Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, masalah ini ialah problem yang sempat menjadi perselisihan antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan mu’tazilah, bahkan menimbulkan terjadinya keburukan yang besar yang menimpa Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Di antara orang yang mendapat petaka besar di jalan Allah dalam problem ini ialah Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah Ahmad bin Hanbal rahimahullah, sampai-sampai sebagian Ulama mengatakan, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga Islam atau menolong Islam dengan Abu Bakar dalam (menangani) insiden kemurtadan, dan dengan Imam Ahmad dalam (menghadapi) insiden cobaan/fitnah (yang besar)”.
Cobaan/fitnah (yang besar)
Ketika itu Khalifah Al-Ma’mun -semoga Allah mema’afkan dia dan kita- memaksa insan untuk menyampaikan “Al-Qur’an itu makhluk”, hingga ia menguji para ulama dan membunuh mereka bila tidak menjawab pertanyaan perihal apakah Al-Qur’an itu makhluk. Ketika itu kebanyakan ulama memandang bahwa mereka berada dalam keadaan udzur yang menimbulkan mereka bebas untuk menentukan sikap, dalam bentuk:
- Sebagian ulama memandang bahwa mereka dalam keadaan terpaksa alasannya ialah ancamannya bunuh, dan orang yang terpaksa bila menyampaikan ucapan kekafiran, asal hatinya mantap dalam keimanan, maka ia dimaafkan.
- Sebagian ulama bersikap dengan melaksanakan retorika dalam menjawab pertanyaan, contohnya dengan mengucapkan: “Al-Qur’an, At-Taurah, Al-Injil dan Az-Zabur semua ini (sambil menunjukkan jari jemari) ialah makhluk”. Maksudnya bukan Al-Qur’an, At-Taurah, Al-Injil dan Az-Zabur yang makhluk, namun jari-jari lah yang makhluk.
Sikap Imam Ahmad rahimahullah
Adapun Imam Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Nuh rahimahumallah memilih perilaku untuk tetap mengucapkan, “Al-Qur’an Kalamullah yang diturunkan dan bukan makhluk. Mereka berdua memandang bahwa keterpaksaan dalam problem ini tidak menimbulkan bolehnya menyampaikan ucapan yang menyelisihi kebenaran alasannya ialah keadaannya ialah keadaan jihad.
Adapun paksaan yang mengandung konsekuensi dimaafkan ialah dikala urusannya ialah urusan pribadi, adapun bila masalahnya ialah urusan menjaga syari’at Islam, maka wajib bagi seseorang untuk mempersembahkan lehernya kepada Allah (siap mati) dalam rangka menjaga syari’at Islam.
Kalau seandainya dikala itu Imam Ahmad rahimahullah mengatakan “Al-Qur’an itu makhluk”, walaupun sambil brdiplomasi atau alasannya ialah terpaksa, maka semua insan akan menyampaikan “Al-Qur’an itu makhluk”, akan tetapi dia tegar dan istiqamah mengucapkan “Al-Qur’an Kalamullah diturunkan dan bukan makhluk!” dan justru hal itu menghasilkan kesudahan yang baik, wa lillahilhamdu.
Sesungguhnya pembahasan bahwa “Al-Qur’an itu makhluk”, termasuk dalam pembahasan perihal “penetapan Kalamullah”, namun dikarenakan adanya perselisihan antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan mu’tazilah, maka ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengkhususkan pembahasan ini dalam belahan tersendiri.
Insyaallah pada artikel selanjutnya akan dijelaskan tentang:
- Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah perihal Al-Qur’anul Karim.
- Dalil-dalil bahwa Al-Qur’an itu Kalamullah dan bukan makhluk.
- Syubhat dan bantahannya.
Silahkan baca dalam artikel Al-Qur’an Kalamullah dan bukan makhluk (2)
***
Referensi: Syarah Al-Wasithiyyah, Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id