Wednesday 9 October 2019

Menjawab Fitnah Dan Syubhat Terhadap Imam Debu Hasan Asy’Ari

Oleh: Ali Akbar Alfata*
(Image: yandex.com)

Imam Abu Hasan Asy’ari merupakan imam ahlussunnah wal jamaah yang sangat masyhur. Beliau lahir pada tahun 260 H. Pada awal masa hidupnya, ia yaitu seorang muktazilah yang mencar ilmu pada ayah tirinya yaitu Abu Ali Al Jubbaie. 40 tahun menggeluti mazhab muktazilah, seorang Abu Hasan kesannya keluar dari muktazilah sesudah melihat kerancuan beberapa tanggapan atas pertanyaan yang terlintas di pikirannya.

Imam Abu Hasan yang merupakan imam besar ahlussunnah tidak terlepas dari banyak fitnah dan hujatan yang disematkan padanya oleh orang-orang yang menentang ideologinya. Di antara banyak fitnah atau syubhat tersebut, ada tiga yang paling besar pengaruhnya. 

Pertama, Imam Abu Hasan Asy’ari dalam fase kehidupannya mempunyai 3 fase, yaitu fase muktazilah, lalu berpindah ke mazhab Abdullah bin Said bin Kullab yang merupakan guru ia dalam mazhab Ahlussunnah, dan yang terakhir fase kembali ke mazhab “salaf”, tentu saja salaf dalam tanda kutip berdasarkan versi mereka, ahlusy syubhat.

Dalam hal ini, tanggapan kita sangat sederhana, yaitu, 3 fase yang mereka dakwakan tidak ditemukan di literature sejarah mana pun, terutama dari ulama sekaliber Abu Bakar Al-Baqilani, Ibnu Faurak, Abi Bakkar Al-Qaffal Asy-Syasi, dan lain-lain yang merupakan murid-murid Abu Hasan sendiri. Tidak ditemukan autobiografi Imam Asy’ari yang menjelaskan 3 fase perpindahan tersebut. Kalau hal ini benar terjadi, tentulah akan ada murid ia yang menandakan dan memperjelas hal tersebut, alasannya yaitu fase perpindahan tersebut sangat besar lengan berkuasa dalam kehidupan beliau, dan dikala ada kelompok yang mendakwakan hal tersebut tentulah kita mesti lebih percaya orang-orang terdekat beliau.

Landasan mereka yaitu salah satu kitab Abu Hasan Asy’ari yaitu Al-Ibanah ‘an Ushul Diyanah, dalam kitab tersebut, ia dalam beberapa permasalahan menentukan mazhab tafwidh yang hal tersebut identik dengan salaf, sehingga, hal ini berujung pada konklusi selisih pahamnya Imam Asy’ari dengan gurunya Abdullah bin Said bin Kullab (fase kedua kehidupan imam Asy’ari berdasarkan mereka) yang dianggap bukan dari salaf. Jadi, kesimpulan yang kita yakini yaitu ia hanya mempunyai 2 fase dalam hidup beliau, yaitu fase muktazilah dan ahlussunnah. 

Kedua, Abdullah bin Said bin Kullab yang merupakan guru imam Asy’ari bukan dari golongan salaf atau tidak sesuai dengan salaf. Hal ini juga dengan bahagia hati kita jawab. Abdullah bin Said bin Kullab merupakan ahlussunnah dan apa yang ia yakini sesuai dengan salaf. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Imam Tajuddin As-Subki dalam kitab Thabaqat-nya, bahkan ia melihat Imam Dhiyauddin (ayahnda imam Fakhruddin Ar-Razi) dalam salah satu kitabnya menegaskan bahwa Imam Ibnu Kullab yaitu tokoh besar ahlussunnah yang telah merobohkan muktazilah di perdebatan istana pada masa khalifah Al-Ma’mun.

Banyak kesaksian-kesaksian dari banyak ulama lain perihal ini. Landasan mereka dalam mengeluarkan Imam Ibnu Kullab dari ahlussunnah dan melegitimasi perbedaannya dengan salaf yaitu perbedaan dalam problem Khalq Al-Quran yang khilaf yang terjadi sebenarnya hanya khilaf Lafdzi saja, dan tidak dapat menjadi tolok ukur mengeluarkan Ibn Kullab dari ahlussunnah 

Ketiga, kitab Ibanah ‘an Ushul Diyanah merupakan bentuk selesai atau bukti faktual akan adanya fase perpindahan ketiga (perpindahan ke manhaj "salaf") yang telah kita jawab tadi. Landasan mereka dalam menetapkan hal ini alasannya yaitu perbedaan metode penulisan yang dipakai di kitab Ibanah dengan kitab-kitab lain, khususnya dari kitab Al-Luma’ fi Radd ‘Ala Ahli Ziyagh wal Bida’ berbeda.

Dalam Ibanah, imam Asy’ari banyak mengambil mazhab tafwidh dalam kebanyakan ayat mutasyabihat, sehingga mereka meyakini adanya fase ketiga tersebut. Hal ini malah menjadi bumerang bagi mereka sendiri, alasannya yaitu sebenarnya kitab Al-Ibanah sendiri ditulis memakai kaidah Abdullah bin Said bin Kullab, jadi bagaimana imam Abu Hasan ruju’ dari keyakinan Ibnu Kullab, yang tanda ruju’ tersebut yaitu dikarangnya Al-Ibanah, sementara Al Ibanah sendiri ditulis memakai kaidah Ibnu Kullab?

Kebenaran perihal kitab Al-Ibanah yang ditulis memakai kaidah Ibnu Kullab pernah dinyatakan dalam beberapa literature. Kita semakin yakin bahwa Imam Asy’ari hanya mempunyai dua fase dalam hidupnya, dan Al-Ibanah itu ditulis memakai kaidah Ibnu Kullab. 


Kita menyimpulkan bekerjsama Imam Asy’ari hanya mempunyai dua fase dalam kehidupan beliau. Imam Abdullah bin Said bin Kullab merupakan seorang imam ahlussunnah. Terakhir, kitab Al-Ibanah bukan tanda ruju’ imam Asy’ari ke manhaj "salaf". Semoga tidak ada lagi fitnah yang dilayangkan kepada ulama-ulama kita. Wallahua’lam.[]

*Mahasiswa tingkat satu Jurusan Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.
banner
Previous Post
Next Post