Thursday 10 October 2019

Mewujudkan Mahasiswa Produktif Dengan Talenta Telematika

Oleh: Maulizal Akmal Muhammad*
(Image: bitrebels.com)

Mahasiswa yaitu sebutan bagi orang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Seorang mahasiswa tidak hanya fokus terhadap mata pelajaran saja, tapi, ia harus peka terhadap alam sekitarnya dan persoalan di sekelilingnya. Sesuai dengan sistem belajarnya, di mana mahasiswa hanya mendapat sepintas klarifikasi perihal mata pelajaran dari dosen, selebihnya mereka harus mencari sendiri dengan cara menelaah dan membaca banyak buku serta bertanya kepada orang-orang yang lebih banyak ilmunya. Berbeda dengan siswa SD, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas atau sederajat yang mendengar sepenuhnya mata pelajaran dari guru. Begitulah hidup seorang mahasiswa, mereka harus berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan bekerja keras. 

Menjadi mahasiswa, seorang dituntut untuk bersikap dewasa, kreatif, kritis dan jeli dalam berfikir serta cerdas dan produktif dalam menanggapi dan menuntaskan sebuah masalah. Hal ini bisa terjadi lantaran mahasiswa menduduki tingkat paling atas dalam dunia pendidikan akademis. Mereka merupakan agent of change bagi setiap negara, mereka yaitu pengganti para profesor, ilmuwan, pejabat negara, bahkan presiden di masa depan.

Baca juga: Nikah Muda, Dilema Baru Mahasiswa Milenial

Oleh lantaran itu, tak heran bila sosok mahasiswa begitu disegani dan dinomorsatukan di setiap negara. Bahkan, negara pun menawarkan hak demonstrasi bagi para mahasiswa untuk mengkritik pemerintahan dan menegakkan keadilan. Sehingga, ada yang menyampaikan “Bila rakyat dan pejabat negara takut kepada Presiden, maka presiden takut kepada mahasiswa.” Mahasiswa punya kiprah penting dalam kemajuan dan kemunduran sebuah negara. 

Sejarah mencatat bahwa reformasi pemerintahan yang terjadi di Mesir, Libya dan Sudan disebabkan lantaran kegigihan mahasiswanya. Negara kita, Indonesia, bisa mewujudkan kemerdekaannya lantaran kiprah mahasiswa, mereka berhasil menculik Ir. Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tidak hanya itu, mahasiswa kembali tampil dalam meruntuhkan Soeharto dan mewujudkan reformasi di bumi pertiwi ini. Hampir seluruh insiden penting yang tercantum dalam sejarah tidak luput dari campur tangan mahasiswa. 

Bahkan, sangat banyak organisasi-organisasi yang dibuat mahasiswa untuk mewujudkan perubahan. Di indonesia sendiri, juga banyak terlahir komunitas-komunitas eksternal mahasiswa yang besar lengan berkuasa bagi negara, menyerupai GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Katolik Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), dan sebagainya. 

Dari uraian ini, jelaslah bahwa mahasiswa yaitu sosok yang dinantikan perannya oleh masyarakat, merekalah penggagas perubahan dalam mewujudkan negara aman, makmur dan sejahtera, serta warga negara yang produktif, inovatif dan kreatif. 

Mahasiswa milenial 

Dewasa ini, kemajuan teknologi, baik telematika (teknologi dan informatika) dan media lainnya, telah membuat mahasiswa melupakan jati dirinya. Banyak mahasiswa yang masuk perguruan tinggi hanya demi selembar ijazah. Sedangkan hal-hal lain yang berkaitan dengan tanggung jawab mahasiswa mereka abaikan. Kemajuan teknologi dan media umum malah membuat mahasiswa menjadi kaku dan diperbudak. Mereka lebih cenderung menghabiskan waktu pada hal-hal tidak bermamfaat yang disediakan oleh media. Khususnya media hiburan, menyerupai game online, situs-situs yang menghibur dan masih banyak lagi. Pantas saja, bila angka pengangguran di Indonesia lebih besar dibandingkan angka produktifitas, penyakit sosial semakin merambah dimana-mana, kriminalitas dan sebagainya. Bahkan, kebanyakan pelaku pencurian, pemerkosaan, perzinaan dilakukan oleh mahasiswa. 

Hal ini tentu membuat mahasiswa yang lahir dan hidup di masa milenial ini, dipandang rendah oleh setiap pihak. Ketika semua kebutuhan berguru terpenuhi, kenapa mereka malah mencicipi kemunduran? Bukan perubahan dan perkembangan yang mereka wujudkan, tapi malah persoalan yang mereka berikan. 

Seharusnya, dengan majunya teknologi komunikasi dan teknologi isu para mahasiswa lebih leluasa dan gampang dalam mendapat ilmu pengetahuan, informasi, membuat hal-hal gres yang bermamfaat serta meningkatkan intelektualitas demi membanggakan negara. Lebih-lebih ada dari sebagian mahasiswa yang mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi dan hebat dalam telematika.

Hal inilah yang sedang dipraktekkan oleh mahasiswa Aceh yang berguru di Universitas Azhar, Mesir. Ketika banyaknya mahasiswa yang sibuk dengan game online, mengunggah video lucu dan hal yang tidak berbau pendidikan. Mahasiswa Aceh di Mesir mengajukan solusi yang sempurna atas persoalan ini, mereka membuat sebuah organisasi media, baik media cetak, online dan elektronik, untuk berbagi kebaikan kepada yang lain. 

Namun demikian, di zaman milenial ini banyak kita lihat mahasiswa yang terinfeksi dengan virus negatif media sosial. Di antaranya yaitu kecanduan terhadap game online. Media hiburan yang satu ini sudah menjadi masakan sehari-hari sebagian mahasiswa. Bahkan, ada sebagian dari mereka yang tidak keluar rumah seharian, tidak makan, tidak masuk kuliah, tidak mempedulikan insiden sekitarnya lantaran terlalu serius pada permainannya.

Sebenarnya, game online tidak seburuk anggapan sebagian orang kalau dipergunakan dengan bijaksana, lantaran bermain game di gadget sanggup menurunkan tingkat stres yang dialami. Namun, apa jadinya bila terus-terusan dilakukan dan kesudahannya jadi kecanduan? Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa kecanduan game bukan membuat tingkat stres menurun, tapi justru sanggup meninggkatkan stres dan depresi pada seseorang, menyebabkan kekerasan, menambah rasa malas, bahkan menjadi lebih apatis. 

Tidak hanya itu, masih banyak media hiburan yang menjadi menjadi tujuan utama dalam hidup mahasiswa berilmu balig cukup akal ini. Lebih-lebih, sangat banyak mahasiswa kita yang mempunyai tingkat intelektualitas di atas rata-rata. Tapi mereka tidak memakai media pada hal yang baik dan bermanfaat, mereka malah ditaklukkan oleh hawa nafsunya sendiri. Kepintaran mereka hanya dipakai untuk menipu orang, mencari popularitas dan memuaskan hawa nafsu belaka. Ini yaitu persoalan sosial dan penurunan kebijaksanaan pekerti yang umum terjadi di kalangan mahasiswa. Padahal, kalau mereka bisa mendayagunakan kecerdasan dengan baik dalam dunia teknologi, mereka niscaya bisa menjadi pakar dalam telematika dan penggagas terhadap mahasiswa lain. 

Sebenarnya, hal menyerupai ini yaitu maklum, mengingat lingkungan yang mengelilingi mereka mengajarkan yang menyerupai ini. Namun, perlu dicatat bahwa penyimpangan yang sedemikian rupa masih bisa diubah, dengan cara memperbaiki yang rusak dan mencegah yang belum. Memperbaiki yang rusak bisa dilakukan dengan mengarahkannya ke jalan yang benar, di antaranya dengan mengadakan kompetisi intelektual yang membuat para mahasiswa berkreasi pada hal-hal yang baik dan bermanfaat. Sedangkan mencegah bisa dilakukan dengan mengajak mereka bergabung dalam sebuah komunitas yang mempunyai visi dan misi yang baik dalam membentuk aksara anggotanya. Sehingga, para mahasiswa akan selalu terkoordinir dan punya tujuan dalam memakai media umum dan alat teknologi lainnya. 

Mahasiswa harus sadar terhadap tantangan yang sedang menghadang mereka. Jangan hingga mereka terlelap dengan tantangan dan terus-terusan menjadi budak masa modern. Para mahasiswa harus bangun dan keluar dari keterpurukannya. Mereka harus menguasai teknologi dan mengarahkannya ke jalan yang baik dan bermamfaat bagi diri mereka, agama dan bangsa. 

Oleh lantaran itu, dalam mewujudkan mahasiswa yang bijak dalam memakai teknologi, mahasiswa harus dididik keras dan dikontrol dengan baik, biar terbentuknya semangat keilmuwan yang tinggi, produktif, inovatif, kreatif, religius dan hebat di bidang telematika. Karena merekalah yang bisa membawa Indonesia menuju masa bonus demografi. Era bonus demografi yaitu sebuah masa dimana insan yang produktif di Indonesia lebih besar ketimbang angka nonproduktif. 

Mahasiswa dengan bakat telematikanya 

Terlepas dari itu, untuk mengembalikan jati diri mahasiswa serta mewujudkan mahasiswa yang bakat dalam telematika, tidak semudah mengucapkan “bin salabin abra kadabra”. Tapi, membutuhkan langkah-langkah dan perjuangan yang nyata. 

Pendek kata, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, perlunya ketegasan dari pemerintah dan pihak akademik di setiap perguruan tinggi. Sebagai pemegang kekuasaan dua sosok ini sangat besar lengan berkuasa bagi mahasiswa. Mereka harus mengarahkan mahasiswa ke jalan yang baik, bisa dengan cara membuat peraturan khusus bagi mahasiswa dalam memakai media, atau membuat larangan bagi mahasiswa untuk tidak berpedoman pada Google dalam membuat tugas, dan sebagainya.

Nah, kalau ada di antara mahasiswa yang melanggar mereka harus menawarkan eksekusi yang sesuai dengan keadaan mahasiswa dan membuat para mahasiswa jera. Selaku pemilik kekuasaan, dua sosok ini harus benar-benar memikirkan terhadap pengembangan kualitas mahasiswa dan memperbaiki moralnya. Dengan adanya ketegasan dari pemerintah dan pihak akademik, mahasiswa akan lebih terjaga dari hal-hal yang tidak baik. 

Kedua, mahasiswa yaitu orang-orang berilmu balig cukup akal dan leluasa berpikir, sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan bebas dalam bertindak. Kendati pun demikian, sosok orang renta masih sangat berperan dalam hidup mahasiswa. Orang renta harus lebih menambah perhatian bagi anaknya yang gres saja tumbuh berilmu balig cukup akal selama anaknya masih menjadi tanggung jawabnya (belum menikah). Orang renta harus selalu memantau anaknya, bisa dengan cara menanyakan keadaannya, menyelidiki telepon genggamnya ketika ia pulang atau ketika berjumpa. Salah besar bagi orang renta bila beranggapan bahwa tugasnya dalam mendidik telah selesai ketika si anak lulus dari dingklik SMA. Sebagai seorang anak, tentunya sangat membutuhkan dua sosok penting ini, walaupun telah menikah. Merekalah yang menjadi penyemangat bagi setiap anak untuk terus berkarya dan melaksanakan hal-hal yang bermanfaat. 

Ketiga, mahasiswa harus menjaga batasan dalam pergaulan bebas. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memilah dan menentukan teman. Membatasi pergaulan yaitu langkah yang paling signifikan, lantaran tidak sedikit orang yang tersengat penyakit sosial disebabkan lantaran pergaulan. Syeikh Az-Zarnuji pun menyetujui hai ini. Beliau menjelaskan dalam kitabnya, Ta’lim Mutaallim bahwa berapa banyak orang baik menjadi rusak lantaran berteman dengan orang yang rusak dan berapa banyak orang rusak menjadi baik lantaran berteman dengan orang baik. Memilah dan menentukan mitra yaitu hal yang paling dianjurkan oleh ulama-ulama terdahulu. 

Keempat, para mahasiswa mesti mengatur waktu dengan baik. Jangan hingga media malah mengganggu waktu belajarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membuat daftar pekerjaan sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Mengatur waktu juga bisa dilakukan dengan cara men-download aplikasi-aplikasi yang bermanfaat di telepon genggam, menyerupai aplikasi Al-Qur’an, kitab-kitab turast dan bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Tujuannya yaitu biar para mahasiswa bisa menghabiskan waktu luang dengan sesuatu yang bermanfaat, menyerupai halnya ketika sedang dalam perjalanan jauh, mahasiswa akan lebih gampang membaca Al-Qur’an lantaran tersedia pribadi di telepon genggamnya. Jadi, mereka tidak lagi menghabiskan waktu pada hal yang sia-sia. 

Kelima, sebaiknya para mahasiswa yang hebat dan bijak dalam memakai teknologi membuat komunitas. Karena dengan komunitas mereka akan lebih kuat dalam menghadapi aneka macam tantangan dan lebih gampang dalam menebar kebaikan. Mereka juga bisa mempengaruhi orang-orang yang menyalah gunakan telematika dan mengajari teman-teman yang tidak tahu cara memakai teknologi. Jika satu komunitas bisa mempengaruhi sepuluh orang, kemudian sepuluh orang tersebut membuat komunitas lagi dan mempengaruhi sepuluh orang yang lain. Maka tidak menutup kemungkinan, kalau dalam waktu singkat akan banyak lahirnya mahasiswa yang berbakat dalam telematika serta bijak dalam menggunakannya.

Baca juga: Kertas Buram Teknologi dan Modernisasi

Inilah beberapa perjuangan dalam membuat mahasiswa yang hebat teknologi, sehingga mereka menjadi lebih produktif, inofatif dan kreatif dalam membangun Indonesia. Semoga Indonesia bisa bangun dengan intelektualitas mahasiswanya.[]

*Penulis yaitu alumnus pondok pesantren Ummul Ayman Samalanga, berasal dari kota Beureunuen, Aceh Pidie. Penulis sedang mengikuti jadwal studi Bahasa Arab di Markaz Lughah Syeikh Zaid, Hay Sadis, Kairo.
banner
Previous Post
Next Post