Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan pesan yang tersirat disyari’atkannya ibadah puasa yang agung berupa perealisasian ketakwaan , sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian semoga kalian bertakwa” (Al-Baqarah : 183).
Oleh lantaran itu, seorang muslim selayaknya menghayati keberadaan bulan ampunan sebagai madrasah imaniyyah, yang mentarbiyyah seseorang yang berpuasa untuk gampang melaksanakan amal shaleh dan ibadah serta bersungguh-sungguh menjauhi dosa-dosa dan kemaksiatan.
Disebabkan hal di ataslah, efek baik puasa Ramadhan -jika puasa tersebut dilaksanakan dengan benar- akan terus nampak pada bulan-bulan setelah Ramadhan, lantaran akibat kebaikan itu yaitu kebaikan sesudahnya.
Berkata Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah :
ولهذا ذكر العلماء أن من أمارات قبول الصيام والقيام أن تحسُن حال العبد بعد رمضان ؛ فإذا كانت قبل رمضان سيئة تكون بعده حسنة ، وإذا كانت قبل رمضان حسنة فإنها بعده تكون أحسن ؛ وهذا من أمارات الخير وعلاماته ، أما والعياذ بالله إذا ساءت حال الإنسان بعد رمضان ووجد نفسه مقبلة على المعاصي -والعياذ بالله- والذنوب وعلى التفريط في الطاعات والواجبات والفرائض فهذه ليست من علامات الخير .
Oleh lantaran inilah, ulama menyebutkan bahwa diantara gejala diterimanya ibadah puasa dan shalat taraweh yaitu keadaan seorang hamba menjadi baik (baca: bertakwa) pasca Ramadhan.
Jika keadaannya sebelum Ramadhan jelek (baca: banyak maksiat), maka sesudahnya menjadi baik, sedangkan jikalau sebelum Ramadhan keadaannya baik , maka sesudahnya menjadi semakin baik, hal ini termasuk gejala kebaikan.
Adapun -kita berlindung kepada Allah- jikalau jelek keadaanannya pasca Ramadhan, ia dapati dirinya -kita berlindung kepada Allah- suka maksiat dan dosa serta suka menelantarkan ketaatan dan kewajiban-kewajiban, maka ini bukanlah termasuk gejala kebaikan.
Karena itu, termasuk masalah yang tertuntut untuk dilakukan setelah Ramadhan yaitu seseorang bersungguh-sungguh untuk terus melaksanakan kebaikan, seorang Salafush Shaleh menyampaikan :
بئس القوم لا يعرفون الله إلا في رمضان
Seburuk-buruk insan yaitu orang yang mengenal Allah hanya pada bulan Ramadhan saja.
Inilah keadaan yang terjadi pada sebagian orang!
Anda saksikan orang tipe ini rutin melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah pada bulan Ramdhan, namun saat keluar dari bulan Ramadhan, ditinggalkanlah banyak dari kewajiban-kewajiban tersebut, ia mulai banyak melaksanakan kemaksiatan-kemaksiatan.
ورب رمضان هو رب الشهور كلها ، والمعبود في رمضان معبود في الشهور كلها ، والفرائض فرائض في رمضان وفي غيره ، والواجبات واجبات في رمضان وفي غيره ، والمحرمات محرمات في رمضان وفي غيره
(Padahal) Tuhan bulan Ramadhan, sama dengan Tuhan seluruh bulan yang lainnya. Sesembahan yang haq pada bulan Ramadhan, sama dengan sesembahan yang haq pada bulan- bulan selainnya. Ibadah-ibadah yang wajib tetaplah menjadi ibadah yang wajib, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan- bulan selainnya dan perkara-perkara yang haram tetaplah menjadi masalah yang haram, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan- bulan selainnya, demikianlah tutur Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah mengingatkan hal ini.
Oleh lantaran itulah, sungguh merugi orang yang setelah Ramadhan tidak sanggup menjaga keistiqomahan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ingatlah! Bahwa saat kita melepaskan bulan Ramadhan, maka hakekatnya bukanlah melepaskan ketaatan, bukanlah mengatakan “selamat tinggal ketaatan!” .
Ketaatan tetaplah ketaatan dan ibadah tetaplah ibadah hingga kita meninggal dunia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu hingga tiba kepadamu yang diyakini (ajal)” (QS. Al-Hijr :99).
Hanya saja, bukan berarti tidak terbuka pintu maaf bagi seseorang yang sudah terlanjur suka melaksanakan kemaksiatan-kemaksiatan setelah Ramadhan!
Karena Allah Maha Penerima Taubat, jikalau ia bertaubat, maka Allah akan mengampuninya!
Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar:53).
Konteks ayat yang agung ini berkenaan dengan orang yang bertaubat dari segala macam dosa dan kemaksiatan, bahwa Allah mengampuninya, walaupun dosanya sebesar apapun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
“Seorang yang bertaubat dari suatu dosa menyerupai orang yang tidak mempunyai dosa tersebut” [HR. Ibnu Majah 4250 dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani].
[Diolah dari ceramah Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah, di : http://al-badr.net/detail/YXJs3462fH1d].
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id