![]() |
Google Image |
Oleh: Husni Nazir, Lc.
Buruk sangka dan rapuhnya tali silaturrahmi memiliki kekerabatan lantaran dan musabab. Berburuk sangka merupakan lantaran utama rusaknya sebuah tali persaudaraan. Rasulullah Saw. Sangat melarang umatnya dari berburuk sangka, sampai tak terjadi perpecahan.
Persatuan merupakan sebuah masalah yang sangat penting dalam agama Islam. Karena dunia ini tidak lebih dari medan perang antara kebenaran dan kebatilan, antara syaithan dan anutan yang lurus. Agar umat ini menjadi kuat, diperlukan sebuah persatuan. Jika para ahlul haq tidak mau berdiri pada satu pihak untuk mengalahkan kebatilan. Maka tidak mungkin kebenaran bisa ditegakkan.
Dari sini dapatlah kita pahami, betapa perlunya memperbaiki kekerabatan antara sesama. Ajaibnya, hari ini musuh telah berhasil menyusup dalam barisan umat Islam untuk memisahkan mereka satu sama lainnya.
Ini terjadi lantaran kita lalai memperhatikan apa yang diwantikan oleh Rasulullah Saw. untuk selalu menjaga tali persaudaraan antar umat Islam.
Untuk membangun persatuan dan mengokohkan persaudaraan antar umat Islam, seseorang harus memulainya dari hal yang paling kecil, yaitu hubungannya dengan orang-orang yang ada dalam rumah tangganya. Kerusakan sebuah rumah tangga, ialah cikal bakal dari kerusakan sebuah tatanan masyarakat.
Sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, anak, dan sanak saudara. Agama Islam menganjurkan umatnya untuk saling berkasih sayang dan saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga.
Dahulu kala, talak merupakan hal yang sangat jarang terdengar. Tapi dikala ini, hampir setiap hari terjadi masalah talak. Dua hari gres menikah besoknya eksklusif berpisah. Semuanya berasal dari duduk masalah keluarga yang tidak bisa diselesaikan dengan cara yang benar.
Dengan banyaknya masalah perceraian bertambah pula persentase belum dewasa terlantar, yang kemudian bermetamorfosis menjadi anak jalanan. Semakin banyak anak jalanan semakin banyak pula kejahatan yang terjadi.
Perceraian sering disebabkan lantaran terjadinya perbedaan antara suami dan istri. Perbedaan tersebut kemudian berubah menjadi pertikaian, kemudian berujung pada perceraian. Beginilah, keluarga yang tidak dibangun atas adab yang baik sangat sulit mencari sebuah keharmonisan. Setiap duduk masalah kecil bisa saja menjadi besar, lantaran masing-masing tak bisa memahami dan tidak mau menyerah dengan lainnya.
Sebuah keluarga harusnya diisi dengan saling memahami. Bagi suami jangan sekali-kali menyakiti istri. Seberapa banyak kita membuat orang lain sedih, sebanyak itu pula kesedihan itu akan kembali ke diri sendiri, meskipun kadang tiba dari arah yang berbeda.
Oleh lantaran itu, hal yang paling perlu diperhatikan sebelum melangkah ke dingklik perkawinan ialah bagaimana memperbaiki adab pribadi, baik pria maupun perempuan. Pembentukan ini harus dibuat sedini mungkin. Karena adab tidak bisa dibangun sehabis menikah. Butuh waktu usang untuk membentuknya. Diperlukan praktek terus menerus sehingga ia menjadi terbiasa bagi jiwa.
Seorang ibu yang terbiasa berbicara keras di depan anak-anaknya, maka anaknya pun kelak akan menjadi jiwa yang keras dan lantang juga pastinya. Seorang ayah yang sering berbuat kasar, anaknya pun akan ikut menjadi keras, akhir dari didikan yang dilihat di depan matanya setiap hari. Tak heran kalau tetangga selalu tiba mengadu lantaran anaknya dipukul oleh anak kita. Karena kita telah mengajarkan kekerasan dengan sangat baik kepada belum dewasa kita.
Jika ingin membangun sebuah negara, mulailah dari komponen yang paling kecil, yaitu keluarga. Sebuah keluarga tidak akan tenteram kalau bukan dengan akhlak. Sebaik-baik kau ialah yang paling agung akhlaknya.
Dengan adab yang mulia, rezekipun akan tiba dengan mudah. Siapa yang tidak suka dengan orang yang jujur? Siapa pula yang tidak ingin membangun kolaborasi dengan orang yang amanah dan bisa dipercaya? Bukankah ini yang namanya jalan rezeki?
Apabila adab terpuji bisa dipraktikkan oleh setiap keluarga muslim hari ini, maka dengan sendirinya akan tercipta sebuah tatanan masyarakat dan bangsa yang berpengaruh pula. Dan sebaliknya, jikalau keharmonisan tidak bisa diciptakan dalam rumah tangga, jangan berharap bisa membuat keharmonisan di antara masyarakat yang lebih banyak. Mustahil orang yang gagal memimpin rumah tangganya kemudian berhasil memimpin sebuah masyarakat yang lebih majemuk.
Akhlak yang baik sangatlah mudah. Karena ia hanyalah wajah yang anggun dan perkataan yang lembut. Tidak lebih dari itu. Lihatlah bagaimana adab Rasulullah dalam membangun kekerabatan dengan istri-istrinya.
Pernah suatu ketika Rasulullah menghadiahkan cincin kepada istri-istrinya. Ketika memerinya Rasulullah berpesan, biar jangan diberitahukan kepada yang lain. Begitu jugalah yang Rasulullah katakan kepada istrinya yang lain.
Sehingga ketika ditanya oleh istri-istrinya, Ya Rasulullah! Siapakah di antara kami yang paling engkau cintai? Rasulullah menjawab, orang yang pernah saya beri cincin kepadanya. Semua istri Rasulullah tersenyum, setiap mereka menerka bahwa dirinyalah yang paling dicintai oleh Rasulullah. Allahumma shalli wa salim wa barik ‘ala saidina Muhammad wa ‘ala azwajihi wa ashhabihi ajma’in.
Dalam menjaga sebuah hubungan, hal yang paling diperlukan ialah berbaik sangka. Istri harus berbaik sangka dengan suaminya, suami harus berbaik sangka dengan istri, rakyat harus berbaik sangka dengan pemimpin dan pemimpin pun harus berbaik sangka dengan rakyat.
Perpecahan umat Islam ke dalam kelompok-kelompok berasal dari gagalnya mengaplikasikan makna husnuzhan kepada sesama. Setiap kelompok selalu menuduh kelompok lain dengan brutal, kecurigaan antar kelompok seolah sudah menjadi rukun wajib yang harus dilaksanakan.
Buruk sangka tidak bijak kalau ditujukan kepada orang lain. Tetapi jelek sangka seharusnya ditujukan kepada diri kita sendiri. Ketika sebuah duduk masalah terjadi, kita tidak eksklusif menuduh ia terjadi lantaran orang lain. Tapi seharusnya kita berpikir barangkali kitalah yang menjadi penyebabnya.
Berbaik sangka sama sekali tidak berarti lemah dan kalah. Kita hanya mencoba mengambil jalan yang lebih aslam, menyelamatkan masalah yang lebih besar yaitu sebuah kekerabatan persaudaraan. Cukuplah Allah sebagai pembela kita, “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman, sungguh Allah tidak menyukai setiap orang yang berkhianat dan kufur nikmat” (Q.S. Al-Hajj: 38 ).
Butuh kesabaran dan ketenangan jiwa dalam menghadapi sebuah permasalahan. Jangan sekali-kali mengambil keputusan ketika dalam keadaan murka dan tidak stabil. Saat-saat menyerupai itu syaithan sangat gampang menunggangi insan untuk melaksanakan hal-hal yang merugikan diri kita sendiri.
Keburukan tidak dibalas dengan keburukan. Ingatlah apa yang Rasulullah Saw. lakukan pada hari Fath Al-Makkah. Pada hari itu bisa saja Rasulullah membalas terhadap perlakuan kafir Quraisy kepadanya dan para sahabatnya di awal-awal Islam dulu. Namun Rasulullah justru memaafkan dan membiarkan mereka. Izhab, wa antum thulaqâ' (Pergilah, kalian semuanya bebas).
Semoga Allah memperlihatkan kepada kita adab yang mulia, dan mempertemukan kita dengan orang-orang yang berakhlak mulia pula. Amin ya rabbal ‘Alamin.*
*(Disari dan dikembangkan dari Khutbah Jum’at Syekh Yusri Said Jabr, di masjid Asyraf, Jumat 27\2)