Tuesday 17 December 2019

Rihlah Luxor (Semalam Bersama Grand Syaikh Al-Azhar)


Oleh: Hendri Julian*
Apa yang anda bayangkan kalau kata-kata Luxor disebutkan? Karnak Temple? Valley of The King? Atau Hatsepsut Temple?. Jika anda bukan seorang penuntut ilmu melainkan seorang pelancong, maka niscaya beberapa daerah wisata tersebut yang akan terngiang di pikiran anda. Namun, kalau anda seorang penuntut ilmu maka ada hal yang lebih menarik untuk dibayangkan selain itu semua.

Minggu lalu, kami beberapa Mahasiswa Aceh ikut serta dalam Rihlah Tarbawiyyah yang diselenggarakan oleh Ikatan Qari Indonesia di Mesir. Agenda utamanya yaitu berjumpa dengan Grand Syaikh Al-Azhar Ahmad Tayyib dan Ulama sufi di Luxor Syeikh Muhammad al-Jailaniyah.

Walaupun agendanya molor dengan bus yang kami tumpangi telat tiba dan mogok di tengah jalan, namun rihlah ini terasa begitu menggembirakan. Bagaimana tidak?. Itu semua terjadi sesudah para mahasiswa menerima kesempatan untuk berkeluh kesah dengan Grand Syaikh di kediaman dia di Luxor secara face to face.

Kegiatan rihlah Tarbawiyyah ini dipimpin eksklusif oleh mantan Presiden PPMI Mesir saudara Amrizal Batubara. Tidak hanya mahasiswa Indonesia, namun mahasiswa dari Malaysia serta Thailand juga ikut serta dalam perjalanan kali ini.

Hari pertama sesudah melawan dinginnya suhu udara dan mogoknya bus, para rombongan hingga di Mesjid Abdul Hajjaj dan kemudian bermalam di Sahah Jailaniyah. Sahah Jailaniyah merupakan daerah berkumpulnya para penganut tariqat sufi dari garis keturunan Syeikh Abdul Qadir Jailani melalui sayyina Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan hingga ke-Rasulullah.

Keesokan siangnya, kami berangkat menuju kediaman Grand Syaikh. Sebelum bertatap muka dengan beliau, para tamu disugukan banyak sekali macam makanan, mulai dari daging rebus, nasi lemak, hingga dengan mulukhiyyah (Sayur-sayuran yang digiling).

Grand Syeikh pun tiba dengan pakaian khas Sa’idi bersama abang dia Syeikh Muhammad Thayyib yang juga merupakan keluarga ahlul bait Ulama besar sufi di Luxor. Para mahasiswa pun dengan ligat saling berantrian untuk mencium tangan beliau.

Sesaat sesudah mendengar Qasidah yang didendangkan para Qari Mahasiswa Indonesia, Grand Syeikh pun mulai memperlihatkan waktu khusus untuk mendengar keluh kesah dari para tamu. Beliau mendengarkan dengan seksama duduk kasus yang dihadapi mahasiswa ajaib di Mesir. Ada yang meminta Visa izin tinggal, ada yang meminta diberikan beasiswa, ada yang meminta untuk diberikan izin tinggal di asrama bu’ust dan ada yang meminta diberikan surat rekomendasi untuk masuk ke-Universitas Al-Azhar.

Layaknya seorang Ayah kepada anaknya, Grand Syeikh menyetujui semua keluh kesah Mahasiswa. Setelah sesi tersebut, Grand Syeikh Ahmad Thayyib memperlihatkan kesempatan kepada tamu untuk berfoto dengan beliau, baik itu individu ataupun berkelompok.

Memang sudah begitu lembutnya perlakuan Grand Syeikh. Hari itu bukan hanya tamu indonesia saja yang datang. Namun saban hari, banyak tamu-tamu dari banyak sekali penjuru mesir tiba kepada beliau. Ada yang meminta diberikan biaya untuk pernikahan, ada yang tiba alasannya yaitu ingin diselesaikan konflik antar suku dan bahkan ada yang tiba hanya untuk meilhat wajah dia dan kemudian pulang kekampung halaman. Kegiatan yang dia lakukan dengan sang abang Syeikh Muhammad Thayyib merupakan warisan keluarga yang telah dilakukan oleh sang kakek.

Setelah semuanya selesai, kami pun kembali ke Sahah Jailaniyah. Keesokannya sebelum kembali ke Kairo, para rombongan mahasiswa menyempatkan diri untuk refreshing ke Karnak dan Hatsepshut Temple. Lelahnya perjalanan selama 12 jam dari Luxor ke Kairo seakan tidak terasa. Para Mahasiswa pun hingga dengan selamat tanpa ada kekurangan apapun. 

*Penulis yaitu mahasiswa Pascasarjana Universitas Dual Arab.

banner
Previous Post
Next Post