Monday, 9 December 2019

Tsalatsatul Ushul (13) : Do’A Ialah Ibadah

Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah1.

Penjelasan Dalil

Hadits yang disebutkan penulis (Syaikh Muhammad At Tammimi) memang dho’if (lemah), namun, sebagai gantinya, ada sebuah hadits shahih yang tidak terdapat dalam matan dan disebutkan oleh para ulama yang telah membahas kitab Tsalatsatul Ushul ini, yaitu
الدعاء هو العبادة
“Do’a ialah sesuatu yang sangat fundamental dalam ibadah”2.
Alasan pendalilan yang menawarkan bahwa do’a itu ialah ibadah, sanggup disimpulkan dari susunan kalimat dalam hadits tersebut. Dhomir fashl terletak di antara mubtada` dan khobar. Keduanya sama-sama ma’rifat (definit).
Jika diterapkan dalam hadits ini, maka detailnya sebagai berikut:
Mubtada`الدعاء
Dhomir Fashlهو
Khobarالعبادة
Syaikh Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan dalam kitabnya Ushulun Fit Tafsir, bahwa dhomir fashl memiliki tiga faedah, yaitu penegasan, pembatasan, dan pembeda.
Oleh alasannya ialah itu, hadits yang agung ini mengandung
  1. Penegasan: yaitu menguatkan makna bahwa do’a ialah sesuatu yang sangat fundamental dan termasuk perkara yang terbesar dalam ibadah.
  2. Pembatasan: Syaikh Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksud pembatasan adalah mengkhususkan sesuatu yang disebutkan sebelum dhomir fashl dengan sesuatu yang disebutkan sesudah dhomir fashl.
Dengan demikian, dalam hadits  الدعاء هو العبادة, ini mengandung pembatasan bahwa seolah-olah hanya do’a lah yang menjadi kandungan dari sebuah ibadah. Ini ialah gaya bahasa Arab untuk mengungkapkan betapa sangat besar kedudukan do’a sebagai sebuah ibadah (majas). Bahkan dalam setiap ibadah itu ada unsur do’a (permohonan dan perendahan diri).
Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan bahwa hadits tersebut menyerupai sabda ia (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam )
الحج عرفة
(Rukun yang terbesar) ibadah haji ialah wuquf di Arafah3.
Maksud dari dua hadits tersebut ialah seolah-olah seluruh ibadah itu ialah do’a dan seolah-olah seluruh ibadah haji itu ialah wuquf di Arafah.
Ungkapan tersebut merupakan gaya bahasa penyangatan (majas) yang sangat berpengaruh sekali untuk menjelaskan kedudukan ibadah dan do’a ditinjau dari sisi keberadaannya sebagai ibadah. Demikian pula, ungkapan tersebut menjelaskan kedudukan haji bahwa wuquf di Arafah ialah rukun fundamental dari ibadah haji4.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari menjelaskan makna hadits (الحج عرفة) ,
أي معظم الحج وركنه الأكبر
“Maksudnya  (wuquf di Arafah adalah) perkara yang paling agung dan rukun yang terbesar dalam ibadah haji”.
Hal ini selaras juga dengan kandungan hadits lainnya, yaitu
الدين النصيحة
(Perkara yang terbesar dalam) Agama Islam ini ialah nasehat5.
Salah satu ulama besar Haiah Kibaril Ulama’, Syaikh Abdul Karim Al-Khudeir hafizhahullahmenjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits tersebut. Sebagian mereka memahami bahwa hadits tersebut mengandung pembatasan yang hakiki (al-hashr al-haqiqi), namun sebagian ulama menyatakan hadits tersebut mengandung pembatasan dengan tinjauan tertentu (al-hashr al-idhofi)6.
Jika hadits tersebut dibawakan kepada al-hashr al-idhofi, maka maksudnya pesan yang tersirat ialah perkara yang terbesar dalam agama Islam iniDisebutkan dalam bentuk pembatasan semoga pesan yang tersirat mendapat perhatian yang besar dari seorang hamba.
Hal inilah yang disampaikan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari,
قوله (الدين النصيحة) يحتمل أن يحمل على المبالغة، أي معظم الدين النصيحة، كما قيل في حديث ” الحج عرفة ” ، ويحتمل أن يحمل على ظاهره.
“Sabda ia الدين النصيحة, mengandung kemungkinan makna penyangatan (majas), sehingga maksudnya ialah perkara yang terbesar dalam Agama Islam ini ialah nasihat, (hal ini) selaras dengan makna hadits الحج عرفة. Akan tetapi, mungkin juga mengandung arti sesuai dengan makna tekstualnya”7.
Ibnul ‘Arabi Al-Maliki rahimahullah menjelaskan, bahwa secara umum dikatakan bahwa do’a termasuk bab (terbesar) dari ibadah, sebagaimana ungkapan majas harta itu ialah onta dan insan itu ialah ulama. Hal ini sanggup dibenarkan dari dua sisi, yaitu:
  1. Setiap ibadah itu mengandung permohonan (do’a), alasannya ialah (dalam setiap ketaatan terdapat) permohonan/mengaharap pahala.
  2. Mayoritas yang terjadi, di dalam ibadah itu pastilah mengandung perendahan diri diiringi dengan permohonan8.

Kesimpulan Dalil

Meski hadits yang disebutkan dalam matan adalah
الدعاء مخ العبادة
Do’a itu ialah sari ibadah” adalah hadits yang dho’if (lemah), namun sebagai gantinya, para pensyarah matan Tsalatsatul Ushul telah menyebutkan sebuah hadits yang shahih, yaitu
الدعاء هو العبادة
“Do’a ialah sesuatu yang sangat fundamental dalam ibadah” dan hadits yang shohih ini menawarkan bahwa do’a itu ialah ibadah.
___
  1. Hadits dho’if, didho’ifkan oleh Al-Albani Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  2. HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan selainnya, dishahihkan Al-Albani Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  3. HR. At-Tirmidzi dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  4. Lihat: http://www.alalbany.net/play.php?catsmktba=21672 Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  5. HR. Muslim dari hadits Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  6. Lihat: http://shkhudheir.com/lecture/1673122921 Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  7. Lihat: library.Islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=107&idto=110&bk_no=52&ID=44 Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
  8. Taisiril Wushul, hal. 47, Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Disebutkan dalam hadits perihal dalil do Tsalatsatul Ushul (13) : Do’a Adalah Ibadah
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post