Oleh; Agus Diansyah, Lc.*
Wabah tren Korea yang menyerang Indonesia bagai pusaran magnet, tampaknya tidak bisa dibendung lagi, mulai dari artis-artisnya yang manis dan tampan, drama serial Korea, penyanyi solo hingga boyband dan girlband, hingga pakaian ala Korea menjadi tren bagi anak muda di Indonesia zaman sekarang. Tapi bagaimana dengan kaum muslimnya? Tidak banyak yang tahu perihal keadaan saudara kita di sana, yang ternyata tak luput dari sentuhan hidayah Islam. Dari waktu ke waktu sentuhan nafas Islam itu kian terasa dan kian nyata.
Muslim Korea dalam peta sejarah
Menelisik pertalian sejarah antara muslim Arab dengan orang Korea sendiri berawal dari pertengahan kurun ke-7, kafilah dagang muslim yang menuju Cina pada masa dinasti Tang dan menjalin relasi dengan orang Korea yang dikuasai oleh Kerajaan Shilla, salah satu dari tiga negara besar Korea masa lalu. Walaupun tak nampak bukti adanya acara yang bersifat religius, namun relasi dagang antar kafilah muslim dengan Dinasti Shilla berlangsung cukup baik.
Pada kurun ke-11, Dinasti Koryo (918-1392) mulai intensif melaksanakan relasi dagang dengan kafilah muslim. Raja Koryo waktu itu memberi keleluasaan bagi para pedagang muslim untuk tinggal di Korea dan dipersilahkan membangun masjid yang disebut Ye-Kung dan para imamnya disebut Doro. Bahkan kafilah pedagang muslim itu membentuk komunitas dalam jumlah cukup besar di Kaesong, ibukota negara masa itu, begitu juga dengan kawasan Itaewon yang terus bermetamorfosis kota besar hingga sekarang.
Momentum Kebangkitan Islam
Islam kembali hadir berabad-abad kemudian. Sekitar tahun 1920 tentara muslim Turki melarikan diri dari Revolusi Bolshevik di Rusia ke Korea. Sekitar 200 muslim meminta suaka ke Korea. Mereka membentuk satu komunitas Mahall-i Islamiye di mana mereka hidup dengan nyaman sebagai satu masyarakat muslim.
Mereka juga banyak membangun madrasah dan membangun perkuburan muslim di pinggiran Kota Seoul. Namun, tak usang sehabis terjadi pemisahan antara Korea Utara dengan Korea Selatan tahun 1945, mereka mulai berimigrasi ke USA, Kanada, Australia dan Turki. Hanya ada satu dua muslim yang tetap tinggal.
Tentara Turki kembali memegang peranan penting dalam perkembangan Islam di negara ini. Selama perang Korea (1950-1953), pasukan perdamaian Turki ketika itu melaksanakan dakwah Islam yang cukup intensif. Dipimpin oleh Abdul Ghafur Karaismailoglu, tentara Turki mendakwahkan Islam pada publik Korea dengan melaksanakan semacam kuliah umum.
Populasi Muslim
Meski jumlah umat Islam di Korea Selatan tersebut terbilang kecil, berkisar 0,4% kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk Korea Selatan yang mencapai 47 juta jiwa menurut sensus 2005. Namun, untuk rentang dakwah yang gres dimulai pada 50-an, jumlah ini sungguh fantastis.
Data dari Korea Muslim Federation (KMF) menyebutkan, jumlah muslim di Korea Selatan kini ini mencapai 120.000-130.000 orang, terdiri dari muslim Korea orisinil dan para warga negara asing. Kebanyakan orang Korea orisinil yaitu keturunan dari muallaf yang masuk Islam ketika berlangsung perang Korea. Muslim penduduk orisinil sekitar 45.000 orang, selebihnya didominasi imigran asal Indonesia, Malaysia, Uzbek, Pakistan, dan Bangladesh.
Ramainya imigran muslim tersebut berdampak pada peningkatan pemeluk Islam orisinil Korea. Data sensus 2005 memperlihatkan terdapat sekitar 45.000 muslim orisinil Korea. Sensus yang dilakukan oleh Badan Statistik Korea tersebut meliputi survey terhadap agama yang dianut masyarakat Korea. Meski pada sensus 2010 kemudian pertanyaan perihal agama telah dihilangkan.
Tantangan Muslim Korea di Tengah Kesalahpahaman
Dapat dibayangkan betapa sulitnya menjalankan agama Islam ditengah-tengah secara umum dikuasai non-muslim. Di Korea menggunakan hijab saja sudah menjadi sentra perhatian. Hal ini tentu berbeda dengan sejumlah negara Eropa atau USA di mana orang berhijab berlalu-lalang pun sudah tidak begitu asing. Singkatnya, masyarakat Korea tidak banyak mengetahui apa itu Islam dan muslim.
Tak heran kalau sejak kejadian 11 September banyak masyarakat Korea yang mencari gosip perihal Islam. “Banyak masyarakat Korea yang mengunjungi mesjid kami untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka perihal Islam dan kami mulai memperlihatkan kuliah terbuka setiap minggu,” kata Abdul Raziq Sohn, Presiden KMF. Mesjid yang sering dikunjungi yaitu Seoul Central Mosque, di Seoul.
Hal lain yang cukup serius yaitu sulitnya bagi anak muslim untuk sekolah. “Anak muslim menemui kesulitan untuk masuk ke sekolah dasar dan menengah alasannya yaitu mereka diperlakukan menyerupai mahluk absurd hanya alasannya yaitu mereka muslim,” ujar Kim Hwan-yoon, Direktur Audit dan Pengawasan KMF.
Hal ini menciptakan muslim Korea semakin teguh memegang agamanya dan berusaha menciptakan sekolah Islam semoga muslim bisa bersekolah dengan tenang. Perlunya sekolah Islam ini sudah menjadi perhatian KMF. Kini mereka tengah bergiat mewujudkan rencana tersebut.
Muslim Korea tidak patah semangat dalam menyebarkan Islam dengan satu pegangan teguh percaya kepada Allah Swt.. Hasilnya, mereka bisa mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Korean Muslim Foundation (KMF) yang diakui sah oleh Negara dan secara resmi terdaftar di Kementrian Budaya dan Informasi pada 1967. Mulai ketika itulah, dakwah sanggup berjalan lancar dan terbuka.
Banyak pakar yang mengakui bahwa Islam akan berkembang di Korea. Namun, mereka memprediksi Islam akan mengalami benturan budaya dengan susila istiadat setempat yang mengutamakan kelompok, melaksanakan praktik budaya politeisme (menuhankan banyak benda), yang bersahabat dengan Seju (minuman alkohol khas Korea), dan daging babi sebagai hidangan sehari-hari.
Sebagai muslim, hidup mereka akan kesulitan mengikuti keadaan dalam pergaulan masyarakatnya, sehingga Islam diramalkan tak akan pernah menjadi agama yang berkembang pesat dan sulit menjadi agama terbesar di Korea. Tapi, sekali lagi itu hanya sebatas catatan manusia. Waktu, semangat dan doa dari muslim Korea akan membuktikannya.
Maka rasa ketertarikan kepada Islam pun kian menari dalam sanubari penduduk pribumi. Sinar ini tiba dari sebuah komunitas muslim di Korea Selatan, mereka berjuang untuk mengatasi tantangan yang berasal dari banyak sekali media yang stereotip, memandang negatif, dan sebelah mata. Ada wajah Islam yang tidak terlihat di media, wajah Islam yang bergotong-royong terlihat di sekitar, sesama saudara muslim saling membuatkan dengan damai.
Subhanallah, Allah akan terus menggerakkan hati-hati kita untuk terus bersama menyongsong kebangkitan Islam. Mari perbaiki diri kita, mulai dari yang paling kecil dan ketika ini juga.
*Penulis yaitu alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, jurusan Syari’ah Islamiyah. Tulisan ini telah dimuat di buletin El-Asyi edisi 118