Thursday 31 October 2019

Tabayyun Akhi

Sumber : Google Image

Oleh: Sulthanul Arifin

Media sosial ialah makanan sehari-hari insan modern. Tidak sanggup dipungkiri betapa pentingnya sudah media sosial. Dulu insan hidup jauh dari pada media sosial, jikalau ingin memberi kabar kepada kerabat jauh membutuhkan waktu yang sangat lama. Butuh berhari-hari surat hingga ke tujuan bahkan ada yang berbulan-bulan. Sekarang tinggal menekan tombol ‘send’ pesan pribadi tersampaikan. 


Dulu insan harus menunggu sehari penuh semoga gosip yang terjadi di kawasan berbeda tersampaikan padanya. Sekarang? Hanya menunggu beberapa detik sesudah bencana gosip pun hingga dengan cepat kepada seluruh manusia.


Apa yang dilakukan kerabat kita di kawasan yang jauh kita sanggup mengetahuinya dengan melihat sesuatu yang disebut ‘status’. Bahkan aktifitas harian orang yang tidak kenal saja sanggup diketahui. Dunia semakin berubah, teknologi semakin canggih dan kepribadian insan semakin usang semakin berubah. Yang dulunya sering mengaji kini lebih sering chatting-an. Dulunya berkunjung ke kampung halaman sebulan sekali kini sanggup mengunjungi kampung halaman sehari sekali bahkan lebih dengan video call


Bukan berarti dengan berkembangnya teknologi kejahatan pun berkurang. Justru sebaliknya, kejahatan semakin meningkat. Berbagai kejahatan terjadi di dalam dunia baru, dunia media sosial. Dunia dimana orang sanggup bebas berimajinasi. Dunia dimana insan sanggup mencurahkan seluruh keluh kesah yang dirasakan. Terlepas dari itu semua kejahatan tetap ada. Baik kejahahatan secara fisik maupun kejahatan intelektual.


Kejahatan secara fisik yang terjadi memang tidak langsung. Contoh yang paling sering ditemukan ialah pencurian uang lewat media sosial. Dulu ketika seorang pencuri ingin mencuri uang seseorang maka yang paling sering dilakukan ialah menunggu di depan bank. Ketika korban keluar dari gedung bank si pencuri tinggal menguntit korban hingga korban tersebut jauh dari pandangan satpam penjaga bank.


Ketika kesempatan kecil ada pencuri tersebut tinggal mengambil tas atau dompet korban. Berlari dari keramaian dan bersembunyi. Kalau keberuntungannya besar maka ia lolos dari tangkapan orang sekitar dan menjadi buronan kepolisian. Bisa jadi keberuntungan tidak berpihak padanya maka ia pun jadi bulan-bulanan massa. Itu sebuah resiko yang tinggi.


Tapi, dengan adanya media umum kejahatan menyerupai itu menjadi makin mudah. Hanya butuh sedikit provokasi, korban sanggup jadi pribadi terpancing. Seorang pelaku kriminal tinggal menelpon korban dengan mengatakan, ‘selamat anda memenangkan undian dengan pengisi pulsa terbanyak. Hadiah dengan total satu juta akan dikirim ke rekening anda. Silahkan ikuti langkah-langkah berikut’ simpel dan tidak ribet. Tidak makan banyak waktu. Apabila korban tidak terperangkap maka tinggal mencari korban yang lain.


Bahkan angka kejahatan ketika ini lebih besar daripada angka kejahatan sebelum masuk dunia media sosial. Dulu tidak banyak terjadi kejahatan intelektual yang sanggup merusak pikiran. Sekarang tidak terhitung sudah berapa generasi yang intelektualnya rusak. Berawal dari media umum dan berakhir ke media rehabilitasi. 


Generasi muda sangat gampang terasuki hantu media sosial. Mulai dari berkenalan di dunia maya hingga berakhir di kepolisian. Padahal nyatanya belum pernah melihat satu sama lain. Hanya berbekal foto yang diposting di akun media sosialnya. Dengan citra wajah yang berbeda jauh dari yang sebenarnya, menciptakan sepasang insan saling tertarik. Padahal belum tentu itu nyata. Semua dibutakan oleh dunia maya.


Tidak kalah dengan perdagangan. Kejahatan yang terjadi di dalam perdangangan berkembang pesat. Dulu toko yang dipunya tidak pernah didatangi pembeli, kini hanya mengirim gambar barang yang ingin di jual. Padahal gambar yang dilihat itu belum tentu begitu adanya. 


Sudah banyak kejahatan yang muncul. Hingga dalam gosip yang tertera dalam media umum pun belum tentu benar. Ada istilah dalam gosip yang kebenarannya tidak diakui, biasa disebut gosip hoax. Walaupun gosip itu tidak benar tapi tetap saja banyak orang menyebarkan.


Setelah semakin banyak gosip hoax yang tersebar dan bosannya pembaca mendapatkan gosip yang tidak jelas, muncullah istilah gres yaitu Tabayyun Akhi. Istilah ini untuk menyerang orang-orang yang mengembangkan gosip sebelum memastikan kebenaran gosip yang diterima. Seharusnya istilah ini berpasangan dengan lawannya. Istilah ini menyerupai arahan yang sangat keras bagi kaum adam. Padahal bukan hanya pria yang menyebar gosip tidak jelas, walaupun memang kebanyakannya laki-laki.


Berita tidak terang ini sangat berbahaya untuk disebar. Kita memang belum merasakannya ketika menyebar berita. Bahaya paling kecil yang timbul ialah gosip yang telah disebar kemudian disebarkan lagi oleh orang yang menerima. Kemudian disebar lagi oleh orang lain. Terus menerus hingga tiada habisnya. Sehingga gosip ini menempel dengan keras di dalam pikiran insan dan dianggap benar. 

Hati-hati dengan Hoax (Sumber: Google Image)

Bahaya lain ialah fitnah yang besar terjadi dalam berita. Beritanya saja sudah tidak terang apalagi kebenarannya. Dulu orang menyampaikan ‘fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan’ sehingga orang apabila ingin mengembangkan gosip yang tidak benar harus berpikir puluhan kali. Beda jauh dengan sekarang, fitnah yang tersebar itu hal yang sangat biasa. Bahkan orang tidak terlalu peduli dengan fitnah, toh mereka lalai dengan dunia barunya. 


Tabayyun akhi tidak akan berakhir sebelum orang-orang sadar dengan apa yang telah dilakukannya. Tak banyak orang sadar akan hal demikian. Hanya beberapa orang yang telah terbebas dari dunia maya ini. Mereka yang telah bebas, telah melalui masa-masa genting dalam menghapi dunia yang tidak terang arahnya.


Bagaikan pesawat yang tidak pernah mendarat. Terus terbang melalui angkasa luas, hanya sanggup menatap rerumahan dan pepohanan yang ukurannya sekecil semut. Seakan-akan pada ketika itu insan ialah raksasa penguasa dunia sehingga ia tidak peduli apa yang terjadi di bawah sana.


Lihatlah berapa orang di dunia ini telah terkena jawaban dari penyebaran gosip tidak jelas. Cukup sudah mereka yang menjadi korban. Jangan korbankan lagi diri kalian untuk mencicipi hal yang sama menyerupai yang mereka rasakan. Yang mereka rasakan itu berat, kalian tidak akan sanggup, biarkan mereka saja yang rasakan.


Apakah mereka-mereka korban gosip hoax tidak cukup untuk mendetakkan hati kita semoga kita selalu ber-tabayyun ketika mendapatkan berita? Kalau memang tidak cukup maka kita harus tabayyun hati kita. Apa salah hati kita sehingga tidak sanggup mendapatkan pola yang telah konkret di depan mata. Tidak banyak orang yang sadar, oleh sebab itu kita harus masuk dalam persekutuan orang-orang sadar dan telah keluar dari dunia yang tidak pernah punya ujungnya ini. Tabayyun Akhi.
banner
Previous Post
Next Post