Thursday 21 November 2019

Metode Berdakwah Kepada Non-Muslim (1)

Nya untuk beribadah kepada Allah semata dengan meniti jalan yang lurus Metode Berdakwah Kepada Non-Muslim (1)


Dakwah ialah Jalan para Rasul, para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan para Imam Kaum Muslimin

Allah Ta’ala telah mengutus para rasul ‘alaihimush shalatu was salamu sebagai da’i yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada Allah semata dengan meniti jalan yang lurus.

Para rasul ‘alaihimush shalatu was salamu telah menjelaskan agama yang Allah turunkan dengan sempurna, mereka telah menegakkan hujjah, memberi peringatan, membawa kabar besar hati serta menghilangkan syubhat sehingga tidak ada alasan untuk menyatakan tidak mengetahui agama Islam dan tidak ada alasan untuk tidak mendapatkan agama Islam. 

Allah Ta’ala berfirman,

… لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَىٰ مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ ۗ وَإِنَّ اللَّهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ

“…agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang positif dan supaya orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang positif (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Anfaal: 42).

Para rasul ‘alaihimush shalatu was salamu telah membebaskan umat mereka dari perbudakan terhadap hawa nafsu dan syahwat sehingga mereka menghamba kepada Allah semata, dan mendorong umat untuk meraih keridhaan Allah. Tidak ada satu kebaikan pun kecuali telah mereka jelaskan dan tidak ada satu keburukan pun kecuali telah mereka peringatkan. Dan yang paling tepat melakukan tugas Ad-Dakwah ilallah adalah Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa anutan yang paling sempurna.

Lalu tongkat estafet dakwah diteruskan oleh para sobat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, para imam kaum muslimin, ulama mereka dan da’i-da’i ilallah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut dia mengajak kepada Allah di atas ilmu yang shahih.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, saya dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu (yang benar), Maha Suci Allah, dan saya tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (QS. Yusuf: 108).

Agama Allah tidaklah tersebar, dan kebaikan sebuah masyarakat pun tidaklah terwujud kecuali dengan Ad-Dakwah ilallah.

Sebaliknya, sebuah umat tidaklah binasa, sebuah umat tidaklah diazab, dan keburukan tidaklah tersebar di tengah-tengah umat kecuali alasannya ialah akhir meninggalkan dakwah ataupun tidak menawarkan perhatian yang semestinya kepada dakawah tersebut.

Kebutuhan insan terhadap dakwah melebihi kebutuhan insan terhadap makan dan minum. Seseorang yang terkena tragedi alam kelaparan sehingga tidak mendapatkan makanan dan minuman, maka akhir terparahnya ialah mati, namun jikalau orang yang mati kelaparan tersebut ialah orang yang bertakwa, maka selesai hidup itupun menghantarkannya kepada surga. Akan tetapi, apabila seseorang berpaling dari seruan Ad-Dakwah ilallah dan menolaknya, maka ancamannya bukan hanya kematian, namun juga adzab neraka yang menyala-nyala.

Skala Prioritas dalam Berdakwah Ilallah

Perlu diingat, bahwa anutan agama Islam itu keutamaannya beranekaragam dan bertingkat-tingkat, ada yang termulia dan paling mendasar, ada pula yang tidak demikian, namun iman yang niscaya ialah semua anutan Islam itu mulia dan penting. Oleh alasannya ialah itu di dalam mendakwahkan Islam pun perlu diperhatikan skala prioritas. 

Dahulukan masalah yang terpenting dan termulia sebelum masalah yang penting dan mulia. Dahulukan perkara yang mendasar sebelum perkara yang terbangun di atas dasar tersebut.

Dalam mendakwahkan anutan Islam, dikala seorang da’i menghadapi dua pilihan dan keadaan yang menuntut harus dipilih salah satunya, maka dahulukan masalah yang wajib sebelum masalah yang sunnah, alasannya ialah perintah Allah itu ada yang wajib dan ada pula yang sunnah untuk dikerjakan. Demikian pula, dahulukan melarang dari masalah yang haram, sebelum melarang dari masalah yang makruh, alasannya ialah larangan Allah itu ada yang haram dilakukan dan ada pula yang makruh dilakukan.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post