“Si Anu, kasihan hidupnya, tiap hari harus banting tulang hanya sekedar untuk menutup hutang, padahal shalatnya rajin”
“Lha itu, tetanggaku, boro-boro nutup hutang, malah tiap bulan kesulitan nambah hutang”
“Pak fulan mah, orang yang paling enak hidupnya di komplek sini, pulang pergi dianter sopir pribadi, mana pembantunya di rumahnya lima orang lagi”
“Teman Sekolah Menengan Atas saya kini ada yang jadi menteri lho”
Mungkin begitulah kira-kira yang acapkali kita dengar ihwal dialog insan seputar kaya dan miskin. Adanya orang yang miskin dan kaya adalah masalah yang biasa kita jumpai di sekitar kita. Yakinilah sobat, bahwa setiap masalah yang ditakdirkan oleh Allah di muka bumi ini, pastilah ada nasihat di balik itu semua, kita sadari atau tidak, kita ketahui atau tidak.
Perbuatan Allah berkisar antara karunia dan ihsan dengan keadilan dan hikmah
Yakinilah, bahwa bila Allah menghendaki sesuatu untuk terjadi, pastilah hal itu sudah menurut ilmu, kebijaksanaan dan keadilan-Nya. Perbuatan Allah tidak pernah kosong dari nasihat dan maslahat serta niscaya higienis dari dari kezaliman dan kesalahan.
Perbuatan Allah berkisar antara karunia dan ihsan dengan keadilan dan hikmah. Jika Allah memberi, maka memberi dengan karunia dan ihsan-Nya, dan bila mencegah atau memberi cobaan, maka itu dilakukan dengan keadilan-Nya.
Semua perbuatan Allah niscaya indah dan terpuji. Tidak ada satupun dari perbuatan-Nya yang tercela dan buruk, dan semua takdir-Nya ialah baik, tepat dan indah, walaupun kejadian yang ditakdirkan oleh-Nya (kejadian yang terjadi pada makhluk), ada yang jelek dan tercela.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن الله جميلٌ يحب الجمال
“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyayangi keindahan”. (HR. Muslim).
Seluruh alam semesta ini milik Allah dan semua keputusan pengaturan alam semesta terserah Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana lagi Maha Adil
Allah Ta’ala telah membagi rezeki di antara hamba-hamba-Nya, Dia ‘Azza wa Jallamelapangkan rezeki sebagian insan dan menyempitkan rezeki sebaian yang lain, hal itu dilakukan untuk suatu nasihat yang sempurna, yang berkonsekuensi pada kebanggaan terhadap-Nya atas seluruh keputusan-Nya.
Seluruh alam semesta ini milik Allah dan semua keputusan pengaturan alam semesta terserah Allah, justru ini mengatakan Ketuhanan-Nya yang haq.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
“Dan Allah melebihkan sebahagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki” (An-Nahl: 71).
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al-‘Ankabuut: 62).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di dalam surat Al-‘Ankabuut ayat 62 di atas,
الحمد لله، الذي خلق العالم العلوي والسفلي، وقام بتدبيرهم ورزقهم، وبسط الرزق على من يشاء، وضيقه على من يشاء، حكمة منه، ولعلمه بما يصلح عباده وما ينبغي لهم
“Segala puji hanya bagi Allah, yang telah membuat alam atas dan bawah serta mengatur mereka dan memberi rezeki mereka, melapangkan rezeki bagi hamba yang Allah kehendaki dan menyempitkan rezeki hamba yang Allah kehendaki, hal itu merupakan kebijaksanaan dari-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya ihwal apa yang bermanfaat dan yang layak bagi hamba-hamba-Nya” (Tafsir As-Sa’di, hal. 746 ).
Al-Allamah Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,
فمنهم الغني والفقير ، وهو العليم بما يصلح كلا منهم ، ومن يستحق الغنى ممن يستحق الفقر
“Maka diantara mereka (makhluk) ada yang kaya dan ada pula yang miskin. Dan Dia (Allah) Maha Mengetahui ihwal apa yang cocok bagi masing-masing diantara mereka dan Maha Mengetahui siapa saja yang cocok berstatus kaya dan siapa saja yang cocok berstatus miskin” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/165).
Sobat, ingatlah bahwa si miskin dan si kaya, keduanya sama saja di sisi Allah, asal sama-sama bertakwa. Semakin bertakwa seseorang, maka semakin dicintai oleh Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian” (Al-Hujuraat:13).
Hikmah adanya si miskin dan si kaya
Banyak bahwasanya nasihat dari fenomena adanya si miskin dan si kaya, namun berikut ini sebagiannya saja dari hikmah-hikmah tersebut.
1. Agar makhluk mengetahui Kemahaesaan Allah dalam pengaturan mereka (mentauhidkan Allah dalam Rububiyyah-Nya)
Dengan adanya orang yang miskin dan yang kaya, maka seorang hamba terdorong menyakini dengan keyakinan kuat, bahwa hanya Allah lah Sang Pemilik alam semesta ini dan Dia lah satu-satunya Dzat Yang Maha Esa dalam mematikan, mengidupkan, menakdirkan, mengatur alam semesta ini, dan dalam seluruh makna-makna Rububiyyah-Nya.
Rabbul ‘Alamin ‘Azza wa Jalla berfirman,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (Al-Faatihah).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,
فدل قوله { رَبِّ الْعَالَمِينَ } على انفراده بالخلق والتدبير, والنعم, وكمال غناه, وتمام فقر العالمين إليه, بكل وجه واعتبار.
“Maka firman Allah {رَبِّ الْعَالَمِينَ} menunjukkan kepada Keesaan-Nya dalam penciptaan, pengaturan, nikmat, kesempurnaan kekayaan-Nya. Dan mengatakan kepada kesempurnaan butuhnya seluruh makhluk (alam semesta) kepada-Nya, dari segala sisi dan sudut pandang” (Tafsir As-Sa’di,hal. 27).
Disebabkan Allahlah satu-satunya Sang Pemilik alam semesta ini, maka Allahlah yang mengatur semuanya dan semuanya dibawah kehendak-Nya. Apa saja yang dikehendaki oleh-Nya niscaya terealisasi dan niscaya kehendak-Nya itu baik dan sempurna.
Rabbul ‘Alamin ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kalian tidak sanggup menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” (At-Takwiir: 29).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,
أي: فمشيئته نافذة، لا يمكن أن تعارض أو تمانع
“Maksudnya kehendak-Nya pastilah terlaksana, mustahil dilawan atau dihalangi”(Tafsir As-Sa’di,hal.1079).
2. Agar si miskin menjadi orang yang sabar dan si kaya menjadi orang yang bersyukur
Allah telah memilih pembagian rezeki di antara hamba-hamba-Nya, kemudian ada yang miskin ada pula yang kaya. Adapun bagi orang yang ditakdirkan miskin, maka di antara hikmahnya, semoga hamba yang miskin tersebut merasa senantiasa membutuhkan Allah, sehingga muncullah aneka macam macam bentuk peribadatan dari dirinya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin, ibarat banyak berdoa, senantiasa bertawakal, mengharap (raja`), dan mendekatkan diri kepada-Nya dan ia pun berkesempatan meraih derajat orang-orang yang bersabar.
Demikian juga bagi orang yang kaya, ia akan mengetahui dan mencicipi betapa besarnya nikmat Allah atas dirinya. Sehingga akan terdorong untuk mensyukurinya, lantaran ia sadar bahwa kekayaan itu ialah ujian, maka ia berusaha jalani ujian itu dengan sebaik-baiknya, sehingga ia menjadi golongan orang-orang yang bersyukur kepada Allah.
Jika demikian perilaku keduanya (si miskin dan si kaya tersebut), maka bahwasanya kekayaan dan kemiskinan itu sama saja bagi seorang muslim, yaitu sama-sama sebagai ujian dari Allah asalkan seseorang sudah sungguh-sungguh berusaha mengambil yang bermanfaat dalam hidupnya sesuai dengan pedoman Allah. Yang membedakan diantara keduanya hanyalah ketakwaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, bahwasanya semua urusannya ialah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan, beliau bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, beliau pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya” (HR. Muslim).
Wahai saudaraku yang sedang ditakdirkan miskin, tidakkah Anda ingin menggapai komitmen Allah berikut ini,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Az-Zumar:10).
Wahai saudaraku yang sedang diuji dengan kekayaan, tidakkah Anda ingin mencontoh sosok figur panutan dalam mensikapi kekayaan, yaitu Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, seperti yang dikisahkan dalam dongeng berikut ini,
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba saya apakah saya bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka bahwasanya beliau bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka bahwasanya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (An-Naml:40).
3. Untuk kemaslahatan agama dan dunia mereka
Allah membagi-bagi rezeki diantara para hamba-Nya semoga tegak maslahat agama dan dunia mereka.
Kalau seandainya semua hamba-Nya kaya, tentu banyak di antara mereka yang akan bertindak melampaui batas lagi sewenang-wenang, berupa melaksanakan kemaksiatan ataupun kekufuran.
Namun, bila semua hamba-Nya dijadikan miskin, akan banyak urusan yang terbengkalai, lantaran banyak urusan umat ini yang memerlukan harta dalam jumlah yang banyak.
Nah, bila semua orang satu tingkatan dalam problem rezeki, tentulah akan kesulitan bagi sebagian orang untuk memanfaatkan sebagian orang yang lainnya. Siapa yang akan jadi bawahan dalam perusahaan? Siapa yang akan jadi pembantu dan sopir pribadi? Siapa yang akan jadi direktur, bila semua satu derajat dalam kekayaan?
Jika semua orang sama dalam hal rezeki, dimana akan didapatkan kasih sayang dari si kaya kepada si miskin? Kapan nampak amalan menyambung tali silaturahmi dengan harta?
Rabbul ‘Alamin ‘Azza wa Jalla berfirman,
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah memilih antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, semoga sebagian mereka sanggup memanfa’atkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (Az-Zukhruf:32).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,
أي: ليسخر بعضهم بعضا، في الأعمال والحرف والصنائع. فلو تساوى الناس في الغنى، ولم يحتج بعضهم إلى بعض، لتعطلت كثير من مصالحهم ومنافعهم.
“Maksudnya semoga sebagian mereka sanggup memanfa’atkan sebagian yang lain dalam aktivitas,profesi,dan produksi/karya. Kalau seandainya insan sama dalam kekayaan dan sebagian mereka tidak membutuhkan sebagian yang lain, tentu akan terhambat aneka macam maslahat dan urusan mereka yang bermanfa’at” (Tafsir As-Sa’di, hal. 908).
Namun, Allah ialah Dzat Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui itu telah membagi-bagi rezeki hamba-hamba-Nya. Sehingga insan tidak sama dalam problem rezeki. Ada yang kaya dan ada pula yang miskin.
Maka Allah memerintahkan orang yang kaya untuk bersyukur dan bederma dan memerintahkan orang yang miskin untuk bersabar serta mengharapkan kasih sayang dari Ar-Razzaaq. Oleh lantaran itu wajib kita ridha Allah sebagai Rabb Sang Pengatur kita,
رضيت بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد صلى الله عليه و سلم نبيّا
“Aku ridho Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai nabiku (yang diutus oleh Allah)” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan oleh Imam Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
4. Mengingatkan mereka perbedaan kedudukan mereka di Akhirat
Adanya perbedaan keadaan insan dalam problem rezeki di dunia, mengingatkan kepada insan kepada perbedaan nasib mereka di Akhirat. Sebagaimana insan di dunia ini berbeda-beda nasibnya, ada yang tinggal di istana megah dan menaiki kendaraan beroda empat yang mewah, namun adapula yang sangat miskin, tinggal di kolong jembatan, jangankan kendaraan, rumah pun hanya sebatas tenda buatan.
Nah, di alam abadi pun nasib mereka juga berbeda-beda, bahkan perbedaannya lebih besar dan lebih mencolok serta lebih lama.
Allah Ta’ala berfirman,
انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا
“Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan niscaya kehidupan alam abadi lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya” (Al-Israa’: 21).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,
{ انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ } في الدنيا بسعة الأرزاق وقلتها، واليسر والعسر والعلم والجهل والعقل والسفه وغير ذلك من الأمور التي فضل الله العباد بعضهم على بعض بها. { وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا } فلا نسبة لنعيم الدنيا ولذاتها إلى الآخرة بوجه من الوجوه. فكم بين من هو في الغرف العاليات واللذات المتنوعات والسرور والخيرات والأفراح ممن هو يتقلب في الجحيم ويعذب بالعذاب الأليم، وقد حل عليه سخط الرب الرحيم وكل من الدارين بين أهلها من التفاوت ما لا يمكن أحدا عده.
“Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain) di dunia dengan lapang-sedikitnya rezeki , mudah-sulitnya, berilmu-tidaknya, cerdas-bodohnya dan selainnya dari perkara-perkara yang dengan itu Allah lebihkan sebagian hamba-Nya atas sebagian yang lain. Dan niscaya kehidupan alam abadi lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya maka kenikmatan dunia dan kelezatannya dibandingkan kenikmatan dan kelezatan di Akherat tidak ada apa-apany, dilihat dari sisi manapun. Bagaimana jauhnya perbedaan antara orang yang berada di kamar-kamar yang tinggi dan (merasakan) kelezatan yang beranekaragam,kesenangan, kebaikan dan kegembiraan (penduduk Surga) dengan orang yang terbolak-balik di Neraka Jahim, diadzab dengan adzab yang pedih dan telah mencicipi kemurkaan Ar-Rabbuur Rahiim (Tuhan Yang Maha Penyayang)? Dan diantara penghuni masing-masing dari kedua daerah tersebut (baca:diantara penghuni dunia dan Akherat) mempunyai perbedaan yang mustahil seorangpun ada yang bisa menghitungnya” (Tafsir As-Sa’di, hal.523).
***
Referensi:
- Tafsir Ibnu Katsir.
- Tafsir As-Sa’di.
- Kitab Arzaqul ‘Ibad di : www.AhlalHdeeth.com/vb/showthread.php?p=1911924
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id