Syekh Syauqi Allam, Mufti Mesir |
Shalat di dalam masjid yang di dalamnya terdapat kuburan orang shaleh ialah diperbolehkan dan disyariatkan, bahkan disunahkan.
Allah berfirman di dalam al-Quran: (1)Mereka berkata, “Dirikanlah bangunan di atas (gua) mereka. Tuhan mereka lebih mengetahui wacana mereka.” (2) Orang-orang yang berkuasa atas mereka berkata, “Kami niscaya akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya.” (QS. al-Kahfi: 21)
Pada ayat tersebut, belahan kalimat pertama ialah ucapan orang-orang musyrik, sedangkan belahan kalimat yang kedua ialah ucapan orang-orang mukmin. Allah menceritakan keduanya tanpa mengingkarinya. Hal itu menyampaikan bahwa ucapan keduanya diteruskan syariatnya.
Imam al-Razi dalam tafsirnya mengatakan, “Yang dimaksud dengan ‘Kami niscaya akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya’ ialah menyembah Allah di dalamnya, dan melestarikan peninggalan ashabul kahfi dengan adanya masjid tersebut.”
Imam Shihab al-Khafaji dalam komentarnya terhadap tafsir al-Baydawi mengatakan, “Ini menjadi dalil diperbolehkannya membangun masjid di atas kuburan orang-orang shaleh.”
Adapun dalil dari sunah, bahwanya Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Di masjid al-Kheif ada 70 makam Nabi.” (HR. al-Bazzar dan al-Thabarani dalam mu’jam alkabir)
Rasulullah sendiri dimakamkan di masjid Nabawi. Itu bukan khusus untuk beliau, alasannya ialah pada nyatanya sobat Abu Bakar dan Umar juga dimakamkan di sana. Berarti boleh juga membangun masjid di atas makam para ulama.
Bagaimana dengan hadits Sayyidah Aisyah Radiyallahu anha yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, bergotong-royong Rasulullah bersabda: “Allah melaknat umat Yahudi dan Nashrani yang menimbulkan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” ?
Kata “masjid” sanggup juga dimaksudkan untuk waktu, daerah dan kejadian. Makara makna ‘menjadikan kuburan’ pada hadits tersebut ialah bersujud kepadanya untuk mengagungkan dan beribadah kepadanya, menyerupai sujudnya orang-orang musyrik kepada patung dan berhala-berhala.
Imam al-Baydawi berkata: “Ketika orang-orang Yahudi dan Nashrani bersujud kepada kuburan nabi-nabi mereka untuk mengagungkannya, menjadikannya sebagai kiblat dan arah shalat serta menjadikannya sebagai berhala, Allah melaknat mereka dan mencegah umat Islam melaksanakan hal menyerupai itu. Adapun orang yang membangun masjid di sebelah kuburan orang shaleh atau bershalat di atas kuburuan orang shaleh dengan tujuan bertawasul, bukan untuk mengagungkan dan menyembahnya, maka hal itu tidaklah bermasalah. Apakah kau tidak melihat bahwa makam Nabi Ismail ada di masjidil haram, dan masjid itu ialah masjid paling utama yang orang Islam shalat di dalamnya? Shalat di atas kuburan itu tidak boleh bila kuburannya pernah digali, alasannya ialah tanahnya sudah bercampur najis.
Dari dalil-dalil di atas, telah terang bergotong-royong shalat di dalam masjid yang di dalamnya ada kuburan orang shaleh ialah diperbolehkan, disyariatkan bahkan disunahkan. Adapun pendapat yang mengharamkannya ialah ucapan batil yang tak perlu dihiraukan.
-Syekh Syauqi Allam, Mufti Mesir
Sumber: Majalah al-Azhar edisi Jumadil ula 1435 H.