Monday, 4 November 2019

Memahami Cara Berpikir Pengarang Kitab Al-Ajurumiyyah

Oleh: Hendri Julian Ibrahim
ajurry.com

Benarlah bahwa tak cukup lembaran jikalau harus menceritakan jalan hidup para ulama dalam literatur peradaban dunia. Cara berpikir, kepribadian, bahkan konstribusi mereka sangatlah sarat akan keilmiahan dan penting untuk disampaikan pada generasi kita. Semua itu menjadi manfaat, baik dalam bentuk rujukan ataupun ibrah dalam menjalani kehidupan.

Salah satu ulama yang paling banyak memberi bantuan dalam literatur arab klasik yakni Ibnu Ajurrum pengarang kitab al-Jarrumiyyah dalam gramatikal arab (nahwu).

Nama dia yakni Abu Abdillah Muhammad bin Daud al-Shinhaji. Shinhaji merupakan nisbah untuk nama desa di Maroko. Ibnu Ajurrum lahir pada 672 H dan wafat pada pada 10 Safar 723 H serta dimakamkan di Bab al-Jadid di dalam kota Maroko.

“Aku melihat goresan pena Ibnu Makhtum dalam Tazkirahnya; bahwa Muhammad bin al-Shinhaji Abu Abdillah yakni seorang Ahlu Fas (Maroko), dikenal dengan Akrum (اكروم) atau Ajurrum (اجروم) yang bermakna Seorang Sufi yang Fakir dalam bahasa Barbar.” Jalaluddin Al-Suyuthi.

Guru Beliau 
- Abu Abdillah bin al-Qasshab
- Abu al-Qasim Muhammad bin Muhammad bin Abd al-Rahim bin Abd al-Rahman bin al-Thayyib al-Qaisi al-Dharir al-Khadarawy.

Murid Beliau 
- Muhammad bin Ali bin Umar al-Ghassani al-Nahwi
- Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Khadarawy
- Abu al-Makarim Muhammad Mandil (Anaknya)
- Ahmad bin Muhammad bin Syuaib
- Muhammad bin Abd al-Rahman bin Saad al-Tamimy

Karangan Beliau 
- Al-Muqaddimah al-Ajurrumiyyah 
- Faraid al-Ma’ani fi Syarh Hizr al-Amany
- Al-Bari’ fi Qiraah Nafi’

Mazhab Beliau dalam Ilmu Nahwu

Dalam ilmu nahwu ada dua mazhab yang paling terkenal, yaitu mahzab dari Madrasah Bashrah dan Madrasah Kuffah. Sedang setelah diteliti lebih jauh bahwa Ibnu Ajurrum lebih condong kepada mazhab ahlul Kuffah (Kuffiyyun).

Imam al-Suyuthi menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi bukti otentik bahwa Ibnu Ajurrum yakni seorang Kuffiyun. Sebagai misalnya bahwa Ibnu Ajurrum memakai istilah yang sama menyerupai yang dipakai ulama-ulama Kuffah, sedang Ulama Bashrah tidak pernah menggunakannya bahkan kadang kala mereka menentang. Seperti :

- Ibnu Ajurrum menulis istilah Khafd (خفض) dalam kitab dia dan bukan Jar (جار) sebagaimana yang sering digunanakan oleh Bashrah.
- Kalimat Amar (الامر) berdasarkan Ibnu Ajurrum yakni Majzum, dan secara lahirnya yakni Mu’rab (معرب). Sedang ulama Bashrah menyampaikan bahwa Amar yakni Mabni (مبني) dan bukan Mu’rab (معرب).
- Ibnu Ajurrum memasukkan Kaifama (كيفما) sebagai salah satu dari Amil Jazim.

Pemikiran Global Beliau

Walaupun dia seorang Kuffiyyun, adakalanya dia juga berbeda pendapat dengan Ahlul Kuffah dan memihak kepada Ahlul Bashrah. Dan berikut hal-hal yang ketika dia seide dengan Ahlul Kuffah atau sebaliknya.

Sejalur dengan Pemikiran Ahlul Kuffah

1. Fi’il Amar Mu’rab dan Majzum dengan karakter Lam yang disembunyikan (muqaddarah). Karena berdasarkan ulama Kuffah bahwa asal dari Isim dan Fi’il adalah ‘Irab. Berbeda dengan Ahlul Bashrah yang membagi Fi’il Amar Mabni dengan Sukun.

2. Ibnu Ajurrum menyebutkan Kaifama (كيفما) sebagai Amil Jawazim, yaitu menyampaikan kepada Hal (حال) yang mengandung makna Syarth (الشرط). Sedang dalam Mazhab Ahlul Bashrah bahwa Kaifama (كيفما) yakni belahan dari Adawath Syarth dan bukan Amil Jawazim.

3. Beliau memakai istilah Khafd (خفض) dalam kitab dia dan bukan Jar (جار) sebagaimana yang sering digunanakan oleh Bashrah.

4. Beliau menggukan istilah al-Na’t (النعت) . Sedang ulama Kuffah memakai al-Washf (الوصف) atau al-Shifah (الصفة).

5. Ibnu Ajurrum menyebutkan 2 kali huruf-huruf Khafd, namun dia sama sekali tidak menyebutkan karakter Kay (كي), padahal berdasarkan ulama Bashrah karakter tersebut masuk dalam karakter Jar. Hal ini dikarenakan bahwa Kay (كي) dalam perspekstif ulama Kuffah hanya sebagai karakter Nashab saja.

Sejalur dengan Pemikiran Ahlul Bashrah

1. Ibnu Ajurrum memakai istilah Ahlul Bashrah menyerupai al-Dhamir (الضمير) dan al-Mudhmar (المضمر). Sedangkan Ahlul Kuffah memakai istilah al-Kinayah (الكناية) dan al-Makniy (المكني) .

2. Beliau memasukkan Hatta (حتئ) sebagai belahan dari karakter Athaf (العطف). Sedangkan Ahlul Kuffah mengingkari hal tersebut.

3. Dalam belahan Istisna (الاستثناء), dia menyebutkan bahwa al-Kalam al-Tam al-Manfi (الكلام التام المنفي) boleh menjadi Badal (البدل) dan Nashab kepada Istisna ataupun Badaliyyah. Dan ini yakni model fatwa ulama Bashrah. Sebab dalam literatur Kufiyyun bahwa hal tersebut hanya boleh menjadi Badal Min Kul dan Athaf Nasaq; karena Illa menurut kuffiyyun hanya ada pada Istisna saja dan ia hanya pada posisi La (لا) al-Athifah, yaitu penyebutan setelah illa (الا) membedakan sesuatu yang sebelumnya dengan sesuatu sesudahnya.

4. Beliau menyebutkan pada Dhanantu Wa Akhawatuha (ظننت و أخواتها) untuk menashabkan Mubtada dan Khabar yang berposisi sebagai dua Maf’ul. Sedang dalam mazhab Kufiyyun bahwa khabar Kana dan Maf’ul kedua dari Dhanantu adalah Nashab kepada Hal.

5. Ibnu Ajurrum setuju dengan ulama Bashrah bahwa Rubba (رب) yakni karakter Jar. Sedang ulama Kuffah menyebut Rubba belahan dari Isim.

6. Beliau juga menyebutkan bahwa al-Mufrad al-‘Alam Mabniy kepada Dhammah dengan tanpa tanwin. Sedang Kufiyyun menyebutkan bahwa Isim Munada Mufrad yang Ma’rifah Mu’rab dan Marfu’ dengan tanpa tanwin.[]

*Penulis yakni alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan kini sedang menuntaskan studi magisternya di Jami'ah Duwal 'Arabiyah, Kairo.
banner
Previous Post
Next Post