Monday, 9 December 2019

Tsalatsatul Ushul (12) : Cara Penggunaan Dalil-Dalil Umum

 terdapat dua metode pendalilan yang mengatakan kewajiban beribadah kepada Allah  Tsalatsatul Ushul (12) : Cara Penggunaan Dalil-Dalil Umum1. 
Sedangkan untuk mengetahui apakah suatu masalah itu dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala adalah jikalau dalam dalil terdapat:
  • Pujian Allah Ta’ala terhadap pelaku suatu perbuatan.
  • Kabar ihwal kecintaan atau keridhaan Allah terhadap suatu perbuatan atau pelakunya.
  • Perintah Allah terhadap suatu perbuatan.
  • Kabar ihwal pahala bagi pelaku suatu perbuatan.
  • Larangan mempersembahkan suatu perbuatan kepada selain Allah Ta’ala
  • Wajibnya mempersembahkan suatu perbuatan kepada Allah Ta’ala.
Sehingga jikalau masalah tersebut telah terbukti sebagai masalah yang dicintai dan diridhai oleh Allah, maka berarti masalah tersebut yaitu ibadah, alasannya yaitu terpenuhi definisi ibadah.
  • Jika suatu perbuatan atau ucapan tersebut telah terbukti sebagai sebuah ibadah, maka terapkan dalil-dalil umum yang mengatakan kepada kewajiban mempersembahkan ibadah apapun juga kepada Allah saja (Tauhid) dan dilarang mempersembahkannya kepada selain Allah (tidak boleh syirik).
  • Kemudian, jikalau sudah diketahui dari langkah kedua bahwa suatu perbuatan atau ucapan tersebut telah terbukti sebagai sebuah ibadah, yang berarti dilarang dipersembahkan kepada selain Allah dan harus dipersembahkan kepada Allah, maka terapkan ayat yang mengatakan bahwa orang yang melaksanakan perbuatan atau mengucapkan ucapan tersebut untuk selain Allah itu divonis musyrik kafir, alasannya yaitu berarti ia telah menyembah selain Allah.
  • Catatan:
    Bahwa vonis musyrik kafir dalam konteks ini, bukanlah Takfir Mu’ayyan, namun maksudnya adalah Takfir Muthlak.
    Takfir Mutlak adalah vonis aturan kafir dalam syari’at Islam untuk suatu ucapan atau perbuatan atau keyakinan (ucapan hati atau perbuatannya2) dan untuk pelaku perkara-perkara tersebut, dalam bentuk umum (tanpa sebut nama orang tertentu). Dengan demikian, berarti Takfir Mutlak itu berkaitan dengan klarifikasi aturan Syar’i yang umum (tanpa sebut nama orang tertentu) ihwal vonis kafir.
    Contoh Takfir Mutlak adalah barangsiapa yang meyakini bahwa Allah tidak Esa maka ia kafir atau barangsiapa yang menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia kafir. Ahlus sunnah wal jama’ah pun membedakan antara Takfir Mutlak (Vonis kafir dengan lafaz umum) dan Takfir Mu’ayyan (Vonis kafir terhadap orang tertentu). Perbedaan keduanya sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Majmu’ Al-Fatawa (35/165):
    فقد يكون الفعل أو المقالة كفراً، ويطلق القول بتكفير من قال تلك المقالة، أو فعل ذلك الفعل، ويقال: من قال كذا، فهو كافر، أو من فعل ذلك، فهو كافر. لكن الشخص المعين الذي قال ذلك القول أو فعل ذلك الفعل لا يحكم بكفره حتى تقوم عليه الحجة التي يكفر تاركها. وهذا الأمر مطرد في نصوص الوعيد عند أهل السنة والجماعة، فلا يشهد على معين من أهل القبلة بأنه من أهل النار، لجواز أن لا يلحقه، لفوات شرط أو لثبوت مانع
    “Terkadang suatu perbuatan ataupun ucapan itu yaitu kekafiran dan orang yang mengucapkannya atau orang yang melakukannyapun dikatakan kafir, (seperti) ucapan barangsiapa yang mengucapkan demikian, maka ia kafir atau barangsiapa yang melaksanakan demikian, maka ia kafir. Namun, orang tertentu yang mengucapkan ucapan itu atau melaksanakan perbuatan itu, tidaklah dihukumi kafir sampai tegak hujjah yang menjadikan kekafiran orang yang menelantarkan hujjah tersebut. Ini yaitu masalah yang berlaku dalam dalil-dalil ihwal bahaya berdasarkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka tidaklah dipersaksikan seorangpun dari kaum muslimin (Ahlul Kiblah) bahwa ia termasuk penduduk neraka, alasannya yaitu kemungkinan ia memang tidak sanggup digolongkan kedalamnya, dengan alasan tidak adanya suatu syarat ataupun adanya suatu penghalang pengkafiran”3.
    ___
    1. Al-‘Ubudiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 4 atau silahkan baca : https://muslim.or.id/27050-hidup-tak-sekedar-hidup-2.html  terdapat dua metode pendalilan yang mengatakan kewajiban beribadah kepada Allah  Tsalatsatul Ushul (12) : Cara Penggunaan Dalil-Dalil Umum
    2. Tafsir “keyakinan” berupa “ucapan hati atau perbuatannya” ini, terisyaratkan dari klarifikasi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah saat menjelaskan duduk masalah akidah dalam Majmu’ Fatawa 7/506  terdapat dua metode pendalilan yang mengatakan kewajiban beribadah kepada Allah  Tsalatsatul Ushul (12) : Cara Penggunaan Dalil-Dalil Umum
    3. Sumber: http://www.dorar.net/enc/aqadia/3462  terdapat dua metode pendalilan yang mengatakan kewajiban beribadah kepada Allah  Tsalatsatul Ushul (12) : Cara Penggunaan Dalil-Dalil Umum
    ***
    [serialposts]
    Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
    Sumber : Muslim.or.id
    banner
    Previous Post
    Next Post