 |
| http://2.bp.blogspot.com/ |
Oleh: Tgk. Husni Nazir, Lc.
Perang Badar merupakan ujian besar bagi kaum muslimin. Selain perang perdana, jumlah pasukan muslimin ketika itu juga hanya sepertiga pasukan kafir quraisy. Ditambah lagi sebagian kaum muslimin gres saja masuk Islam, tidak menutup kemungkinan kepercayaan mereka goncang dengan dengan kondisi ini.
Namun Allah sangat Rahim kepada hambanya. Ujian ini berhasil dilalui sahabat dengan sumbangan Allah. Allah mengirimkan bala bantuan, berupa para malaikat yang berperang eksklusif bersama mereka mengalahkan pasukan musuh.
Hikmah pertolongan Allah ini terang Allah kabarkan dalam Al Quran:
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Artinya: Dan Allah tidak menjadikannya (pemberian bala sumbangan itu) melainkan sebagai kabar besar hati bagi (kemenangan) mu, dan semoga hatimu hening karenanya. Dan tidak ada kemenangan itu, selain dari Allah yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Ali Imran: 126)
Satu ujian telah berhasil dilalui dengan sempurna.
Namun, ketika perang Badar mereda. Kaum muslimin kembali dihadang ujian lainnya. Mereka dihadapkan dengan Ghanimah yang ditinggal oleh kafir Qurasy. Tentu saja itu bisa menarik hati jiwa sebagian para sahabat, apalagi mengingat kondisi ekonomi mereka yang gres saja berhijrah, meninggalkan semua harta yang mereka miliki di Mekkah.
Dua cobaan yang sama-sama memiliki kiprah besar dalam mengokohkan jiwa para para sahabat.
Sebagian sahabat ketika perang selesai, sebagaimana diriwayatkan dari Ubadah bin Shamid, mereka eksklusif berebut mengumpulkan ghanimah, sampai- hingga mereka saling berselisih dalam hal pembagiannya. Mereka buru-buru pergi menjumpai Rasulullah menanyakan bagaimana bentuk pembagian harta perang yang gres saja mereka peroleh.
Peristiwa ini tercatat dalam Al Alquran di awal surat Al Anfal:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ ۖ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) wacana (pembagian) harta rampasa perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah korelasi diantara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jikalau kau orang-orang yang beriman. (Al Anfal : 1)
Jika kita memperhatikan ayat tersebut, kita akan bertanya dimana sebetulnya letak balasan dari pertanyaan para sahabat. Para sahabat bertanya bagaimana membagi harta perang, namun balasan tiba dengan mengatakan, ketahuilah bahwa harta perang itu milik Allah.
Sudah maklum, bahwa semua yang ada dibumi, langit dan apa yang ada diantara keduanya yakni milik Allah. Lantas apa makna daripada firman Allah “ Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul.”
Syekh Sa’id Ramadhan Al Buthi dalam Fikih Tsirahnya mengatakan, firman Allah SWT. tersebut bukanlah balasan dari pertanyaan yang ditanyakan oleh para sahabat kepada Rasulullah. Akan tetapi seolah ayat tersebut ingin memalingkan pikiran para sahabat secara keseluruhan dari pembahasan ghanimah.
Ini yakni tarbiyah. Pelajaran penting yang ingin Allah sisipkan dalam jiwa para sahabat , berikut juga kepada kita umat Islam.
Perang badar merupakan kemenangan pertama kalinya bagi umat Islam, ia juga merupakan pertama kalinya kaum muslimin melihat harta. Jika Allah SWT. eksklusif menurunkan ayat pembagian ghanimah ketika itu, itu bisa saja akan mengubah paradigma jihad para sahabat, dari awalnya lillahi ta’ala (karena Allah semata) menjadi alasannya yakni dunia dan harta.
Jika ini dibiarkan, lantas apa yang akan terjadi ketika Rasulullah telah tiada nantinya, sedangkan kaum muslimin akan menaklukkan banyak sekali belahan bumi demi membuatkan Islam, apa yang bisa mereka lakukan ketika di rayu dengan tumpukan emas dan permata.
Seolah ayat tersebut mengatakan, kalian menanyakan wacana harta perang, maka ketahuilah bahwa harta tersebut yakni milik Allah dan Rasulnya. Sedangkan kalian, kiprah kalian bertakwa kepada Allah, sedangkan duduk kasus harta bertawakkallah kepada-Nya. Bukankah tujuan jihad kalian yakni demi keridaan Allah. Jika benar demikian, maka tinggalkanlah perselisihan diantara kalian, sucikan hati dari dunia, supaya kalian berhak mendapat cinta-Nya.
Mendengar balasan Rasulullah, para sahabat goncang, mereka benar- benar merasa bersalah, sebagian mereka menangis menyesal seolah telah melaksanakan dosa yang sangat besar.
Setelah itu Para sahabat tidak lagi membicarakan duduk kasus ghanimah, mereka mengunci bersahabat pembahasan tersebut, seraya senantiasa beristighfar memohon ampunan kepada Allah.
Lihatlah, betapa besar kasih sayang Allah kepada hambanya.Beberapa hari kemudian turunlah Ayat yang menjelaskan bagaimana cara membagikan harta perang.
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kau peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibn sabil, (demikian) jikalau kau beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al Anfal: 41)
Seolah pesan yang tersirat ilahiah mengatakan, benar bahwa harta perang yakni milik kalian, bahkan semua yang ada dibumi hanya sanya diciptakan untuk kalian, akan tetapi Allah SWT. Tidak ingin hati kalian lalai daripada mengingat-Nya, terlena alasannya yakni dunia dan kenikmatan sesaat. Allah telah mempersiapkan kepada kalian akhir agung, yang tidak pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah terbisik di telinga, yaitu syurganya yang kekal.
Petikan sejarah Rasulullah ini memperlihatkan pelajaran yang sangat berharga bagi kita umat Islam hari ini, khususnya yang telah mendedikasikan dirinya untuk berdakwah dijalan Allah.
Berapa banyak perjuangan dan jihad yang telah dirintis dengan panji lillahita’ala, namun ketika hingga dipuncak kemenangan, kita sulit mempertahankannya, selalu jatuh terpeleset dalam lumbung fulus.
Bahkan terkadang ketika gagal, kita lepas kontrol dan malah menjadi lebih memperihatinkan. Mungkin lillahita’ala kita hanya sekedar lambang, sedangkan hati masih berkata lain.
Semoga kita termasuk diantara orang-orang cerdas, yang rajin berguru dari Rasulullah Saw. Allahumma shali wa sallim wa barik ‘Ala saidini Muhammad, wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
