Oleh; Istiqamatul Masyithah al-Jakfar
Sejarah telah mencatat, selama tujuh periode lebih Islam menjadi “The Greatest World’s Civilization” (peradaban terbesar di dunia). Sejak zaman Rasulullah Saw. hingga dinasti Abbasiyah (1258) umat Islam tampil sebagai pemimpin dunia. Tujuh periode kejayaan Islam telah berlalu dan tujuh periode kemunduran telah berlangsung. Kini umur dunia memasuki periode 21. Akan tetapi muslim belum bisa mengembalikan kejayaannya menyerupai yang tertulis dengan tinta emas sejarah kegemilangan dahulu.
Seharusnya umat Islam mencar ilmu dari sejarah kejayaan dan kemunduran Islam. Agar bisa menyiasati dan mengatasi kemunduran yang merupakan problematika umat bakir balig cukup akal ini. Namun ironisnya, hari ini kita semakin jauh dengan nilai-nilai keislaman. Seorang pembaharu Islam dari Mesir menyampaikan " Islam mahjubun lilmuslim" ( Islam tertutupi dengan umat Islam sendiri).
Secara umum, kemunduran yang dialami umat Islam disebabkan oleh semakin jauhnya umat dari nilai-nilai Al-Quran-Hadis yang tidak berperan lagi sebagai khairu ummah. Penegak amar ma’ruf nahi munkar. Sikap dan prilaku umat tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Muslim membaca Al-Quran tetapi tidak mentadaburinya, atau membaca dan mentadaburinya tetapi tidak mengamalkannya.
Muhammad Abduh pernah berkata "Wajadtu islam fi baris falam ajid al-muslim, wa wajadtu al-muslim fi misr falam ajid al-islam". (saya menemukan Islam di Paris tetapi tidak terdapat muslim, dan saya mendapat muslim di Mesir tetapi tidak menemukan Islam). Ini yaitu kritikan bagi umat Islam.
Aplikasi terhadap aliran Islam dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kunci kejayaan Islam. Namun Sebaliknya, perilaku acuh, malas, pesimis dan hilangnya ruh-ruh keislaman yaitu kunci keterbelakangan umat. Muslim sejati yaitu muslim yang berani nenunjukkan jati dirinya sebagai muslim.
Jika ingin mengetahui wacana Islam , maka perhatikan prilakunya. Hal ini telah dibuktikan oleh baginda Rasulullah Saw.. Ketika seseorang bertanya pada Aisyah r.a. wacana bagaimana adab Rasulullah, Aisyah menjawab akhlaknya yaitu Al-Quran. Beliaulah uswah al-hasanah bagi umat manusia.
Dewasa ini, kemunduran Islam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: internal dan eksternal. Faktor internal berupa kelemahan dalam tubuh muslim sendiri, seperti: umat Islam yang tidak konsisten dengan agamanya serta pengkhianatan terhadap agama, dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Islam mengalami krisis para ulama, ilmuwan dan cendikiawan muslim yang berjuang demi Islam dan istiqamah di jalanNya.
Banyak konflik dan kasus yang terjadi, diantaranya: penyalahgunaan jabatan, penyelewengan dana dan korupsi merajalela, sedangkan penegak aturan tidak berperan sebagaimana mestinya. Masih ada komunitas muslim dalam kemiskinan, sehingga tak heran kita dapati muslim yang rela menjual aqidahnya hanya untuk sekardus mie instan.
Sebesar apapun problematika umat, bisa diselesaikan jikalau ukhuwah islamiyah terjalin berpengaruh dan umat Islam berada dalam satu barisan untuk mewujudkan harapan demi meraih kejayaan. Namun, realita yang kita saksikan hari ini justru sebaliknya.
Rasulullah telah mensinyalir bahwa hampir datang masanya dimana bangsa-bangsa lain akan menyerbu umat Islam, menyerupai makanan di atas meja hidangan. Lalu sahabat merasa heran lantas bertanya kepada Rasulullah: “ apakah jumlah kami waktu itu sedikit sehingga kami diserbu menyerupai makanan yang dihidangkan?”, kemudian nabi Saw. menjawab: “tidak, bahkan jumlah kau ketika itu lebih banyak, tetapi tidak mempunyai kualitas dan terpecah belah satu sama lain”.
Prediksi Rasulullah di atas terjadi pada periode millennium ini, sebagai contoh: umat Islam tidak mempunyai keberanian untuk melawan Israel, organisasi konferensi Islam (OKI) yang bertujuan menggalang persatuan umat Islam dunia hanya berani mengecam dan mengutuk setiap tindak kekerasan militer yang dilakukan tentara Israel, Afganistan dihujani bom, Irak dirudal dan kini Palestina, tetapi OKI membisu seribu bahasa.
Andai para Pemimpin Arab bersatu dan mengambil sikap, sanggup dipastikan Israel terhapus dari peta timur tengah. Sayangnya, Dunia Islam ketika ini telah terjangkit penyakit ganas yang menggerogoti ruh- ruh Islam dalam jiwa muslim. Penyakit itu yaitu “wahn” yaitu cinta dunia dan takut mati.
Adapun faktor eksternal, diantaranya; serangan dari luar. Adapun Perperangan di era modern ini tidak lagi terfokus pada perang fisik semata, melainkan perang pemikiran yang disebut ghazw al-fikr. Para musuh Islam cukup sadar akan kekuatan umat Islam. Perang Arab-Israel pada tahun 1948,1956,1973 dan 1982 yaitu bukti konkrit kemampuan Negara Arab melawan zionis Israel.
Westernisasi, kristenisasi sekularisme, liberalisme, orientalisme dan feminisme merupakan bentuk perang pemikiran yang digencarkan oleh para anti islam. Mereka memakai metode ini lantaran dianggap paling ampuh mencuci otak para muslimin. Bagi mereka menjadikan umat Islam jauh dari nilai-nilai keislaman yaitu kesuksesan besar, lantaran dengan demikian tanpa disadari umat Islam akan menghancurkan agama mereka dengan tangan sendiri.
Demikianlah sekilas potret dunia islam ketika ini. Berbagai problematika yang dihadapi menjadikan kemunduran kita, namun hal ini dilarang menjadikan muslimin berputus asa, melainkan menumbuhkan semangat untuk bangun dari keterpurukan dan menjadi muslim yang kuat.
Islam akan kembali kepada kejayaannya dengan perjuangan, doa, pengorbanan, kegigihan, optimis dan kesabaran dari umat Islam seluruh dunia. Allah telah berfirman " Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri". (QS Ar- ra’d:11)
Tulisan sederhana ini bukanlah sebuah pengetahuan gres bagi para pembaca budiman, namun penulis hanya ingin membangkitkan kembali sense of belonging (rasa memiliki) terhadap Islam dan menjadi muslim yang peduli.
Mengembalikan keagungan islam dan mengukir senyum di wajah dunia Islam yaitu kewajiban dan tanggungjawab kita sebagai muslim. Maka patutlah kita bertanya pada diri masing-masing, bantuan apa yang telah kita berikan untuk Islam? Wallahu a’lam bishawab (dari banyak sekali sumber)
*Tulisan ini telah dimuat pada buletin el-Asyi Edisi 106.