Friday 4 October 2019

Kemuduran Barat Dan Manipulasi Sejarah Pembakaran Perpustakaan Alexandria (Bagian Ii)

Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin* 
(Image: history101.com)

Setelah membaca potongan sebelumnya, Manipulasi Sejarah Pembakaran Perpustakaan Alexandria Mesir lantas bagaimana bisa dikatakan oleh sebelah Barat jikalau yang mengklaim bubuk bara yang tersisa dari pembakaran ratusan ribu manuskrip Yunani di Perpustakaan Museion (sebuah perpustakaan terbesar yang menjadi lumbung keilmuan kuno dan yang dibakar oleh bangsa Arab, sebagaimana klaim Barat) bubuk bara tersebut telah dimanfaatkan oleh Arab sebagai materi bakar di tempat-tempat pemandian umum selama enam bulan! Padahal telah terang diketahui bahwa pemandian tersebut belum ada di Alexandria ketika kota tersebut di bawah kekuasaan Katolik yang ajarannya cenderung memusuhi badan manusia. Dan sejatinya bubuk itu sudah diterbangkan angin Utara ke padang pasir semenjak jauh mundur enam periode sebelumnya! 

Dari pemaparan ini, jelaslah tampat satu fenomena kemunduran intelektual yang sedang menimpa Barat. Kemunduran intelektual yang amat mencolok ini menjelaskan seberapa besarnya tekad Barat untuk menyematkan terhadap Arab sebuah tuduhan zalim yang direkayasa sedemikian rupa, dan seberapa besar pula mereka menikmati pemalsuan fakta-fakta sejarah, menyampaikan hal-hal yang mustahil, dengan mudahnya menciptakan rincian kejadian yang tidak memilki dasar, tak lain tak bukan semua itu hanya hasil dari khayalan semata. 

Pada ketika yang sama, mereka mengubur dalam-dalam fakta sejarah yang yang memang ingin mereka sembunyikan selama-lamanya walaupun telah adanya perjuangan beberapa peneliti sejarah yang objektif dan berhasil mengungkap pemalsuan yang faktual tersebut. Bahkan pada tahun 1989 M, sanggup disaksikan mereka di Jerman sengaja mengabaikan fakta sejarah yang tampak terang bagi setiap orang-orang tersebut.

Mereka susun ulang sejarah itu dengan sengaja, percaya diri, dan diikuti dengan keburukan moralitas mengenai mitos pembakaran tak berperikemanusiaan terhadap semua jejak yang sengaja dibuat-buat dan disebarkan dengan kobaran Perang Salib (abad ke-13 Masehi), di mana seorang Arab Katolik mengklaim Amr bin ‘Ash aben perpustakaan yang berada di Istana Kerajaan Alexandria. 

Tanpa aib juga mereka merekayasa atau menciptakan kebohongan atas nama Khalifah Umar bin Khaththab yang diakui dunia sebagai salah satu pendiri negara terbesar dan populer mempunyai kemampuan, kecakapan serta kecerdasan yang sangat cemerlang. Mereka menuduhnya melaksanakan hal naif, picik dan amat ndeso yang tidak ada lagi kebodohan pasca itu. 

Kata-kata yang disematkan secara zalim kepada Khalifah Umar ra. sebagai sosok teladan, populer akan pandangannya yang luas itu memperlihatkan bagaimana bodohnya logika sang pelaku. Tidak pernah sama sekali kaum muslimin menyebut Al-Quran sebagai “Kitab Segala Kitab”, justru ini ialah gelar yang dipakai Katolik untuk Al-Kitab mereka sebab menggandakan pedoman Yunani yang merupakan gaya khas dari para bapa pendeta gereja dalam berpikir dan berekspresi. 

Pertentangan-pertentangan yang sudah disebutkan pada part sebelumnya, menghasilkan tiga sisi tinjauan yang terang menurut fakta sejarah : 

1. Islam hanya melaksanakan pembukuan Al-Quran, sebab semenjak awal Al-Quran ialah satu-satunya kitab yang diturunkan, walaupun Nabi Muhammad Saw. juga diberikan sesuatu yang lain berupa Sunnah, yang berperan dalam merincikan dan pertanda isu global dalam Al-Quran. 

2. Sejarah hidup Amirul Mukminin Umar ra. sendiri bertolak belakang dengan kebodohan dan tindakan semena-mena yang dituduhkan kepadanya dalam sebuah kutipan palsu yang direkayasa, sebab dia sendirilah yang mendiktekan teks perjanjian dengan semua negara-negara yang telah ditaklukkan, yang mana Amr bin ‘Ash sebagai komandan pasukan berkomitmen kepada perjanjian itu untuk tidak merusak tanah negara yang telah menyerah, tidak merusak tanamannya, hartanya, kehormatannya apalagi darahnya. Itu semua menurut peringatan Rasul serta pesan-pesan dia yang mengecam atau mengharamkan perampasan dan penjarahan. 

Demikian pula teks yang sama didiktekan Khalifah Umar ra. dalam perjanjian keamanan yang dilakukan dengan Patiark Byzantium Muqawqis di Alexandria, di mana perjanjian tersebut merupakan salah satu perjanjian yang tercapai berkat keagungan, budi dan toleransinya sang Khalifah. Di samping perjanjian keamanan dan kesepakatan tenang lainnya sebelum maupun sesudah itu yang tercapai di bawah naungannya. 

Kitab Perjanjian Lama, Ulangan, pasal 7: 5-16, telah merekam banyak sekali pesan Musa kepada kaumnya ketika mereka keluar dari Mesir 1800 tahun yang kemudian menuju Kan’an yang kebetulan berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh Amru, Musa berkata : “Akan tetapi hal ini kalian lakukan kepada mereka: kalian runtuhkan altar mereka, kalian hancurkan berhala-berhala mereka, kalian potong patung-patung mereka dan kalian bakar dengan api... Dan kau makan semua yang diberikan Tuhan kau Yahweh, janganlah berbelas-kasih terhadap mereka.” 

Kebalikan dari itu ditemukan perjanjian tenang Arab yang didiktekan Khalifah Umar ra. dan diberlakukan untuk semua Dzimmi, di mana itu oleh panglima Amr bin ‘Ash dijadikan sebagai komitmen juga dalam perjanjiannya dengan Patriark Alexandria Maqawqis. Telah disebutkan di dalamnya : “Perjanjian ini berlaku untuk semua rakyat Kristen, para pastur, biarawan dan biarawati, dengan menawarkan keamanan bagi mereka di manapun mereka berada; di gereja-gereja, rumah-rumah serta objek tujuan ziarah dalam ibadah mereka dan mereka diizinkan untuk mengunjunginya.” 

3. Khalifah Umar ra. sangatlah paham akan harapan dan perintah Rasul terhadap umatnya untuk menuntut ilmu, semoga setiap muslim bisa menuntut ilmu, dorongan ini telah diriwayatkan dalam banyak Hadits Nabi Saw. Dan Rasul pula ialah seorang contoh yang baik bagi para sahabat dan tabi’in. Beliaulah yang mendorong untuk menuntut ilmu walaupun dari orang kafir sekalipun. 

(ولو بالصين). 

“Meskipun/Sampai ke Negeri Cina” 

Maka dilihat dari segala bentuk toleransi dan keterbukaan universal yang dimiliki Islam bagi setiap ilmu pengetahuan ini, dari manapun sumbernya, jelaslah kejahilan atau kebodohan klaim yang menuduh adanya pembakaran buku-buku di Alexandria tersebut dengan dalih “Di dalamnya terdapat apa yang sesuai dengan Kitab Allah, sehingga buku-buku tersebut tidak diperlukan lagi!” 

Kesimpulan 

Jika ada yang menyampaikan Islam hanyalah agama yang mementingkan kekuasaan dan banyak sekali tuduhan tak masuk logika lainnya. Maka tunjukkan bahwa Agama Islam ialah agama ilmu pengetahuan. Menyeru pemeluknya semoga tidak direnggut oleh kebodohan dan kebencian. Rasulullah Saw. pernah bersabda : 

“Tinta seorang penuntut ilmu setara dengan darah seorang yang syahid.” 

Malahan berbeda dengan metode Katolik yang bapa gerejanya memerangi ilmu pengetahuan dan penelitian dengan dalih bahwa hal itu “menjadikan mereka kembali berbuat dosa,” mereka ulang-ulang apa yang ditegaskan oleh Tertullian yang mengklaim bahwa “siapa yang tiba sesudah Isa” dihentikan “menjadi peneliti sains atau peneliti ilmu pengetahuan, sebab apa yang terdapat dalam injil sudah cukup” mereka justru beranggapan bahwa yang benar ialah : Seseorang akan sesat dan salah dalam berpikir jikalau mempelajari alam materi. 

Berbeda sekali dengan Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, maka dari itu tidak mungkin umat muslim yang memilki logika sehat serta yang menjalankan syariat dengan benar tiba-tiba dengan bodohnya aben perpustkaan serta seluruh isinya sebab dianggap bertentangan dengan Al-Quran. Justru Al-Quran dan Sunnah Rasul Saw. memerintahkan kita untuk selalu menuntut ilmu dari awal sampai tamat hayat.

Wallahu a’laa wa a’lam.

Referensi : 
-Hunke, Sigrid, “Allah ist ganz anderz – Enthullung von 1001 Vorurteilen uber die Araber;(Allah Tiada yang Menyerupai-Nya)”, Pusat Terjemah Al-Azhar, Cairo: 2018.
-Bagir, Haidar, "Buku Saku Filsafat Islam", Mizan Digital Publishing, Bandung: 2006
-Soleh, M. Ag, Dr. H. A. Khudori, "Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer", Ar-Ruzz Media, Jogjakarta: 2016
-“Alexandria, Perpustakaan Pertama di Dunia”, primaindisoft.com.[]

*Penulis ialah Mahasiswa tingkat I, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir
banner
Previous Post
Next Post