Ada seorang syaikh sedang berjalan-jalan di tepian sebuah sungai, ia melihat seorang anak kecil yang belum mencapai usia baligh, sedang berwudhu sambil menangis. Hal itu menarik perhatiannya, maka ia bertanya, “Wahai anak kecil, apa yang membuatmu menangis??”
Anak itu berkata, “Wahai Tuan, saya sedang membaca Al Qur’an, hingga hingga pada firman Allah (yakni Surah at Tahrim ayat 6, yang artinya) :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang materi bakarnya yaitu insan dan batu. Para penjaganya yaitu malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya (kepada mereka). Wahai Tuan, sehabis membaca ayat ini, saya sangat ketakutan kalau-kalau Allah akan memasukkan saya ke dalam neraka!!”
Sang syaikh tersenyum bijak, dan berkata, “Wahai anak kecil, engkau seorang anak yang terjaga, maka janganlah kau takut, engkau tidak patut masuk neraka!!”
Tentu saja jawabannya itu didasari kenyataan yang dilihatnya, bahwa anak sekecil itu sedang berwudhu, membaca Al Qur’an, bahkan dapat menangis dikala menangkap makna ayat-ayat Al Qur’an.
Tetapi mendengar balasan sang syaikh, anak itu memandang dengan keheranan, dan berkata, “Wahai Tuan, bukankah engkau orang yang pandai sehat? Tidakkah engkau tahu, dikala insan akan menyalakan api, ia akan membutuhkan kayu-kayu yang lebih kecil terlebih dahulu, gres kemudian kayu-kayu yang lebih besar!!”
Jawaban dari budi anak kecil, yang mungkin belum banyak memperoleh pengajaran wacana ilmu-ilmu keislaman. Tetapi hal itu sangat menyentuh sang syaikh, ia menangis lebih keras daripada tangisan anak kecil itu, dan berkata, “Anak sekecil ini lebih takut kepada neraka, bagaimana dengan keadaan kami??”