Utusan Allah yang Terakhir, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agungnya kiprah yang dia emban
Petikan Matan
وآخر الرسل محمد صلى الله عليه و سلم وهو الذي كسر صور هؤلاء الصالحين.
“Sedangkan Rasul yang terakhir ialah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaulah yang telah menghancurkan patung orang-orang shalih tersebut”
Penjelasan
Dalil-dalil dari Al-Qur`an dan Al-hadits memperlihatkan bahwa Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Utusan Allah yang terakhir, epilog para nabi. Beliau ialah Utusan Allah yang paling mulia. Syari’at yang dia bawa ialah syari’at Allah yang paling sempurna.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang pria di antara kamu, tetapi dia ialah Rasulullah dan epilog nabi-nabi. Dan ialah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Ahzaab: 40).
Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah mengatakan dalam matan di atas,
“Beliaulah yang telah menghancurkan patung orang-orang shalih.” Maksud dia ialah patung-patung pada zaman Rasul Nuh ‘alaihis salam, yaitu Wadd, Suwwaa’, Yaghuuts, Ya’uuq, dan Nasr. Patung-patung tersebut selain disembah oleh kaum Rasul Nuh ‘alaihis salam, juga masih dilestarikan di tengah-tengah bangsa Arab, sebagaimana klarifikasi Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
صارت الأوثان التي كانت في قوم نوح في العرب
“Jadilah patung-patung yang ada di kaum Rasul Nuh tetap ada di tengah-tengah bangsa Arab”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah yang menghancurkan patung-patung tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam HR. Al-Bukhari dan Muslim. Ketahuilah, bahwa menghancurkan patung dan berhala yang disembah ialah salah satu kiprah penting Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia bersabda:
أرسلني بصلة الأرحام ، وكسر الأوثان ، وأن يوحد الله لا يشرك به شيء …
Aku diutus untuk menyambung tali silaturrahmi, menghancurkan patung/berhala dan untuk mentauhidkan Allah, Dia tidaklah boleh dipersekutukan dengan sesuatu apapun” (HR. Muslim: 832).
Kemudian sang penulis pun -dalam risalah yang lain- menyimpulkan,
فتبين أن زبدة الرسالة الإلهية والدعوة النبوية هي توحيد الله بعبادته وحده لا شريك له، وكسر الأوثان
“Maka jelaslah bahwa inti dari Risalah Ilahiyyah (Agama Allah) dan dakwah Nabi ialah Tauhidullah (mengesakan Allah semata) dalam peribadatan, tidak ada sekutu bagi-Nya dan untuk menghancurkan patung-patung (berhala)”
Peringatan
Status Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghancurkan patung-patung tersebut ialah sebagai pemimpin kaum muslimin yang memilki kewenangan, kekuasaan dan kedudukan. Itupun melalui tahapan dakwah yang bijak, dengan pertimbangan baik dan jelek yang sempurna, sehingga tidak terjadi kerusakan dan ancaman yang lebih besar.
Lain halnya, jikalau hal itu dilakukan tanpa dakwah yang bijak, tanpa kekuasaan, kedudukan dan kemampuan serta tanpa pertimbangan baik dan jelek yang matang, apalagi dilakukan oleh para cowok yang meluap-luap semangatnya tanpa diiringi kemapanan ilmu, tentulah sangat dikhawatirkan kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada perbaikannya.
Yang lebih penting bagi seorang da’i ialah berusaha menawarkan pencerahan, mendidik umat ini dengan bijak dan memahamkan mereka akan agungnya hak Allah, indahnya Tauhid, inti agama Islam ini serta menjelaskan kesyirikan secara global maupun rinci.
Seorang da’i Tauhid juga tertuntut untuk lembut dalam dakwahnya dan menyadarkan orang-orang musyrik yang telah menyimpang dari fitrahnya dengan cara yang bijaksana, simpatik dan persuasif, sembari mendo’akan kebaikan bagi mereka. Betapa banyak problem rumit sanggup selesai dengan do’a.
Adapun jikalau seorang da’i sudah menegakkan dakwah dengan usaha maksimal, namun belum didengar, maka tidak ada dosa baginya, hendaknya ia bersabar sambil terus mendo’akan kebaikan untuk dirinya dan umat ini.
Contohlah bagaimana salah seorang sosok Imam Ahlut Tauhid, Nabi Musa ‘alaihis salam ketika mendakwahi salah satu dedengkot jago syirik terbesar, fir’aun la’anahullah!
Allah Ta’ala memerintahkan dia untuk lembut dalam berdakwah,
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS. Thaha: 44).
Renungan
Betapa banyak insan yang masih menganggap problem menciptakan patung orang-orang salih itu ialah problem yang sepele, dengan dalih untuk menapaktilasi semangat, kegigihan dan usaha mereka dalam kebaikan dan prestasi baik mereka, bahkan seperti problem itu merupakan sesuatu yang harus ada dan merasa tak lengkap sebuah negeri tanpa patung-patung monumental itu.
Padahal dalam Islam, problem itu merupakan ancaman besar dan perkara yang wajib ditinggalkan. Masih banyak cara-cara yang dirihai oleh Allah, bermanfa’at dan efektif untuk mencontoh semangat juang, prestasi ibadah serta kebaikan yang bersejarah dari para ulama, jagoan kaum muslimin dan jago ibadah umat ini.
Di antaranya ialah dengan mempelajari Al-Qur`an, khususnya kisah-kisah keteladanan para rasul dan nabi ‘alaihish shalatu was salam, membaca kisah-kisah keteladanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang terdapat dalam hadits-hadits shahih, menghadiri majelis-majelis ta’lim para ulama pewaris nabi guna mengambil adat dan adab mulia mereka dan membaca biografi mereka, serta cara yang lainnya.
***
(bersambung)
[serialposts]
Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
____