Wednesday 30 October 2019

Syarah Ushul Tsalatsah [9]

Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan Syarah Ushul Tsalatsah [9]
Islam & Iman

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، إقرارا به وتوحيدا ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله ، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما مزيدا ، أما بعد :
MATAN
[Mengenal Agama Islam]

Dasar yang kedua: mengenal agama Islam dengan dalil-dalil sebagai dasarnya. Islam adalah:
اْلاِسْتِسْلاَمُ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ، وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan mentaati-Nya, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Dasar yang kedua: mengenal agama Islam dengan dalil-dalil sebagai dasarnya.

Definisi Islam
Islam secara makna bahasa :
هو الانقياد والخضوع والذل
Tunduk dan merendahkan diri”

Pembagian Islam dalam dalil
Islam secara dalam dalil (secara syar'i) mengandung dua makna :
Pertama:
الاستسلام القدري
Kepasrahan terhadap taqdir, yaitu: tunduk kepada Allah atas taqdir-Nya dalam mengatur makluk-Nya, baik mereka suka maupun benci. Hal ini ditunjukkan dalam Ali Imran:83.
Islam atau kepasrahan jenis ini tidak bernilai pahala, alasannya ialah semua makhluk tak mempunyai pilihan.

Kedua:
الاستسلام الشرعي
Berserah diri kepada Allah dengan melaksanakan Syari'at-Nya. Inilah Islam yang syar'i atau berserah diri yang sesuai Syar'iat dan bernilai pahala, alasannya ialah ada kehendak dan perjuangan dari pelakunya.
Islam yang syar'i (berserah diri yang sesuai Syar'iat) terbagi dua:
Islam Umum:
Agama seluruh nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya 'alaihimush shalatu was salam yang pada dasarnya ialah pedoman Tauhid, dan Islam umum inilah yang didefinisikan oleh Penulis kitab Ushul Tsalatsah inididalam matan ini. Kaprikornus seluruh agama nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya 'alaihimush shalatu was salam hakekatnya ialah agama Islam dengan makna umum, bahwa pedoman mereka ialah Tauhid, mengajak insan untuk beribadah kepada Allah dan melarang dari menyekutukan-Nya dalam peribadahan.

Islam khusus
Islam yang merupakan agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Islam manakah yang dimaksud Penulis?
Berkata Penulis rahimahullah:
Islam adalah:
اْلاِسْتِسْلاَمُ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ، وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan mentaati-Nya, dan benci terhadap kesyirikan dan pelakunya.”

Inilah Islam umum, pedoman seluruh nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya 'alaihimush shalatu was salam,termasuk Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kandungannya ada tiga:
1. اْلاِسْتِسْلاَمُ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ
Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya”
Kandungan pertama ini ialah pokok dan dasar dari dua kandungan yang lainnya.
Yaitu: Ajaran Tauhid yang diungkapkan di dalam matan dengan “Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya”. Dalilnya Az-Zumar:54.

2. الْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ
Tunduk patuh dengan mentaati-Nya”.
Kandungan kedua ini ialah hak dan penyempurna Tauhid yang merupakan kandungan pertama tersebut. Dalilnya An-Nur:54.

3. الْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
Benci terhadap kesyirikan dan pelakunya”.
Kandungan ketiga ini ialah konsekwensi dari Tauhid dengan membenci syirik dan pelakunya. Dalilnya Al-Mumtahanah:4.

MATAN
Islam mempunyai tiga tingkatan: Islam, Iman, dan Ihsan. Masing-masing tingkatan mempunyai rukun tersendiri.”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Dalil tiga tingkatan dalam beragama Islam
Penulis hendak menjelaskan bahwa Islam yang khusus ,yaitu Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam terdiri dari tiga tingkatan sebagaimana terdapat dalam hadits malaikat Jibril 'alaihis salam yang shahih.

Urutan diantara ketiga tingkatan
Tiga tingkatan ini, sebagian tingkatannya lebih tinggi dari yang lainnya.
Tingkatan Ihsan lebih tinggi dari tingkatan Iman, dan tingkatan Iman lebih tinggi dari tingkatan Islam.


Tingkatan Pertama : Islam
Orang-orang yang berhasil mencapainya dihukumi muslimun.
Tingkatan ini maksudnya ialah melaksanakan amalan zhahir, yaitu Rukun Islam yang lima, diiringi dengan sebagian keimanan batin yang menimbulkan sahnya keislaman yang zhahir tersebut.
Jadi tingkatan Islam ialah menunaikan amalan zhahir, yaitu ucapan dan perbuatan yang zhahir.
Tingkatan Kedua : Iman
Orang-orang yang berhasil mencapainya dihukumi mukminun.
Maksudnya ialah sebuah tingkatan dalam beragama Islam berupa keyakinan batin dengan beriman kepada rukun iman yang enam, diiringi dengan sebagian keislaman zhahir, dan amalan zhahir yang menimbulkan kesahan iman yang batin.
Jadi tingkatan Iman ialah ucapan dan perbuatan yang hati (batin)

Tingkatan Ketiga : Ihsan
Orang-orang yang berhasil mencapainya dihukumi muhsinun.

Muslimun, mukminun, dan muhsinun ketiga-tiganya para pemeluk agama Islam, dan masing-masing tingkatan mempunyai keutamaan.

Perbedaan antara Islam dan Iman
Hubungan antara Islam dan Iman bisa diungkapkan dengan kalimat :
إذا اجتمعا افترقا، وإذا افترقا اجتمعا
Dua kata yang jikalau keduanya berkumpul dalam satu dalil, maka masing-masing kata membawa makna yang berbeda, namun jikalau hanya salah satu saja dari keduanya yang disebutkan dalam dalil, maka maknanya meliputi yan lainnya”.

أن الإيمان إذا ذكر وحده يشمل الإسلام كله، وكذلك الإسلام إذا ذكر وحده يشمل الإيمان كله، كقوله تعالى:{ إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ }
حينئذ يراد به الدين كله أصوله وفروعه من اعتقاداته

فإذا ورد الإسلام والإيمان في نص واحد، كان معنى الإسلام: الأعمال الظاهرة. ومعنى الإيمان: الاعتقادات الباطنة كما في حديث جبرائيل


MATAN

Rukun Islam ada lima: Syahadatain
(لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ), menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah al-Haram.”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN

Perkataan Penulis : “Rukun Islam ada lima”,
Maksud istilah “rukun” disini ialah tiang, bahwa Islam diibaratkan bangunan yang mempunyai lima tiang, dan bangunan Islam terbangun di atas lima tiangnya tersebut

Mengapa kelima perkara ini menjadi Rukun Islam?
Tentunya selain alasannya ialah dalil mengatakan bahwa bangunan Islam terbangun di atas lima tiangnya sebagaimana yang dikandung dalam Shahihain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمدا رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة،صوم رمضان وحج بيت الله الحرام ))

juga alasannya ialah kelima rukun ini merupakan syiar-syiar Islam yang paling dominan, oleh alasannya ialah itu aturan kelima rukun ini ialah fardhu 'ain atas muslim yang mukallaf. Adapun pedoman Islam lainnya merupakan penyempurna lima rukun ini.

Konsekuensi jikalau seorang meninggalkan Rukun Islam
Menurut pendapat ulama yang terkuat bahwa apabila seseorang meninggalkan atau membatalkan rukun pertama dan kedua, yaitu : Syahadatain dan sholat lima waktu, maka akan terjatuh dalam kekufuran atau keluar dari agama Islam.


MATAN

Dalil Syahadat ialah firman Allah Ta’ala:
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Allah menyatakan bahu-membahu tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang pandai (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran [3]: 18]”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Mulailah penulis disini menyebutkan dalil-dalil wacana lima Rukun Islam dari Alquran, disamping dalil dari hadits yang telah disampaikan sebelumnya.

Dalil Rukun Islam Pertama, dalil wacana Syahadat pertama, yaitu :

QS. Ali Imran: 18 yang mengatakan bahwa Allah bersaksi wacana KemahaEsaan-Nya, dan mengkabarkan bahwa malaikat dan ulamapun bersaksi wacana Tauhidullah tersebut.
Dengan demikian jelaslah bahwa ayat ini merupakan dalil wacana Syahadat pertama, bahwa Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.

Dan yang dimaksud “Bersyahadat” ialah seseorang meyakini, mengucapkan dan mengabarkan sesuatu yang diyakininya, sehingga makna “Asyhadu” adalah: saya meyakini, mengucapkan dan mengabarkan.
inilah tafsir syahadat/persaksian secara bahasa, dan dalam Syari'at, serta berdasarkan tafsir Salaf Sholeh terhadap ayat Quran wacana kata “syahadat”.

MATAN

Makna لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ adalah (لَا مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلاَّ اللَّهُ) “tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah”. Lafazh (لَا إِلَهَ) menafikan seluruh yang disembah selain Allah dan lafazh (إِلاَّ اللَّهُ) menetapkan bahwa ibadah hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam ibadah kepada-Nya, begitu juga tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya.”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Nama لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ : Kalimatut Tauhid,persaksian terhadap keesaan Allah (Syahadat yang pertama).
Maknanya : لا معبود بحق إلا الله (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah ) /diibadahi kecuali Allah.
Rukunnya :
  1. An-Nafyu (Peniadaan/Penolakan),rukun ini diambil dari لا إلَهَ ,mengandung :
  1. Meniadakan seluruh sesembahan selain Allah.
  2. Menolak penujuan ibadah kepada selain Allah.
  1. Itsbat (Penetapan), rukun ini diambil dari إِلاَّ اللهُ ,mengandung:
  1. Menetapkan satu-satunya Sesembahan yang haq ialah Allah Ta'ala.
  2. Menetapkan peribadatan hanya ditujukan kepada Allah saja.

MATAN

Tafsir wacana kalimat Tauhid ini dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (٢٦) إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (٢٧) وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan ingatlah dikala Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: ‘Sesungguhnya saya tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; alasannya ialah sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.’ Dan (Ibrahim) mengakibatkan kalimat tauhid itu kalimat yang awet pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat Tauhid itu.” [QS. Az-Zukhruf [43]: 26-28].”

Firman Allah :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak persekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita mengakibatkan sebagian yang lain sebagai yang kuasa selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami ialah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’” [QS. Ali Imran [3]: 64].”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN

Lalu Penulis membawakan dua dalil atas pernyataannya wacana tafsir kalimat Tauhid, bahwa
لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ bermakna :
Tidak ada sesembahan yang berhak disembah ) /diibadahi kecuali Allah”, yaitu :
QS. Az-Zukhruf : 26-28 , dan QS. Ali Imran : 64, yang pada dasarnya dalam dua ayat tersebut terdapat dua rukun nafi (peniadaan) dan itsbat (penetapan).
Yaitu : لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ bermakna :
Meniadakan seluruh sesembahan selain Allah dan menolak penujuan ibadah kepada selain Allah.
Serta menetapkan satu-satunya Sesembahan yang haq ialah Allah Ta'ala dan menetapkan peribadatan hanya ditujukan kepada Allah saja.

Ringkas kata, tafsir kalimat Tauhid, ,لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ adalah :
Tidak ada sesembahan yang berhak disembah/diibadahi kecuali Allah”.

Syahadat pertama, kalimat Tauhid, ,لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ini merupakan dasar Islam dan Rukun Islam pertama yang dengannya seorang hamba masuk kedalam agama Islam. Syahadat pertama ini bukan hanya dengan ucapan yang kosong dari tuntutan keyakinan dan bukan pula kosong dari tuntutan amal, maka tak akan bermanfaat ucapan لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ seseorang tanpa mempersembahkan ibadah kepada Allah semata,
tak akan bermanfaat tanpa mengesakan Allah dalam peribadatan, maka dari itu syahadat munafiqin tidak bermanfaat, alasannya ialah mereka mengucapkan syahadat ini, namun tak meyakini kandungannya. Juga orang-orang yang menyembah selain Allah, musyrikin, mirip para penyembah patung, dan mayyit orang sholeh, maka tak bermanfaat syahadat mereka.


MATAN


Dalil syahadat مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ adalah firman Allah Ta’ala :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya telah tiba kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [QS. At-Taubah [9]:128]”.
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Alasan pendalilan
Ayat ini mengatakan bahwa Allah bersumpah bahwa telah tiba seorang utusan Allah yang diutus kepada kita, yang tentunya ini mengandung keyakinan, ucapan dan pengkabaran, inilah makna syahadat / persaksian, bersaksi artinya, meyakini, mengucapkan dan mengkabarkan. Maka ayat ini dalil yang sah yang mengatakan syahadat yang kedua, yaitu bersaksi bahwa Muhammad ialah utusan Allah.

Kita harus meyakini bahwa dia ialah utusan Allah sekaligus hamba-Nya, epilog para nabi, diutus kepada seluruh insan dan jin, dan bahwa dia ialah sosok hamba Allah yang paling tepat ilmu dan amalnya, demikian pula Syari'at Islam yang dia bawa ialah Syari'at Allah yang terakhir dan paling sempurna, dia wajib ditaati, dan dipercayai, dan dihentikan beribadah dengan selain pedoman Syari'at Islam yang dia bawa. Shallallahu 'alaihi wa sallam.

MATAN

Makna syahadat (مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ) adalah:
[1] (طَاعَتُهُ فِيْمَا أَمَرَ): mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap apa yang diperintahkannya.
[2] (تَصْدِيْقُهُ فِيْمَا أَخْبَرَ): membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap apa yang dikabarkannya.
[3] (اِجْتِنَابُ مَا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ): menghindari apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang dan peringatkan.
[4] (أَنْ لَا يُعْبَدَ اللَّهُ إِلاَّ بِمَا شَرَعَ): Allah tidak disembah kecuali dengan syari'at yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa.”

[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Ucapan seseorang “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, yaitu saya bersaksi bawa Muhammad ialah utusan Allah, itu mengandung makna yang menuntut seorang pengucapnya memenuhinya.
Dan makna tunutannya ialah
[1] (طَاعَتُهُ فِيْمَا أَمَرَ): mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap apa yang diperintahkannya. Tuntutan “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” adalah kita meyakini bahwa dia shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah sosok yang wajib ditaati, alasannya ialah dia ialah utusan Allah, sehingga hakekatnya perintah dia ialah perintah Allah yang mengutusnya, maksudnya dihentikan seorang yang bersaksi bahwa Muhammad ialah utusan Allah, mempunyai keyakinan bahwa ia boleh keluar dari ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Syari'at yang dia bawa serta tak wajib taat kepada beliau.
Hal mirip ini menimbulkan syahadatnya tertolak atau batal. Lain halnya jikalau keyakinan seseorang terhadap dia benar, namun ia melaksanakan kemaksiatan di bawah kekafiran dengan meninggalkan perintahnya yang wajib, maka ini sekedar berkurang kadar kesempurnaan syahadatnya, namun masih sah syahadatnya.

[2] (تَصْدِيْقُهُ فِيْمَا أَخْبَرَ): membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap apa yang dikabarkan olehnya. Maksudnya seseorang yang bersyahadat dengan syahadat kedua ini dihentikan ragu sedikitpun terhadap kabar beliau, meskipun sepintas kemudian tak masuk di logika kita, asalkan kabar tersebut memang valid dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[3] (اِجْتِنَابُ مَا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ): menghindari apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang dan peringatkan. Seorang yang bersaksi dengan syahadat ini wajib menghindari keharaman yang dia larang, dan wajib meyakini haramnya sesuatu yang terlarang tersebut. Namun apabila seseorang itu meyakini tidak wajib menghindari larangan-larangan dia yang mestinya haram untuk dilakukan, atau larangan itu tidak tertuju kepada dirinya, maka hakekatnya ia belumlah bersyahadat dengan syahadat tersebut, atau tidak sah syahadatnya. Namun jikalau seorang muslim melaksanakan keharaman di bawah kekafiran alasannya ialah mengikuti hawa nafsu namun keyakinannya terhadap larangan ialah benar, maka sekedar berkurang kesempurnaan syahadatnya.

[4] (أَنْ لَا يُعْبَدَ اللَّهُ إِلاَّ بِمَا شَرَعَ): Allah tidak disembah kecuali dengan syari'at yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa.” Maksudnya dalam beribadah menjalankan Syari'at Islam, maka seseorang tak boleh memakai cara bid'ah, namun wajib dengan Sunnah atau pedoman Islam yang dibawa beliau.

MATAN

Dalil shalat, zakat, dan tafsir tauhid ialah firman Allah Ta’ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [QS. Al-Bayyinah [98]: 5]”
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Dalil rukun selanjutnya, yaitu sholat dan zakat ialah QS. Al-Bayyinah : 5 yang mengatakan perintah untuk mendirikan shalat 5 waktu dan menunaikan zakat (dan yang dimaksud zakat sebagai rukun Islam ialah zakat mal), dan aturan asal perintah itu wajib, selama tak ada dalil yang mengeluarkan dari aturan asal (wajib)
Dengan demikian, sholat lima waktu dan menunaikan zakat mal itu wajib hukumnya. Dan dalam ayat ini disebutkan perintah tersebut potongan dari agama yang lurus.


MATAN

Dalil puasa ialah firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian semoga kalian bertakwa.” [QS. Al-Baqarah [2]: 183]”
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN
Ayat ini mengatakan wajibnya puasa Ramadhan, alasannya ialah perintah dalam ayat ini disebutkan dengan kata-kata {كُتِبَ عَلَيْكُمُ} , dan ini salah satu gaya bahasa yang mengatakan aturan wajib dalam ilmu Ushul Fiqih. Sehingga tepatlah jikalau ayat ini menjadi dalil puasa Rammdhan.


MATAN

Dalil haji ialah firman Allah Ta’ala:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji ialah kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.” [QS. Ali Imran [3]: 97.]”
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]

PENJELASAN

Ayat ini mengatakan wajibnya menunaikan “haji jikalau mampu”, alasannya ialah memakai gaya bahasa yang secara Ushul Fiqih menunnjukkan aturan wajib.
Sehingga tepatlah jikalau ayat ini menjadi dalil haji jikalau mampu.

Referensi terjemah matan :

banner
Previous Post
Next Post