Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Ingatlah wahai Sobat, dikala sebuah dakwah yang ditegakkan dalam rangka menuntaskan problematika umat itu sesuai dengan manhaj para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam –paling utamanya yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan bangun di atas pilar-pilar dakwah mereka, maka dakwah tersebut akan diterima oleh Allah dan diberkahi, sehingga menghasilkan buah yang sesuai dengan apa yang Allah ridhai. Inilah kelanjutan klarifikasi pilar-pilar dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam yang sebagiannya telah ditulis pada artikel sebelumnya.
2. Beramal dengan Apa yang Didakwahkan
Seorang da’i dapat menjadi tauladan yang baik di tengah masyarakatnya, perbuatannya pun sesuai dengan ucapannya dan tidak ada celah bagi orang-orang yang batil untuk mencelanya. Allah berfirman perihal Nabi-Nya Syu’aib ‘alaihis salam bahwasanya dia berkata kepada kaumnya,
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Dan saya tidak ingin menyelisihi kalian (dengan mengerjakan) apa yang saya larang (sendiri). Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama saya masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah lah saya bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah saya kembali” (Huud: 88).
Perhatikanlah saudaraku! Bagaimana Nabi Syu’aib ‘alaihis salam dalam berdakwah, dia memberikan kepada kaumnya bahwa tidaklah dia melarang kaumnya dari melaksanakan sesuatu melainkan dia menjadi orang yang pertama kali meninggalkan larangan tersebut sehingga dia menjadi contoh di tengah-tengah kaumnya dalam mengamalkan syari’at Allah Ta’ala.
Renungan:
Ketika seorang da’i atau forum dakwah melupakan pilar amal ini dan terjebak dengan perilaku basa-basinya politik mudah orang-orang kafir ataupun terpengaruhi dengan iming-iming jabatan politis yang menggiurkan dan keindahan duniawi yang menyertainya, maka sangat dikhawatirkan terjerumus dalam fitnah kemunafikan politis, fitnah harta, tahta dan wanita. Camkanlah!
3. Ikhlash, yaitu Dakwah yang Dia Jalankan Semata-mata untuk Mencari Wajah Allah
Dakwah bukanlah sarana untuk riya` (pamer amal shalih berupa gerakan), sum’ah (pamer amal shalih berupa suara, menyerupai baca Al-Qur’an), ingin ketinggian status sosial, mengincar kedudukan/jabatan ataupun rakus terhadap dunia. Kalau dakwahnya tercampuri dengan sesuatu dari tujuan-tujuan tersebut, maka dakwahnya bukan untuk Allah tetapi untuk dirinya atau untuk ketamakan yang dia inginkan. Dalil perihal hal ini yakni bahwa Allah memberitahukan perihal keikhlasan para Nabi-Nya dalam berdakwah, mereka berkata kepada ummatnya:
قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا
“Katakanlah: Aku tidak meminta upah kepada kalian” (Al-An’aam: 90).
يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ
“Wahai kaumku, saya tidak meminta harta kepada kalian (sebagai upahku). Ganjaran (yang saya harapkan) hanyalah dari Allah” (Huud:29).
Renungan:
- Jika seorang da’i itu nrimo dan bertauhid serta mengajak insan untuk nrimo dan bertauhid, menunaikan hak-hak Allah serta melaksanakan kewajibannya sebagai hamba-Nya, dengan mengenal nama dan sifat-Nya dan beribadah kepada-Nya semata, maka akan tumbuh sebuah masyarakat yang Allah janjikan untuknya kemuliaan dan kejayaan, alasannya mereka beriman, bertauhid, jauh dari kesyirikan dan berinfak shalih, sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nuur: 55, Allah Ta’ala berfirman:وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kau dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan mengakibatkan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah mengakibatkan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, setelah mereka dalam ketakutan menjadi kondusif sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.
- Da’i yang nrimo senantiasa memperhatikan apa yang Allah ridhai dan cintai, maka ia tidak mau mengikuti hawa nafsunya atau mengikuti impian kelompok, forum atau partainya kalau bertentangan dengan keridhaan Allah dalam menuntaskan problematika umat ini. Maka hasilnya, da’i yang nrimo dalam berdakwah akan mendahulukan apa yang didahulukan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka menggapai ridha-Nya semata.
- Adapun da’i yang tidak ikhlas, maka dia mengakibatkan kemauan masyarakat atau nafsu kelompok, forum atau partainya sebagai kiblatnya, walaupun harus terluput darinya ridha Rabbnya. Apalagi yang diperjuangkan dalam dakwahnya yakni sesuatu yang hawa nafsu insan berselera dengannya, berupa harta, tahta maupun kenikmatan duniawi yang lainnya.
(Ikuti kelanjutannya di artikel: Pilar-Pilar Dakwah Para Nabi ‘alaihimus salam dalam Menyelesaikan Problematika Umat (3)). Wallahu a’alam.
***
Diolah dari muqoddimah Syaikh DR. Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan terhadap kitab Manhajul Anbiyaa` fid Da’wah ilallah, dengan beberapa tambahan.
Penulis: Ust. Said Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id