteks kalimat larangan”, maka memperlihatkan keumuman sesembahan selain Allah yang terlarang disembah, baik itu dari kalangan manusia, jin maupun yang lainnya selain Allah.
Dengan demikian maksud:
{فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا}
jika digabungkan dua makna umum ini yaitu:
karena itu janganlah kalian menyembah sesuatu apapun (baik jin, manusia, malaikat, rasul, dan makhluk lainnya) di samping (beribadah kepada) Allah, dalam bentuk apapun ibadah tersebut.
PERKARA KETIGA
MATAN
Berkata penulis rahimahullah :
“Ketiga: Orang yang menta'ati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengesakan Allah Ta'ala, maka dihentikan baginya cinta (wala`) kepada orang yang memusuhi Allah Ta'ala dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, walaupun mereka yaitu kerabat terdekatnya.
Dalilnya yaitu firman Allah Ta’ala :
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau belum dewasa atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang (Allah) telah meneguhkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan donasi yang tiba dari-Nya. Dan dimasukan oleh-Nya mereka ke dalam nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka, dan merekapun merasa ridho terhadap-Nya (atas limpahan rahmat-Nya). Mereka itulah golongan (yang dimuliakan oleh) Allah. Ketahuilah, bahwa sebenarnya hizbullah itu yaitu golongan yang beruntung. [QS. Al-Mujaadilah:22].”
PENJELASAN
PERKARA KETIGA : Tidak bolehnya cinta (wala`) kepada orang yang memusuhi Allah Ta'ala dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan dalil QS. Al-Mujaadilah:22
Alasan Pendalilan :
Didalam ayat yang agung ini terdapat peniadaan, yaitu:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Maksudnya : “(Wahai Rasulullah Muhammad), engkau tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya”
Menurut ulama Balaghah dan Ushul, peniadaan (nafyun) itu lebih mengena dalam pelarangan daripada sebatas larangan (nahyun) semata, sehingga abolisi disini hakekatnya mengandung larangan. Dan aturan asal sesuatu yang ditiadakan oleh Allah yaitu haram.
Adapun dalam ayat ini maksud abolisi keimanan di sini disamping memperlihatkan keharaman,
, juga sanggup memperlihatkan ketidaksahan/ batalnya keimanan dalam kondisi tertentu,
atau
bisa pula memperlihatkan ketidaksempurnaan iman dengan rusaknya kadar iman yang wajib pada kondisi lainnya.1
Dalam ayat ini juga sanggup diambil pelajaran bahwa ciri khas keimanan yang benar yaitu tidak cinta setia (wala`) kepada orang-orang kafir dan musyrikin.
Oleh lantaran itu barangsiapa yang mengaku beriman, namun didapatkan dirinya berwala`/cinta setia kepada orang-orang kafir dan musyrikin, hendaklah ia mengusut imannya, lantaran berwala`/cinta setia kepada orang-orang kafir dan musyrikin itu sanggup mengakibatkan imannya hilang seluruhnya atau kemungkinan berikutnya sanggup melemahkan keimanannya, tergantung seberapa besar kadar wala`nya tersebut!
Petikan ayat tersebut selanjutnya yaitu:
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“...sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau belum dewasa atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka...”
Maksudnya yaitu walaupun orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, orang-orang kafir dan musyrikin tersebut yaitu orang-orang terdekat dari kaum yang beriman, baik ditinjau dari sisi orang renta dan ke atas (ushul), anak dan ke bawah (furu'), saudara (a'wan) ataupun kerabat ('asyiroh), dengan demikian tertiadakan seluruh korelasi kekerabatan dengan segala macamnya, lantaran hakekatnya ayat ini bukanlah membatasi khusus orang-orang yang disebutkan saja dalam ayat tersebut, tapi meliputi semua kalangan yang mempunyai sifat memusuhi Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Balasan dan kebanggaan bagi seorang mukmin yang benar wala` dan bara`nya
Hal ini disebutkan dalam final ayat tersebut, yaitu:
أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah orang-orang yang telah (Allah) meneguhkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan donasi yang tiba dari-Nya. Dan dimasukan oleh-Nya mereka ke dalam nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa ridho terhadap -Nya (atas limpahan rahmat-Nya). Mereka itulah golongan (yang dimuliakan oleh) Allah. Ketahuilah, bahwa sebenarnya hizbullah itu yaitu golongan yang beruntung.
Balasan dan kebanggaan Allah terhadap orang-orang yang benar wala` dan bara`nya, yaitu:
1. Allah meneguhkan iman mereka sehingga tidak ragu-ragu dan tidak goncang.
2. Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya, dan dengan Quran dan hujjah yang ada didalamnya.
3. Mereka mendapat kehidupan yang senang di nirwana dengan mendapat apa saja yang mereka inginkan sebagai akhir sewaktu di dunia tatkala mereka senang dengan taat kepada Allah
4. Bahkan mereka mendapat kenikmatan yang terbesar, yaitu: diridhoi oleh-Nya dan tidak dimurkai selamanya!
5. Merekapun mendapat kepuasan yang abadi, lantaran mereka ridho terhadap Allah atas banyak sekali macam nikmat yang dilimpahkan kepada mereka oleh-Nya dengan puncak keridhoan.
6. Mereka mendapat kemuliaan sebagai golongan Allah, yaitu : golongan khusus yang Allah muliakan.
7. Mendapatkan keberuntungan yang hakiki di dunia dan keberuntungan yang infinit di akherat.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa dalam ayat tersebut terdapat :
سر بديع ، وهو أنه لما سخطوا على القرائب والعشائر في الله عوضهم الله بالرضا عنهم ، وأرضاهم عنه بما أعطاهم من النعيم المقيم ، والفوز العظيم ، والفضل العميم
Rahasia yang indah, yaitu: tatkala orang-orang yang beriman membenci kerabat dan keluarga di jalan Allah, maka Allah ganti untuk mereka berupa keridhoan Allah terhadap mereka dan Allah pun menjadikan mereka ridho terhadap-Nya lantaran Allah telah memperlihatkan kepada mereka kenikmatan infinit dan keberuntungan besar dan karunia yang menyeluruh! [Tafsir Ibnu Katsir].
Inilah yang disebut : “Al-Jaza` min jinsil 'amal”, bahwa akhir itu sejenis dengan amalan!
Aqidah Al-Wala` dan Al-Bara` yaitu salah satu dari pokok agama Islam, oleh lantaran itu para ulama ketika mendefinisikan Islam menyampaikan :
الاستسلام لله بالتوحيد و الانقياد له بالطاعة و البراءة من الشرك و أهله
Islam yaitu berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan dan bara`terhadap syirik dan pelakunya.,
Aqidah Al-Wala` dan Al-Bara` ini juga merupakan serpihan dari makna kalimat Tauhid, lantaran kalimat Tauhid (لا إله إلا الله) mengandung dua rukun : abolisi (nafyun) dan (penetapan) itsbat.
Rukun abolisi pada (لا إله) menuntut kebencian terhadap kesyirikan, kemunafikan dan kekafiran, benci kepada musuh Allah (musyrikin, kafirin dan munafiqin).
Sedangkan rukun penetapan pada ( إلا الله) menuntut cinta terhadap Allah, cinta kepada aliran Allah (Tauhid) dan cinta kepada orang yang mentauhidkan Allah.
Bahkan Al-Wala` dan Al-Bara` yaitu termasuk aliran agama seluruh para rasul 'alaihimush shalatu was salam.
Definisi Al-Wala` dan Al-Bara`
Al-Wala` pada asalnya yaitu cinta dalam hati, kemudian diikuti tuntutannya yang menggambarkan kecintaan hati, baik berupa ucapan maupun perbuatan, menyerupai : menolong, memuliakan, menjadikan sahabat, menjadikan sebagai pemimpin dan mengikuti dalam kebaikan.
Adapun Al-Bara' pada asalnya yaitu benci dalam hati, kemudian diikuti tuntutannya yang menggambarkan kebencian hati, baik berupa ucapan maupun perbuatan, menyerupai : memusuhi, tidak menjadikan sahabat dan pemimpin, mengkafirkan orang kafir dan memeranginya pada kondisi yang disyari'atkan untuk memeranginya.
Al-Wala` dan Al-Bara` mempunyai padanan istilah, yaitu: Al-Muwalah dan Al-Mu'adah, Al-Hubbu fillah dan Al-Bughdhu fillah, ketiga istilah tersebut hakekatnya sama maknanya.
Para ulama dalam mendefinisikan Al-Wala` dan Al-Bara` berbeda-beda ungkapannya, namun hakekatnya tidak saling bertentangan.
- Definisi Al-Wala` yang menyeluruh yaitu menyayangi Allah dan segala sesuatu yang Allah cintai, baik Tauhid maupun Ahli Tauhid, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maupun kaum mukminin, serta amal sholeh.
- Definisi Al-Bara` yaitu membenci seluruh kasus yang dibenci oleh Allah, baik kekufuran maupun orang kafir, kebid'ahan dan jago bid'ah, serta kemaksiatan maupun pelaku maksiat.3
Dengan demikian barangsiapa yang menyayangi Allah, berarti berwala` kepada Allah, dan apabila hati seseorang menyayangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti ia dikatakan berwala` kepada beliau, demikian pula kepada kaum mukminin.
Allah Ta'ala berfirman :
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
(55) Sesungguhnya penolong ka lian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
(56) Dan barangsiapa menyayangi Allah (dengan taat kepada-Nya), menolong Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka sebenarnya golongan (yang dimuliakan) Allah itulah yang niscaya menang.[QS. Al-Maaidah: 55 & 56].
Maksudnya yaitu barangsiapa yang menyayangi dan taat kepada Allah, menolong Rasul-Nya dan kaum mukminin, maka sebenarnya pengikut (agama) Allah itulah yang niscaya menang.
Adapun definisi Al-Wala` dan Al-Bara`yang banyak dibawakan ulama dalam pembahasan Tauhid, menyerupai dalam beberapa syarah Tsalatsatul Ushul dan menyerupai fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah berikut ini:
الولاء والبراء معناه محبة المؤمنين وموالاتهم، وبغض الكافرين ومعاداتهم، والبراءة منهم ومن دينهم
Al-Wala` dan Al-Bara` maknanya yaitu menyayangi mukminin dan berwala kepada mereka, serta membenci orang-orang kafir dan memusuhi mereka, benci kepada mereka dan agama mereka.4
Definisi di atas dan yang semacamnya ini sebenarnya fokus kepada duduk kasus Tauhid dan konsekwensinya, lantaran memang Tauhid yaitu dasar agama Islam ini dan aliran Islam selainnya merupakan hak, kesempurnaan dari Tauhid dan kasus yang terkait dengan Tauhid.
Hukum Al-Wala` (Al-Muwalah) kepada orang-orang kafir dan musyrikin
Hukum Al-Muwalah terbagi menjadi dua macam:
1. Al-Muwalah Al-Kubro (At-Tawalli)
Patokannya yaitu menyayangi kekafiran/syirik atau menyayangi orang kafir/musyrik disertai menyayangi kekafiran/syirik atau menolong orang-orang kafir menghadapi orang-orang mukmin dengan tujuan menangnya agama kekafiran mengalahkan agama Islam, maka hukumnya kufur akbar yang apabila ini dilakukan oleh seorang muslim, maka ia murtad (keluar dari agama Islam).
Muwalah yang menyerupai inilah yang dimaksud didalam QS. Al-Maaidah: 51.
2. Al-Muwalah Ash-Sughro (Al-Muwalah)
Mencintai kafirin dan musyrikin lantaran urusan dunia atau lantaran yang semisalnya, asalkan tidak ada unsur menolong kafirin dan musyrikin demi menangnya agama kekafiran dan mengalahkan agama Islam!5
Perbuatan ini hukumnya diharamkan dan pelakunya berdosa.
Dalilnya yaitu QS. Al-Mumtahanah : 1.
Mengapa dihentikan wala` kepada orang-orang kafir dan musyrikin?
Berkata Syaikh Sholeh Alusy Syaikh rahimahullah dalam kitabnya Syarhu Tsalatsatil Ushul , hal. 43:
“Kewajiban (seorang mukmin) yaitu menjadi sosok mukmin yang menyayangi Allah 'Azza wa Jalla dan Rasul-Nya serta kaum mukminin. Tidak boleh terdapat kasih sayang kepada orang kafir didalam hatinya, walaupun lantaran urusan dunia.
Jika ia berinteraksi dengan kaum musyrikin atau orang-orang kafir dalam urusan dunia, maka itu hanyalah interaksi lahiriyyah semata tanpa kecondongan atau kecintaan hati! Mengapa demikian?
Alasannya:
Seorang musyrik menyimpan hati yang mencela (merendahkan) Allah 'Azza wa Jalla, (hakekatnya) seorang musyrik itu merendahkan Allah 'Azza wa Jalla dengan sikapnya, lantaran ia menyekutukan Allah dengan sesembahan selain-Nya.
Seorang mukmin yang berwala` kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, tentunya tidaklah mungkin di dalam hatinya terdapat kasih sayang kepada seorang musyrik yang membawa kesyrikan. Wal 'iyadzu billah!”.
Bara` terhadap orang-orang kafir dan musyrikin bukan berarti perintah untuk menzholimi mereka!
Syaikh Bin Baz rahimahullah saat menjelaskan perihal makna Al-Wala` dan Al-Bara` , bahwa maknanya yaitu menyayangi mukminin dan berwala kepada mereka, serta membenci orang-orang kafir dan memusuhi mereka, benci kepada mereka dan agama mereka, beliaupun menjelaskan makna yang salah dari Al-Bara`, ia berkata:
“Makna benci dan memusuhi mereka bukanlah engkau boleh menzholimi mereka atau berbuat melampui batas kepada mereka apabila mereka tidak memerangi (kaum muslimin)!
Akan tetapi maknanya yaitu engkau membenci dan memusuhi mereka dalam hati, dan jangan hingga mereka menjadi sahabat (teman dekat) kamu! Namun, janganlah kau mengganggu mereka, jangan melaksanakan sesuatu yang membahayakan mereka, dan jangan pula menzholimi mereka.
Apabila mereka mengucapkan salam, maka balaslah ucapan salam tersebut, dan kau nasehati mereka, kau arahkan mereka kepada kebaikan”.
Beliau juga menjelaskan :
“Janganlah seorang mukmin berbuat melampui batas kepada mereka dan janganlah menzholimi mereka meskipun (hatinya) membenci dan memusuhi mereka di jalan Allah.
Disyari'atkan bagi seorang mukmin mendakwahi mereka supaya menyembah Allah, mengajarkan (kebaikan) kepada mereka dan menuntun mereka kepada kebenaran, semoga Allah memberi hidayah kepada mereka dengan sebabnya untuk meniti jalan kebenaran. Tidak terlarang bershodaqoh kepada mereka dan berbuat baik kepada mereka, lantaran Allah 'Azza wa Jalla berfirman :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
(8)Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian lantaran agama(kalian) dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
[QS. Al-Mumtahanah : 8].6
Demikian pula, kita boleh berinteraksi dengan mereka dalam urusan dunia yang mubah, seperti: jual beli yang halal, dan kitapun wajib memenuhi perjanjian yang diperbolehkan dalam Islam. Silakan baca dua serial artikel “Bagaimana berinteraksi dengan non muslim?” di http://muslim.or.id/27099-bagaimana-berinteraksi-dengan-non-muslim-1.html
Wallahu a'lam.
Petikan ayat tersebut selanjutnya yaitu:
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“...sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau belum dewasa atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka...”
Maksudnya yaitu walaupun orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, orang-orang kafir dan musyrikin tersebut yaitu orang-orang terdekat dari kaum yang beriman, baik ditinjau dari sisi orang renta dan ke atas (ushul), anak dan ke bawah (furu'), saudara (a'wan) ataupun kerabat ('asyiroh), dengan demikian tertiadakan seluruh kerabat dengan segala macamnya, lantaran hakekatnya ayat ini bukanlah membatasi khusus orang-orang yang disebutkan saja dalam ayat tersebut, tapi meliputi semua kalangan yang mempunyai sifat memusuhi Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Balasan dan kebanggaan bagi seorang mukmin yang benar wala` dan bara`nya
Hal ini disebutkan dalam final ayat tersebut, yaitu:
أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah orang-orang yang telah (Allah) meneguhkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan donasi yang tiba dari-Nya. Dan dimasukan oleh-Nya mereka ke dalam nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa ridho terhadap -Nya (atas limpahan rahmat-Nya). Mereka itulah golongan (yang dimuliakan oleh) Allah. Ketahuilah, bahwa sebenarnya hizbullah itu yaitu golongan yang beruntung.
Balasan dan kebanggaan Allah terhadap orang-orang yang benar wala` dan bara`nya, yaitu:
1. Allah meneguhkan iman mereka sehingga tidak ragu-ragu dan tidak goncang.
2. Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya, dan dengan Quran dan hujjah yang ada didalamnya.
3. Mereka mendapat kehidupan yang senang di nirwana dengan mendapat apa saja yang mereka inginkan sebagai akhir sewaktu di dunia tatkala mereka senang dengan taat kepada Allah
4. Bahkan mereka mendapat kenikmatan yang terbesar, yaitu: diridhoi oleh-Nya dan tidak dimurkai selamanya!
5. Merekapun mendapat kepuasan yang abadi, lantaran mereka ridho terhadap Allah atas banyak sekali macam nikmat yang dilimpahkan kepada mereka oleh-Nya dengan puncak keridhoan.
6. Mereka mendapat kemuliaan sebagai golongan Allah, yaitu : golongan khusus yang Allah muliakan.
7. Mendapatkan keberuntungan yang hakiki di dunia dan keberuntungan yang infinit di akherat.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa dalam ayat tersebut terdapat :
سر بديع ، وهو أنه لما سخطوا على القرائب والعشائر في الله عوضهم الله بالرضا عنهم ، وأرضاهم عنه بما أعطاهم من النعيم المقيم ، والفوز العظيم ، والفضل العميم
Rahasia yang indah, yaitu: tatkala orang-orang yang beriman membenci kerabat dan keluarga di jalan Allah, maka Allah ganti untuk mereka berupa keridhoan Allah terhadap mereka dan Allah pun menjadikan mereka ridho terhadap-Nya lantaran Allah telah memperlihatkan kepada mereka kenikmatan infinit dan keberuntungan besar dan karunia yang menyeluruh! [Tafsir Ibnu Katsir].
Inilah yang disebut : “Al-Jaza` min jinsil 'amal”, bahwa akhir itu sejenis dengan amalan!
(Bersambung, in sya Allah)
Referensi terjemah matan :
https://www.ayohijrah.net//search?q=al-ushul-ats-tsalatsah-dan-terjemah dengan perubahan seperlunya.
2. Diolah dari Syarah Tsalatsatul Ushul dan At-Tamhid, Syaikh Sholeh Alusy Syaikh dan Al-Wala` wal Bara` fil Islam, Syaikh Sholeh Al-Fauzan, fatwa Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin.
3. Disimpulkan dari fatwa Syaikh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin dalam Majmu' Fatawanya (http://shamela.ws/browse.php/book-12293/page-628)
4. http://www.binbaz.org.sa/fatawa/1757
6. http://www.binbaz.org.sa/fatawa/1757