Luwakdowski |
“Awalnya, ibu tidak baiklah aku bermain bola, dia maunya aku menjadi ustad, minimal menyerupai Fahri di film Ayat-Ayat Cinta, bakir dan paham agama,” ungkap Luwakdowski. Lantas ibunya memasukkan Dowski ke pesantren supaya anaknya menjadi ustad. Ayahnya yang populer sebagai penggila bola garis ekstrim memprotes: Dowski harus menjadi pemain bola menyerupai dirinya.
Terjadi perdebatan sengit di keluarga. Ibunya tidak mengalah begitu saja. Bagi ibu, Dowski aset penting keluarga yang harusnya menjadi ustad, bukannya menendang-nendang bola yang diisi angin tidak jelas.
“Untuk urusan ini, anak kita harus masuk pesantren. Ia harus jadi ustad, jadi tengku, jadi kiai. Dulu, ketika menentukan nama buat dia, aku mengalah. Padahal aku sudah menentukan nama Fahri, nama yang anggun untuk anak kita.” Ibu mengungkit-ngungkit nama santunan ayah yang berdasarkan ibu tidak kreatif. Menurut ibu, nama Luwakdowski itu sama sekali tidak manusiawi. Mirip nama musang.
“Fahri apa-apaan. Nama itu tidak bagus. Saya tidak mau anak kita nanti jadi besar lisan dan tidak tahu aib menyerupai anggota dewan perwakilan rakyat itu.” Ayah mulai sewot.
“Bukan Fahri yang itu Yah, tapi mamak ingin anak kita kayak Fahri di Ayat-Ayat Cinta.”
“Maksudmu, Kamu mau anak kita melaksanakan poligami menyerupai itu…? Kalau memang itu tujuannya, bolehlah. Saya setuju.”
“Astaghfirullah, Yah…” Ibu hanya geleng-geleng kepala, kemudian berkata lagi, “Pokoknya Dowski harus jadi ustad, titik…!”
“Ia harus jadi pemain sepak bola.”
***
Kepada kmamesir.org, Dowski mengisahkan kembali bencana bersejarah di rumah—saat ia dihadapkan pada posisi sulit. Dowski gundah harus menentukan sikap: ikut pilihan ayah atau ibu. Akhirnya jalan tengah diambil. Dowski dimasukkan ke dalam pesantren yang juga konsen dengan olahraga sepak bola. Di sinilah, ia mulai mengasah talenta menggiring bola yang diwarisi dari ayahnya.
Khatam dari pesantren, Dowski pulang ke rumah dengan membawa pulang banyak penghargaan dan piala. Ayah girang bukan kepalang, Dowski pulang sebagai siswa berprestasi dalam bidang olahraga. Ia juga menampakkan foto bersama presiden. Pesantrennya menjadi juara dalam ajang Piala Santri yang diselenggarakan istana negara. Dowski menjadi pemain terbaik. Melihat piala dan penghargaan itu, ibunya hanya berkomentar, “Seharusnya Kamu membawa pulang piala MTQ, bukan piala bola kaki.”
Semangat ibu supaya Dowski menjadi ustad tidak surut begitu saja. Ibunya kemudian menyuruh Dowski melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar. Di sana, ibu berharap Dowski bisa melupakan bola. Semula inspirasi ibunya juga ditentang ayah. Menurut ayah, Dowski dilahirkan untuk menjadi duta olahraga. Keputusan berat berada di tangan Dowski. Ia menentukan menuruti nasehat ibu. Dowski tidak mau jadi anak durhaka dan dikutuk.
“Semula ayah keberatan aku melanjutkan studi ke Al-Azhar Mesir, dia berharap aku melanjutkan karir di dunia bola. Namun, menuruti nasehat ibu ternyata membawa aneka macam keberkahan dalam hidup saya. Termasuk apa yang aku alami hari ini.”
“Saya sempat berfikir bahwa karir sepak bola aku akan berakhir. Tapi di sini, aku bisa belajar, mengaji menyerupai nasehat ibu, dan tentu saja, aku bisa meniti karir sepak bola,” lanjut Dowski kepada kmamesir.org.
Nasehat ibu mempunyai tuah keberkahan. Pemain muda itu malah semakin bersinar di Liga Masisir. Dowski menemukan kembali jati diri dan penampilan yang menandainya sebagai salah satu pesepakbola terbaik ketika ini yang merumput di bumi Firaun. Ia memulai karirnya bersama Iskandar Muda Fc, penampilannya menciptakan banyak klup papan atas Liga Masisir berebut ingin merekrutnya.
Iskandar Muda Fc menerima ajuan transfer menggiurkan dari aneka macam klup sepak bola untuk memboyong Dowski ke klub mereka. Namun, klub asal Aceh ini enggan melepas Dowski ke klub lain, sementara perhelatan akbar Sumatera Cup cukup membutuhkan skuad terbaik.
“Saya cukup bangga berada bersama Iskandar Muda Fc. Saya besar dan berkembang di sini. Saya ingin membawa klup ini menjuarai Sumatera Cup tahun ini. Dengan penambahan skuad yang baru, tahun ini kami berharap bisa merebut semua pertandingan,” harap Dowski.
Setahun memperkuat barisan Iskandar Muda Fc semenjak awal 2017, Dowski sudah mencetak 26 gol dari 12 pertandingan. Pemain bola pencinta kopi ini bisa menandakan diri sebagai bab penting dan utama skuad Iskandar Muda. Bersama Dowski permainan Iskandar Muda cukup diperhitungkan di Liga Masisir.
Manajer tim Iskandar Muda, Aria Kamandanu, sudah dari awal melihat talenta terpendam Dowski. Untuk Sumatera Cup kali ini, Aria ingin mengerahkan semua skuad terbaik Iskandar Muda dan Dowski menjadi titik tumpu utama serangan.
“Dowski merupakan pemain muda yang karirnya cukup cerah ke depan. Sekarang saja, cukup banyak klub yang menawarnya dengan nilai fantastis. Saya meramal nasibnya mungkin akan menyerupai pesepak bola populer Lionel Messi atau Ronaldo,” ungkap Aria.
Baca juga: Makna Luwakdowski, Maskot Sumatera Cup 2018
Ketika kmamesir.org bertanya wacana reaksi ibu yang mengetahui Dowski kembali bermain bola, ia menjawab panjang lebar.
“Awalnya ibu agak kecewa, tapi kemudian aku katakan padanya bahwa dengan menjadi pesepak bola, aku juga bisa menjadi pendakwah menyerupai impian ibu. Saya bisa berdakwah dengan bola. Muhammad Ali bisa berdakwah dengan tinju, masak aku tidak bisa berdakwah dengan bola? Muhammad Salah, pemain bola Mesir itu sudah menandakan itu. Namun, hal yang cukup penting daripada itu, ayah aku kini cukup senang. Ia tertawa sepanjang hari di depan ibu.”[]
Farhan Jihadi