Friday 27 September 2019

Satu Langkah Lebih Erat Dengan Talaqqi Di Al-Azhar


Oleh: Muji Yusnandar*

Image by Twitter


Tentu sudah tidak absurd lagi di indera pendengaran kita para masisir kata-kata berobjekkan talaqqi. aktivitas ini merupakan metode penyampaian ilmu dengan sistem face to face yang mana seorang syaikh atau guru memberikan ilmu melalu lisan(musyafahah) secara eksklusif kepada murid-muridnya dengan metode halaqah, yaitu seorang guru duduk di tengah-tengah murid-murid nya; lazimnya nyaa diatas kursi,  kemudian para murid tersebut duduk berdekatan mengelilinginya, kemudian guru tersebut membacakan bahan yang akan dibahas kemudian murid-murid tersebut mendengar klarifikasi yang dipaparkan oleh guru tersebut sambil mencatat hal-hal yang penting dari maklumat yang telah disampaikan oleh sang guru.

Metode pembelajaran melalui halaqah ini telah diterapkan oleh nabi Muhammad saw semenjak awal-awal kedatangan islam, kemudian hal tersebut diterapkan juga oleh para sahabat, tabiin, salaf al-shalih, kemudian berlanjut nan berkepanjangan hingga hingga ketika ini tak terkecuali dengan ruwaq-ruwaq Al-Azhar

Sebagai mana kita ketahui bahwa masjid Al-Azhar menentukan banyak ruwaq-ruwaq untuk pembelajaran keilmuan dengan memakai sistem talaqqi dengan metode halaqah, diantaranya yang masyhur kita ketahui, yaitu ruwaq ustmaniyyah, ruwaq fathimiyyah, ruwaq magharibah, ruwaq al-atrak, dan ruwaq Abbasiyah. Ruwaq-ruwaq inilah yang banyak melahirkan ulama-ulama yang intelek dan para cendikiawan muslim bertaraf internasional yang menyebar di aneka macam pecahan bumi, membawa fatwa islam yang lurus serta teladan fikir yang moderat, hingga sanggup diterima oleh masyarakat di pecahan bumi mana pun mereka berpijak.

Setiap hari masjid Al-Azhar tidak pernah sepi oleh majelis-majelis serta halaqah ilmiah. hal ini menjadi magnet dengan daya ketertarikan tersendiri yang sanggup memikat hati para pelajar Indonesia, maupun para pelajar yang berasal dari negara lain yang tidak sanggup diperhitungkan lagi jumlah nya. Hingga ketika ini, ruwaq-ruwaq masjid Al-Azhar masih eksis berkontribusi mengembangkan ilmu berbasis ahlussunah wal jamaah serta disiplin ilmu lainnya yang tidak hengkang dari dari batasan garis iktikad ahlussunah wa al-jamaah. 

Al-Azhar sendiri mempunyai tiga manhaj (kurikulum), yang mana seorang pelajar yang berguru di Al-Azhar tidak sanggup dikatakan seorang yang Azhari bila tidak menganut tiga manhaj tersebut, sebagai mana yang dituturkan oleh grand syaikh al Azhar syaikh Ahmad thayyib, sebelum ia diangkat menjadi grand Syaikh. 

Pertama, hendaklah seorang Azhari itu berakidah ahlu sunah wal jamaah, yaitu berkeyakinan(beriktikad) dengan manhaj Imam al-Asy'ary dan Abi Mansur al-Maturidi.


Kedua,seorang itu gres sanggup dikatakan Azhari bila dia bermadzhab dengan empat mazhab Ahlu Sunnah dan mengamalkan salah satunya.


Dan ketiga, hendaklah seorang Azhari itu bertasawuf kepada jalannya Imam Junaid dan Imam al-Ghazali.jadi seorang yang berguru di Azhar gres layak dikatakan seorang yang Azhari bila dia beri'tikat dengan tiga manhaj tersebut.

Sistem pembelajaran talaqqi di masjid Al-Azhar diterapkan semenjak pertama kali masjid itu didirikan oleh seorang panglima dinasti Fatimiyah Jauhar Al-Siqli dimulai semenjak tahun 970 M dan selesai dua tahun kemudian yaitu tepatnya pada tahun 972 M. Setelah itu Khalifah Fathimiyyah yang ke empat yaitu Khalifah Muiz lidinillah meresmikan masjid Al-Azhar yang diawali oleh Syaikh Ibnu Nu'man mengajarkan kitab al-Iqtishar fil Fiqhisy Syi'i al Isma'ili, dengan sistem talaqqi dan memakai metode halaqah.

Adapun jejak pelajar nusantara sendiri gres diukir semenjak munculnya Ruwaq Jawi, yang dibangun pada final pemerintahan Mamalik. Ruwaq inilah yang menampung para pelajar melayu dari Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunei,dan hingga ketika ini sistem pembelajaran talaqqi dengan metode halaqah tetap menjadi perimadona masyaikh Al-Azhar dalam memberikan bahan nyaa di pelbagai ruwaq di bundaran masjid Al-Azhar dan terbukti bahwa metode ini ialah metode yang paling aman hingga tidak pernah lekang dan masih dipakai hingga ketika ini.dan tidak berlebihan jikalau seandainya aku mengatakan,

“jika ka'bah ialah kiblat ibadah maka Al-Azhar ialah kiblat ilmu," berawalkan dari sebuah masjid legendaris bermetamorfosis menjadi sentra instansi pembelajaran islam terbesar di masa modern dengan tetap mempertahankan sistem pembelajaran klasiknya.

*Penulis ialah Mahasiswa Persiapan Bahasa Dar Al-Lughah, Universitas Al-Azhar Mesir.
banner
Previous Post
Next Post