Thursday 19 December 2019

Hiburan Bagi Saudara Seiman Atas Peristiwa Jatuhnya Crane Di Masjidil Haram

Hiburan Bagi Saudara Seiman Atas Tragedi Jatuhnya Crane Di Masjidil Haram Hiburan Bagi Saudara Seiman Atas Tragedi Jatuhnya Crane Di Masjidil Haram


Tragedi jatuhnya raafi’ah (crane) di Masjidil Haram, Kerajaan Arab Saudi, yang terjadi pada hari Jumat, 27 Dzul Qa’dah 1436 H (11/9)sungguh sangat menyedihkan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Hal ini lantaran kaum muslimin yaitu saudara. Mereka diikat dengan ikatan Ukhuwwah Islamiyyah, ikatan iman.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara” (QS.Al-Hujuraat: 10).
Orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala diibaratkan sebagai sebuah tubuh, dalam hal cinta dan kasih sayang. Dari An-Nu’man bin Basyir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia bersabda: 
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum mukminin dalam hal cinta dan kasih sayang dan bahu-membahu mereka, mirip satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka seluruh anggota badan yang lainnya ikut mencicipi sakit juga, dengan tidak sanggup tidur dan demam”(HR Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad, lafazh ini milik Muslim).

Hadits ini menunjukkan, bahwa ciri khas keimanan yang baik yaitu merasa sedih oleh sesuatu yang membuat sedih saudaranya. Kita sedih atas bencana alam jatuhnya raafi’ah (crane) di Masjidil Haram dan kitapun ingin menghibur saudara-saudara kita seiman yang sedang tertimpa bencana alam tersebut. Kita juga berusaha menghindari segala hal yang justru memberatkan kesedihan mereka, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Itulah tuntutan keimanan yang benar.
Adapun bahagia di atas kesedihan kaum muslimin, bergembira tersiarnya berita-berita kesalahan kaum muslimin, melontarkan pernyataan, perilaku dan tindakan yang semakin memperberat tanggungjawab pihak yang mengurus urusan kaum muslimin, memberikan komentar-komentar yang memperkeruh suasana murung cita kaum muslimin, maka ini yaitu lawan dari ciri khas keimanan yang baik!
Maukah kita, ketika kita sudah jatuh kemudian tertimpa tangga pula?
Maukah kita, ketika kita tertimpa musibah, sekedar menjadi materi “share, tontonan dan komentar” tanpa uluran tangan ,tanpa do’a terucap di bibir dan tanpa hiburan penghilang rasa sedih??
Maukah kita, ketika kita tertimpa musibah, menjadi materi olokan musuh-musuh Islam dan bahkan menjadi kegembiraan mereka???
Jika kita tidak mau, maka kitapun tidak mau hal itu menimpa saudara kita yang seiman!
Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga dia menyukai untuk saudaranya apa saja (dari kebaikan) yang dia sukai untuk dirinya sendiri” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Ingat, wahai saudaraku!
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskan bahwa aturan “menyukai suatu kebaikan untuk saudara seiman yang juga kita sukai untuk diri kita” adalah wajib dan bukanlah sunnah! Dengan demikian, siapapun di antara kita, yang di dalam hatinya tidak terdapat hal itu, maka dia telah terjatuh kedalam dosa, dikarenakan telah meninggalkan kewajiban tersebut!
Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda:
وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْه
“Hendaknya ia bersikap kepada orang lain dengan apa yang ia suka untuk disikapi dengannya” (HR. Muslim).
Dari hadits yang agung di atas, renungkanlah hal-hal berikut ini :
“Jika ada saudara kita yang melaksanakan kesalahan kepada kita, maka apa perilaku kita kepadanya? Berempatilah! Seandainya kita menjadi saudara kita yang bersalah itu, maka apakah yang kita harapkan? Bukankah kita berharap untuk dimaafkan, tidak disebar-sebarkan malu kita tersebut, kitapun tidak ingin dituduh melebihi kesalahan kita, tidak ingin diungkit-ungkit kesalahan yang telah kemudian sambil diingkari dan dilupakan kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan?
Jika demikian, maka maafkanlah ia, saudara kita yang seiman itu! Jangan sebar-sebarkan kesalahan saudara kita, jangan kita katakan kesalahannya secara berlebihan, jangan ungkit kesalahan-kesalahan lampaunya dan jangan lupakan jasa-jasanya!
Jika saudara kita tertimpa bencana alam -apalagi kalau bencana alam itu besar-, maka apa perilaku kita kepadanya? Bayangkanlah kita jadi dia!
Ketika itu, kita ingin semoga kita tidak sekedar dijadikan materi gunjingan dan tontonan orang lain. Ketika itu kita berharap kepada Allah supaya menghilangkan atau meringankan bencana alam tersebut dan berharap pula semoga Dia menolong kita! Kita bahagia saudara-saudara kita mendo’akan, menjenguk, menolong serta menghibur kita dan keluarga kita! Jika demikian, lakukanlah apa yang kita senangi dan kita harapkan ketika itu, untuk saudara kita tersebut!
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
وكذلك من لا يحب لأخيه المؤمن ما يحب لنفسه، لم يكن معه ما أوجبه اللّه عليه من الإيمان، فحيث نفى اللّه الإيمان عن شخص، فلا يكون إلا لنقص ما يجب عليه من الإيمان، ويكون من المعرضين للوعيد، ليس من المستحقين للوعد المطلق
“Demikian pula,barangsiapa yang tidak menyukai untuk saudaranya yang beriman, apa yang dia sukai untuk dirinya, maka dalam dirinya tidak ada keimanan yang diwajibkan oleh Allah kepadanya.”
Ketika Allah menafikan keimanan dari seseorang, maka tidaklah ini terjadi melainkan lantaran adanya kekurangan pada keimanannya yang wajib (ada), sehingga pelakunya termasuk orang-orang yang terkena bahaya Allah dan bukan termasuk orang-orang yang berhak memperoleh kesepakatan yang tepat dari Allah.” (Majmu’ Fataawa: VII/41).
Maka dalam rangka menunaikan kewajiban kita, yaitu menyayangi untuk saudara kita suatu kebaikan yang kita cintai untuk diri kita, maka berikut ini beberapa kalimat penghibur murung bagi saudara-saudaraku yang sedang tertimpa musibah, semoga bermanfaat.
Wabillahi nasta’iin,

Kita semua niscaya diuji!

Orang-orang yang beriman pastilah akan diuji di dunia ini, lantaran dunia ini yaitu daerah ujian keimanan, sedangkan Akhirat yaitu daerah pembalasan. Tidaklah mereka dibiarkan masuk ke dalam nirwana tanpa ujian!
Allah Ta’ala berfirman :
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ
Apakah kalian menerka bahwa kalian akan masuk Surga, padahal belum tiba kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian?” (Al-Baqarah: 214).
Ujian dari Allah Ta’ala itu ada dua:
  1. Ujian kesenangan
  2. Ujian kesusahan (musibah)
Allah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan mencicipi mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan” (QS. Al-Anbiyaa`: 35).
Adapun ujian musibah, maka sanggup jadi suatu bencana alam berat yang kita rasakan menghasilkan banyak kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:

فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلُ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Maka sanggup jadi kalian membenci sesuatu, padahal Allah menyebabkan padanya kebaikan yang banyak” (QS An-Nisaa`: 19).

Di balik bencana alam ada nasihat yang indah!

Dibalik bencana alam niscaya ada nasihat yang indah bagi orang-orang yang beriman! Banyak nasihat dari sebuah musibah, di antaranya yaitu sebagai penghapus dosa dan untuk mengangkat derajat seorang hamba.
1. Musibah merupakan penghapus dosa
Abu Hurairoh radhiyallah ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda
مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ  
“Bencana akan senantiasa menimpa kepada orang mukmin laki-laki maupun wanita, pada dirinya, anaknya dan hartanya hingga ia bertemu dengan Allah (dalam keadaan) tidak mempunyai dosa” (HR. Turmudzi dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Ulama telah menjelaskan bahwa seorang hamba yang sabar dan mengharap pahala dari Allah ketika ditimpa bencana alam pada dirinya, anak dan hartanya, kemudian Allah terus mengujinya dengan banyak sekali macam ujian, hingga ia meninggal dan bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa, akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan telah higienis dari kesalahan yaitu sebuah kenikmatan yang besar! Betapa indahnya buah orang yang sabar dan mengharap pahala dari Allah ketika ditimpa bencana alam dan betapa ruginya orang yang berkeluh kesah, marah, protes terhadap takdir dan tidak sabar dalam menghadapi ujian musibah!
2. Musibah penyebab diangkatnya derajat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam bersabda :
ما من شيء يصيب المؤمن حتى الشوكة تصيبه إلا كتب الله له بها حسنة ، أو حطّت عنه بها خطيئة  
Tidaklah sesuatupun yang menimpa orang mukmin, hingga duri yang menancapnya kecuali Allah catat baginya kebaikan dan dihilangkan darinya kesalahan, dengan lantaran bencana alam tersebut” (HR. Muslim).
3. Bahkan terkadang, besarnya bencana alam itu menjadi tanda kuatnya keimanan seorang mukmin yang terkena bencana alam tersebut.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu berkata : Sayabertanya :
يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاءً ؟  الأَنْبِيَاءُ , ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ , فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ , فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاؤُهُ , وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ , فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ .
“Wahai Utusan Allah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi was sallam menjawab, Para Nabi, kemudian orang yang paling baik (imannya setelah mereka, pent.) dan orang yang paling baik lagi (sesudahnya). Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat, maka dia akan mendapat ujian begitu kuat. Apabila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan agamanya. Senantiasa seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan higienis dari dosa.’” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (143)).

Terkhusus untuk saudaraku seiman yang tertimpa bencana alam jatuhnya raafi’ah (crane) dan keluarga mereka

Meskipun sesungguhnya bencana jatuhnya raafi’ah (crane) di Masjidil Haram, Arab Saudi, yang terjadi pada hari Jumat, 27 Dzul Qa’dah 1436 H yaitu bencana alam bagi seluruh kaum muslimin, namun nasehat dan hiburan ini lebih diperuntukkan bagi korban luka-luka dan keluarga korban yang meninggal dunia. Namun tetaplah nasehat dan hiburan ini berfungsi untuk menghibur kita semua kaum muslimin yang ikut mencicipi kesedihan mereka juga. Semoga hal ini sanggup bermanfa’at untuk meningkatkan keimanan kita semua dan meningkatkan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala.
Nasehat dan hiburan ini penyusun olah dari ceramah Syaikh DR. Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah dengan beberapa perubahan dan tambahan.
Do’a mengawali nasehat dan hiburan ini
Kita ikut berduka cita atas bencana alam jatuhnya raafi’ah (crane)  yang menimpa saudara-saudara kita yang seiman, kita memohon kepada Allah Ta’ala agar mendapatkan ibadah saudara-saudara kita yang meninggal dunia dalam bencana alam tersebut, mengampuni dosa-dosa mereka dan memuliakan daerah kembalinya mereka. Amiin.

Tanda Khusnul Khatimah

Dalam bencana alam besar tersebut, kita ingin sampaikan beberapa perkara yang semoga sanggup menghibur diri kita dan keluarga korban yang ditinggalkan, dengan beberapa kalimat berikut ini:
1. Mereka berada dalam tiga kemuliaan.
Saudara-saudara kita yang meninggal dunia dalam bencana alam tersebut berada dalam tiga kemuliaan, yaitu kemuliaan tempat, zaman, dan keadaan.
Kemuliaan waktunya
Saudara-saudara kita yang meninggal dunia dalam bencana alam tersebut meninggal pada hari Jum’at, Hari Jum’at yaitu hari yang paling muliaDari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhumenuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا .
“Hari paling baik di mana matahari terbit pada hari itu yaitu hari Jum’at, pada hari itu Nabi Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Nabi Adam dimasukkan ke dalam Surga, serta diturunkan dari Surga” (HR. Muslim).
Apalagi keruntuhan raafi’ah (crane) terjadi pada sekitar pukul 17.23 waktu setempat, berarti di selesai hari Jum’at. Waktu inipun mempunyai keutamaan tersendiri, yaitu waktu yang mustajab untuk berdo’a.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً ، لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.
“Hari Jum’at itu dua belas pecahan waktu. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan Allah akan mengabulkannya untuknya. Maka carilah waktu tersebut pada selesai waktu (pada hari Jum’at) yang jatuh setelah ‘Ashar.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasaa`i, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Kejadian itupun terjadi pada bulan bulan zulqa’dah yang merupakan salah satu dari empat bulan haram. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia sedang berkhutbah di hadapan manusia, pada hari raya Idul Adha, ketika haji Wada’. Di antara yang dia sabdakan adalah
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ ، وَذُو الْحِجَّةِ ، وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبٌ ، شَهْرُ مُضَرَ ، الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ.  
Sesungguhnya zaman ini telah berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah membuat langit dan bumi, yang mana satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram. Tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu zu’qa’dah, zulhijjah, muharram, dan bulan rajab, yaitu bulan yang dikenal oleh suku Mudhar yang berada di antara bulan Jumada (Akhir) dan bulan Sya’ban.”  
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu mennjelaskan wacana keutamaan bulan-bulan haram,
ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما ، وعظم حرماتهن ، وجعل الذنب فيهن أعظم ، والعمل الصالح والأجر أعظم .
“Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan kemuliaannya. Allah juga menyebabkan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah pun menyebabkan amalan shalih dan ganjaran yang didapatkan didalamnya lebih besar pula” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/26)
Kemuliaan tempatnya
Mereka meninggal di Masjid Haram dan di samping Ka’bah. Masjid Haram mempunyai keutamaan yang sangat tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ 
Satu shalat di Masjidil Haram lebih utama dibandingkan seratus ribu shalat di daerah lainnya” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Kemuliaan keadaannya
Pada ketika detik-detik jatuhnya raafi’ah (crane) tersebut, secara umum mereka sedang beribadah kepada Allah. Di antara mereka ada yang sedang duduk membaca Al-Qur’an, ada juga yang gres selesai melaksanakan Thawaf dan yang lainnya.
Mereka semua beribadah kepada Allah Ta’ala semata, merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَسَلَهُ قِيلَ وَمَا عَسَلُهُ قَالَ يَفْتَحُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ عَمَلًا صَالِحًا قَبْلَ مَوْتِهِ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ ”
“Jika Allah ‘Azza wa Jalla menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Allah memperbagus kebanggaan untuknya di tengah-tengah masyarakat. Ada orang yang bertanya: “Apa maksud memperbagus kebanggaan untuknya? Beliau menjawab: Allah ‘Azza wa Jalla membukakan untuknya (kesempatan sehingga bisa) berzakat shaleh sebelum kematiannya, kemudian Allah cabut nyawanya dalam keadaan berzakat shaleh tersebut” (HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Al-Albani).
2. Mereka meninggal pada hari Jum’at
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa saudara-saudara kita yang meninggal dunia dalam bencana alam tersebut, mereka meninggal pada hari yang paling muliayaitu: Jum’at.
Sedangkan dalam suatu hadits dijelaskan bahwa keadaan seorang hamba, saat-saat selesai menutup usianya, memperlihatkan nilai tersendiri,
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَـوَاتِيْمُ.
Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya“. [HR Bukhari dan lainnya]
Diantara nilai dan makna yang khas itu yaitu ketika seorang muslim meninggal pada hari Jum’at!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum`at atau malam Jum`at, melainkan Allah akan menjaganya dari siksa kubur“. (HR. At-Tirmidzi) [1].
Semoga saudara-saudara kita yang meninggal dunia pada hari Jum’at tersebut, dijaga oleh Allah Ta’ala dari siksa kubur. Allahumma Amiin.
3. Mereka meninggal jauh dari daerah kelahirannya.
Orang yang meninggal dunia jauh dari daerah kelahirannya, maka akan diukur jarak dari daerah lahirnya hingga daerah meninggalnya, kemudian ukuran jarak tersebut diperuntukkan untuk ukuran tempatnya di Surga!
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash radhiyallahu ‘anhuma berkata:
Seseorang yang berkelahiran kota Madinah, meninggal di kota tersebut. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya, kemudian bersabda:
يا ليته مات بغير مولده
Duhai seandainya dia mati bukan di daerah kelahirannya!
Para Sahabat bertanya: “Mengapa demikian, wahai Utusan Allah?
Beliau bersabda:
إن الرجل إذا مات بغير مولده قيس له من مولده إلى منقطع أثره في الجنة
Seorang (muslim) itu kalau meninggal dunia bukan di daerah kelahirannya, maka akan diukur baginya (jarak) antara daerah kelahirannya hingga daerah penghabisan umurnya, (lalu diberi seluas itu pula, daerah kembalinya) di Surga! [HR. An-Nasaa`i dan dihasankan oleh Al-Albani].
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan untuk mereka keluasan daerah kembali di Surga sejauh jarak tanah kelahiran mereka di negara Indonesia hingga kota Mekah di Kerajaan Saudi Arabia. Allahumma Amiin.
4. Mereka meninggal di bawah reruntuhan
Meninggal lantaran tertimpa reruntuhan yaitu salah satu golongan yang dikategorikan kedalam mati syahid.
Berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia bersabda:
الشُّـهَدَاءُ خَمْسَةٌ: المَـطْعُوْنُ، المَـبْطُوْنُ، والغَـرْقُ وَصَاحِبُ الهَـدْمِ والشَّهِـيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Orang yang mati syahid ada lima, (yaitu) : orang yang (mati) terkena penyakit tha’un, sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang terkena reruntuhan dan orang yang syahid di jalan Allah“.
Sedangkan termasuk dalam hadits ini yaitu reruntuhan raafi’ah (crane) yang menimpa saudar-saudara kita.
Semoga Allah Ta’ala menjadikan mereka termasuk golongan hamba-hamba-Nya yang mati syahid. Allahumma Amiin.
5. Setiap hamba akan dibangkitkan menurut kondisi meninggalnya!
Sekian banyak saudara-saudara kita tersebut, meninggal dalam keadaan beribadah kepada Allah Ta’ala.
Maka kita berharap semoga Allah Ta’ala membangkitkan mereka kelak dalam keadaan melaksanakan peribadatan, sesuai dengan kondisi meninggalnya mereka.
Karena Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
“Setiap hamba akan dibangkitkan menurut kondisi meninggalnya” (HR Muslim no 2878)
Berkata Al-Munaawi dalam Faidhul Qadiir (6/457)
أي على الحال التي مات عليها من خير وشر
Maksudnya: sesuai dengan keadaan matinya, baik dalam keadaan baik maupun buruk.
Oleh lantaran itu, ketika ada seorang jama’ah haji yang meninggal di Arafah, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّياً
Karena sesungguhnya Allah akan membangkitkannya kelak di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah!”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Penutup

Nasehat dan hiburan yang sederhana ini, semoga besar manfa’atnya.
Semoga Allah Ta’ala menerima ibadah saudara-saudara kita yang meninggal dunia dalam bencana alam tersebut, mengampuni dosa-dosa mereka dan memuliakan daerah kembalinya mereka.
Dan semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kesabaran kepada para keluarga korban dan mengganti sesuatu yang hilang dari mereka dengan yang lebih baik darinya.
Demikian pula, tak lupa kita berdo’a semoga Allah Ta’ala menolong pemerintah RI dan pemerintah KSA supaya lancar urusan mereka dalam menuntaskan problem ini.
Sebagaimana juga kita berdo’a semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kaum muslimin seluruh dunia untuk bersatu mensikapi problem ini dengan berilmu dan bijak serta sebetulnya menolong mereka yang sedang kesusahan. Allahumma Amiin.
___
Catatan kaki
[1] Syaikh Al-Albani menyatakan hasan atau shahih, setelah dikumpulkan jalan-jalan periwayatannya.
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post