Friday 13 March 2020

Al-Azhar; Pencetak Generasi Mandiri



Selaku mahasiswa Al Azhar, tentunya kita sudah mencicipi bagaimana proses berguru mengajar di kampus ini. Akan tetapi, bisa mengundang tanda tanya besar bagi mereka yang gres mendengar sistem perkuliahan mirip ini.

Sebagai mana yang kita ketahui, sesungguhnya sistem perkuliahan disini memakai sistem ceramah, dosen menunjukkan bahan kuliah hingga batas selesai jam mata kuliah tersebut, tanpa ketidakhadiran kehadiran mahasiswa. Dosen menunjukkan kiprah makalah tanpa meminta untuk dipresentasikan diruang kuliah.

Sekilas kita lihat ini terkesan gampang dan sederhana. Akan tetapi jangan kita anggap sepele dan kita biarkan berlalu begitu saja, lantaran pada hakikatnya ini butuh usaha yang berpengaruh dan serius jikalau kita ingin berhasil. Supaya tercapai maksud dan tujuan Al Azhar dalam mendidik mahasiswanya.

Inilah Al Azhar, punya ciri khas tersendiri dalam mendidik mahasiswa untuk menyebarkan agama dan peradaban Islam. Bukan berarti dengan menganut sistem ini, Al Azhar mengabaikan kurikulum yang dianggap membangun potensi mahasiswa mirip menulis dan diskusi. Akan tetapi, Al Azhar mengajarkan mahasiswa supaya mandiri.

Dari sanalah Al Azhar membangkitkan potensi mahasiswanya, untuk menjadi generasi ulama sanggup berdiri diatas kaki sendiri di masa depan. Bagaimana ketekunan mahasiswanya berjuang mencari ilmu. Mencari acuan yang benar, dilatih untuk bertanya pada dosen atau kepada para masyaikh walaupun diluar ruang kuliah. Karena ilmu tidak tiba dengan sendirinya, akan tetapi kita harus mendatanginya.

Materi di dingklik kuliah yaitu pintu pembuka bagi kita selaku mahasiswa untuk mengetahui ruang lingkup apa saja yang akan kita pelajari. Sedangkan pendalamannya bisa kita lanjutkan di tempat-tempat pengajian yang sudah disediakan.

Al Azhar mengajarkan kepada mahasiswanya ilmu alat, yang paling utama diantaranya yaitu ilmu bahasa Arab yang mencakup Nahwu dan Sharaf. Selanjutnya ilmu-ilmu alat yang lain, yang berupa kaedah-kaedah pada setiap cabang ilmu pengetahuan. Sehingga mahasiswa bisa mengkaji khazanah ilmu-ilmu agama Islam yang diwarisi oleh para ulama terdahulu. Kemampuan untuk menggali ilmu-ilmu inilah yang diperlukan Al Azhar kepada mahasiswanya, terlebih ketika mereka selesai dan kembali ke tanah air. Karena dengan itu mereka akan bisa menelaah sendiri tanpa harus selalu bertanya setiap saat.

Beruntung jikalau kita masih berada di negeri seribu menara, negeri yang bisa kita usikan berjuta pertanyaan. Akan tetapi jikalau kita telah kembali ke tanah air, ketika daerah bertanya tidak lagi kita temui atau kesempatan untuk bertanya tidak lagi mirip sekarang, maka kita akan kesulitan.

Mutiara-mutiara berharga sangat banyak terdapat dalam kitab-kitab turats warisan ulama Islam. Dengan demikian, siapa saja yang bisa menguasai ilmu alat, beliau akan bisa menggali dan menyajikannya sendiri. Karena situasi dan kondisi menuntut kita untuk selalu siap siaga dalam hal ilmu yang akan kita terapkan dalam kehidupan kita. Terkadang, secara mendadak kita harus bisa menjawab tantangan zaman dalam beling mata Islam. Sehingga kita terjaga dari segala bahaya pemikiran luar yang akan merusak Islam.

Ilmu alat tersebut mirip perisai dan pedang. Jika kita bisa menguasainya, berarti kita sudah memiliki perisai dan pedang yang akan kita gunakan dalam menjalankan misi dakwah islamiyah. Kita akan bisa menahan serangan dari mana saja dengan memakai perisai tersebut demi menjaga pemikiran Islam yang benar. Dan juga bisa menyerang pemikiran menyimpang yang berkembang seiring berkembangnya zaman.
Al Azhar membuka pengajian sebanyak-banyaknya di luar jam kuliah, sehingga para mahasiswa bebas dalam menentukan pengajian mana yang ingin diikuti. Inilah sebabnya Al Azhar memakai sistem mirip ini.

Oleh lantaran itu, bagi kita yang sedang menempuh pendidikan di kampus ini, kita harus berperan aktif dalam hal usaha mendapat ilmu. Inilah yang diperlukan oleh Al Azhar. Keaktifan mahasiswa yang mandiri, tidak bergantung kepada sistem. Bukan berarti Al Azhar menunjukkan kebebasan kepada mahasiswanya untuk mengkaji dan menulis sesuka hatinya, akan tetapi ada aturan-aturan bagi seorang penuntut ilmu agama untuk menempuh jalur yang benar.

Jalur itu berupa pembelajaran dan kajian yang digali pribadi kepada para ulama Mesir, lantaran itulah Al Azhar membuka tempat-tempat talaqqi yang memang sudah menjadi tradisi berguru mengajar yang sudah dilakukan semenjak awal-awal berdirinya Al Azhar. Yang dimulai di pojok-pojok mesjid, kemudian gres dibangun universitas. Inilah metode ataupun solusi supaya keabsahan ilmunya terjaga.

Dengan demikian, lakukanlah hal-hal terbaik, lantaran itu semua akan menjadi sejarah dalam hidup kita. Jika hal-hal ini terlewatkan begitu saja, maka beberapa tahun kedepan akan adanya penyesalan dihati kita. Disaat-saat kita merindukan masa-masa mirip ini, kita tidak akan bisa mengulangnya kembali. Karena yang namanya kesempatan itu tidak tiba kedua kalinya.

Kita mirip seorang prajurit tempur, yang harus siap siaga kapan saja. Karena musuh selalu mengintai kita, jikalau kita lalai maka beliau akan sanggup mengancam jiwa ataupun kelompok kita. Kita harus sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan berani, setiap ada persoalan di lapangan harus bisa kita selesaikan secepatnya dengan bijak dan tanpa ada niat untuk menunda-nunda. Karena permainan teka-teki pikiran kita terkadang juga akan menjadi musuh utama yang sewaktu-waktu bisa membunuh peluang dan kesempatan emas yang sifatnya terbatas.

Untuk mencapai sasaran dan cita-cita, kita harus melalui tahapan-tahapan dan waktu. Karena semua itu tidak ada yang instan, semua butuh waktu dan proses. Kita harus bersabar, istimrar dan penuh keyakinan.
Tidak ada prajurit perang yang akan memenangi pertempuran jikalau beliau gres mengasah pedang ketika serangan musuh datang.

Karena itulah, kita harus mengasah pedang dan memperkuat perisai mulai dari kini serta selalu siap siaga. Jika tidak tahu cara mengasah pedang yang benar, tanyakan pada ahlinya. Akan berakibat fatal jikalau kita mengasah kepingan yang salah, maka sewaktu-waktu pedang tersebut akan menebas kita. Demikian juga ilmu, jikalau kita salah dalam menuntut ilmu, atau menuntut ilmu tanpa guru, maka kita akan menelusuri jalan kesesatan dan menyesatkan.

Saya teringat kata-kata Doktor permintaan fiqh tingkat 4 Fakultas Syariah dikala pertemuan terakhir mata kuliah Usul Fiqh: “Harapan saya, biar kalian bisa menjadi duta-duta terbaik Al Azhar di manapun kalian berada, baik itu di Indonesia, Nigeria, maupun di negara-nrgara lain. Dan kalian harus tetap memakai manhaj Azhari”.

Dengan demikian, kita tidak cuma bisa membanggakan sesungguhnya kita yaitu mahasiswa Universitas Islam tertua di dunia, tapi kita harus bisa mengambarkan dan menunjukkan identitas Al Azhar yang memang terbukti mencetak generasi ulama. Sehingga Al Azhar pun gembira punya mahasiswa mirip kita.


Oleh : Muammar Zainun

Mahasiswa tingkat selesai Fak. Syariah wal Qanun, Universitas Al-Azhar ; dikala ini juga menjabat sebagai ketua KMA 2012-2013

banner
Previous Post
Next Post