Bolehkah Memanggil Nama “Abdul Rahman” Dengan “Rahman” Saja? (2)
in
Fiqih
Muamalah
on December 13, 2019
1 yang paling bau tanah umurnya ialah Abu Bakar, Abu Bakar pun menyemir jenggotnya dengan daun hina` dan daun katam, hingga warnanya memerah sekali.’”
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam kitab beliau Fathul Bari,
قَوْله فِي الرِّوَايَة الثَّانِيَة (وَقَالَ دُحَيْم )هُوَ عَبْد الرَّحْمَن بْن إِبْرَاهِيم الدِّمَشْقِيّ
Ucapan Imam Al-Bukhari pada riwayat kedua, yaitu (Duhaim berkata) Duhaim ialah Abdur Rahman bin Ibrahim Ad-Dimasyqi (Fathul Bari: 7/258).
Fatwa ulama tentang tashghiir2 nama
1. Fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah
Suatu ketika Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah ditanya, “Kami banyak mendengar, baik dari orang awam maupun penuntut ilmu syar’i, mereka mentashghiir3 nama-nama yang mu’abbadah4 atau membaliknya menjadi nama yang bertentangan dengan nama aslinya, apakah hal ini terlarang?
Contohnya: Abdullah dirubah menjadi Ubaid, Abud dan Al-‘Ibdi5 (dengan mengkasrahkan abjad ‘ain dan mensukunkan abjad ba`), Abdur Rahman menjadi Duhaim (dengan takhfif dan Tasydid), Abdul Aziz menjadi Uzaiz, Azzuz dan Al–Izzi dan yang semisal itu. Adapun (pada nama) Muhammad dirubah menjadi Muhaimid, Himdan dan Al-Himdi dan yang semisal itu?”
Syaikh Bin Baz rahimahullah pun menjawab,
لا بأس بالتصغير في الأسماء المعبدة وغيرها، ولا أعلم أن أحداً من أهل العلم منعه، وهو كثير في الأحاديث والآثار كأنيس وحميد وعبيد وأشباه ذلك، لكن إذا فعل ذلك مع من يكرهه فالأظهر تحريم ذلك ؛ لأنه حينئذ من جنس التنابز بالألقاب الذي نهى الله عنه في كتابه الكريم إلا أن يكون لا يعرف إلا بذلك, فلا بأس كما صرح به أئمة الحديث في رجال كالأعمش والأعرج ونحوهما
“Tidak mengapa mentashghiir pada nama-nama mu’abbadah dan pada selain nama-nama tersebut. Saya tidak mengetahui ada seorangpun dari ulama yang melarang tindakan ini. Dan tindakan ini banyak dijumpai dalam hadits-hadits dan atsar-atsar (riwayat), menyerupai Unais, Humaid, Ubaid dan semisalnya.
Syaikh melanjutkan klarifikasi beliau, “Akan tetapi kalau tindakan mentashghiir ini dilakukan terhadap orang yang tidak menyukainya (benci), maka yang lebih terang ialah haramnya tindakan ini, alasannya termasuk jenis memanggil dengan julukan yang mengandung celaan/ejekan yang Allah larang dalam Kitab-Nya Al-Karim6. Kecuali kalau ia tidak dikenal melainkan dengan julukan tersebut, maka ini tidak mengapa. Sebagaimana ini disebutkan dengan terang oleh para imam Ahli Hadits ketika menyebutkan para perawi hadits, menyerupai “Al-A’massy” (Si mata rabun), “Al-A’raj” (Si pincang) dan julukan yang semisal keduanya” (Majmu’u Fatawa Ibni Baz: 18/54).
2. Fatwa Syaikh Muhammad Shaleh bin Al-Utsaimin rahimahullah
Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah suatu ketika pernah ditanya, “Apa hukum tashghiir nama yang didalamnya terdapat makna penghambaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, misalnya, Abud untuk nama Abdullah?”
Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa Tidak mengapa mereka mentashghiir nama-nama (mu’abbadah) tersebut, alasannya mereka tidak memaksudkan hal itu untuk mentashghiir nama Allah ‘Azza wa Jalla. Namun mereka maksudkan ini sebagai tashghiir (nama) orangnya. Mereka panggil Abdullah dengan Ubaidullah, ini tidak mengapa. Sebagian mereka menyebut“Abud” (untuk nama Abdullah, pent.), inipun tidak mengapa. Sebagian mereka memanggil Abdur Rahman dengan Ubaidur Rahman, ini tidak masalah. Sebagian mereka memanggil dengan “Duhaim” (untuk nama Abdur Rahman, pent.), ini tidak duduk masalah juga. Karena mentashghiir di sini, maksudnya untuk mentashghiir (nama) orangnya, bukan untuk mentashghiir nama Allah yang mulia. (Majmu’ Fatawa wa Rasail : 25/280)7.
3. Fatwa Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair rahimahullah8
Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair rahimahullah pernah ditanya, “Apa aturan kalau seseorang memanggil kepada orang lain yang berjulukan Abdul Aziz atau Abdul Karim dan yang semisalnya dengan nama Karim (untuk orang yang berjulukan Abdul Karim, pent.) atau Aziz(untuk orang yang berjulukan Abdul Aziz, pent.). Iapun memanggil orang yang berjulukan Abdul Hakim dengan Hakim?”
Syaikh menjelaskan bahwa hal tersebut boleh, kalau dimaksudkan orangnya, dan bukan dimaksudkan nama Allah, alasannya nama “Aziz” dan “Hakim” pada asalnya (seseorang) boleh diambil sebagai nama, kalau ia tidak memaksudkan (untuk memiliki) sifat (sebagaimana sifat Allah, pent.). Jadi, panggilan tersebut sekedar nama orang semata.
Hukum tashghiir untuk kata Aziz pada nama Abdul Aziz
Adapun bagaimana kalau seseorang yang berjulukan Abdul Aziz dipanggil dengan “Uzaiz” atau seseorang yang berjulukan Abdur Rahim dipanggil dengan “Ruhaim”, demikian pula seseorang yang berjulukan Abdul Hakim dipanggil dengan panggilan “Hukaim”?
Jawabannya ialah tentu boleh, alasannya nama-nama tersebut bukan nama-nama khusus bagi Allah dan jika tidak ditashghiir saja boleh – sebagaimana klarifikasi di atas-, maka lebih boleh lagi kalau ditashghiir, dengan syarat tidak dimaksudkan mentashghiir nama Allah!
Tashghiir nama yang tidak diperbolehkan
Adapun tashghiir nama yang terlarang, yaitu: menyerupai Abdul Uzaiz atau Abdur Ruhaim, maka ini hukumnya haram! Karena menurut komitmen para ulama`, seseorang dihentikan mentashghiir nama Allah, sebagaimana hal ini disampaikan oleh Al-Juwaini dan dinukilkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari: 13/366.
Wallaahu a’lam bish showaab.
___
- Maksudnya ialah para sobat yang tiba bersama beliau
- Lihat catatan no. 3
- Tashghiir adalah merubah isim mu’rab kepada wazan فُعيْلٍ atau فُعَيْعلٍ untuk mengatakan kecilnya atau sedikitnya atau rendahnya objek yang ditunjukkan
- Nama Mu’abbadah adalah nama yang mengandung penghambaan kepada Allah, menyerupai : Abdullah & Abdur Rahman
- Pangilan Ubaid, Abud dan Al-Ibdi ini hakekatnya kembalinya ke kata “Abdun” pada nama Abdullah dan bukan kembali kepada nama Allah
- QS. Al-Hujuraat ayat 11
- http://ar.miraath.net/article/5895
- Beliau ialah anggota Haiah Kibaril Ulama (Himpunan Ulama Senior) KSA
***
Diolah dari Islamqa.info/ar/181453 dengan sedikit perubahan dan tambahan
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id