Tuesday 21 January 2020

Orientalis-Orientalis Penjemput Hidayah


Oleh: Fitra Ramadhani

Dalam upaya melancarkan terwujudnya tujuan misionarisme dan hegemoni barat atas bangsa-bangsa timur, ada langkah-langkah yang harus ditempuh barat. Diantara langkah yang dimaksud yakni mereka terlebih dahulu harus mengetahui seluk beluk timur baik dari segi geografis, budaya dan kepercayaan yang dianut masyarakat timur. Oleh karenanya mereka mengutus orang-orang untuk mempelajari bangsa-bangsa timur dari segala lini kehidupan mereka, khususnya Islam. Studi ketimuran inilah yang kemudian dikenal sebagai orientalisme. Orang-orang barat yang bergelut dengan penelitian ini disebut sebagai orientalis.
Kaprikornus definisi orientalisme secara istilah yakni studi-studi yang digencarkan barat terhadap bangsa-bangsa timur dari segi rakyatnya, sejarah, bahasa, keadaan sosial, negara, tanah dan kebuadayaan serta segala sesuatu yang berkenaan dengan timur. (DR. Abdul Qadir Sayyid Abdurrauf.)
Adapun tujuan utama mereka yakni mempelajari Islam dan para pemeluknya guna memperlancar tercapainya tujuan-tujuan misionarisme. Di sisi lain orientalisme juga dipakai sebagai alat untuk membantu penjajahan barat terhadap negara-negara muslim serta sebagai persiapan untuk memerangi dan menghancurkan Islam.

Perang Salib merupakan salah satu lantaran yang menciptakan orang-orang barat bernafsu mempelajari bangsa timur, khususnya Islam. Sebagian mereka ada yang telah lebih dahulu diselimuti fanatisme barat sehingga membutakan nalar ilmiah dalam penelitian mereka, bahkan tak jarang ada yang memutarbalikkan fakta atas dasar kebencian.

Sebagian lainnya yakni mereka yang benar-benar meneliti atas dasar ilmu pengetahuan. Orang-orang menyerupai ini lebih objektif dalam mengadili Islam, bahkan tak jarang di antara mereka yang Allah ta’ala bukakan pintu hatinya untuk memeluk Islam. Berikut di antara para orientalis yang berhasil menjemput mutiara hidayah yang mereka temukan ketika menyelami dalamnya samudra Alquran.
1.       
      1. Lord Headley (1855-1935)


Lord Headley atau Rahmatullah Faruq merupakan negarawan dan penulis terkemuka Inggris. Ia merupakan lulusan Arsitektur Universitas  Cambrigde. Setelah lulus, ia lebih banyak aktif menjalani dinas kemiliteran. Karier militernya selesai, Lord Headley mulai menulis. Buku yang paling populer ia terbitkan salah satunya yakni Jurnal Salisbury. Jurnal ini berisi dongeng perihal kebangkitan Barat terhadap Islam.

Lord Headley telah hidup dalam fase yang panjang dalam lingkungan kristen. Selama masa-masa itu pula dia selalu merasa bahwa  agama Islam merupakan agama yang baik, gampang dan bebas dari keyakinan-keyakinan romawi dan protestan. Kunjungannya ke negara-negara Islam dan penelitiannya terhadap Quran telah menciptakan Headley yakin akan agama Islam.

DR. Abdul Halim Mahmud, seorang sufi modern dan juga Syekh Al-Azhar, dalam bukunya Urubba wal Islam menceritakan pengukuhan Headley bahwa dia telah berpikir dan berdoa selama 40 tahun untuk menemukan balasan dari pertanyaan yang berputar dalam benaknya. Headley juga mengakui bahwa kunjungannya ke negara-negara Islam semakin menambah rasa hormatnya kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. yang telah mengajarkan umatnya untuk menyembah Allah ta’ala sepanjang hidup, tidak hanya di hari ahad saja.

Headley juga berbicara mengenai fatwa Islam dengan rasa takjub. Beliau mengungkapkan, “Dalam Islam hanya ada satu Tuhan, yang disembah dan diikuti. Tuhan yang lebih tinggi dari segala sesuatu. Tidak ada selain-Nya sekutu. Sangat gila rasanya insan yang dianugerahkan kebijaksanaan pikiran yang luas tunduk pada kepercayaan pendeta yang menutup pintu ampunan Tuhan serta menyampaikan bahwa kunci pengampunan Tuhan hanya ada pada mereka. Sedangkan dalam Islam, kunci tersebut ada pada setiap makhluk, bahkan yang paling hina tanpa perlu dukungan para pendeta. Kunci tersebut bagaikan udara yang sanggup dirasakan secara gratis bagi semua makhluk Allah ta’ala. Adapun mereka yang mengajarkan sebaliknya kepada umat insan tidak lain hanya lantaran ingin mengejar keuntungan.”

2. Rene Guenon (1886-1951)


Rene Guenon atau yang dikenal sesudah keislamannya dengan nama Syekh Abdul Wahid Yahya merupakan pemikir, filosof dan juga seorang sufi. Namanya populer seantero Eropa dan Amerika. Orang-orang yang bergelut dalam dunia filsafat dan perbandingan agama tentu tidak akan melewatkan pemikiran sosok yang satu ini.

Guenon lahir 15 november 1886 di kota Blois, Perancis, dari orang renta yang beragama Katolik. Guenon yakni sosok yang pendiam, akan tetapi dia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan unggul diantara teman-temannya. Tahun 1904 Guenon berhasil mendapat gelar sarjana muda. Kemudian dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Paris.

Rene Guenon merupakan sosok yang cinta akan pengetahuan, khususnya pengetahuan sufi. Ketika Guenon mengarahkan kepalanya ke langit, meliau melihat dengan tatapan ingin membuka tirai yang menutupinya untuk mencapai kebenaran. Oleh karenanya, tak heran DR. Abdul Halim Mahmud rahimahullah melihat ada kemiripan pada Rene Geunon dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah. Sementara itu orang-orang Kirsten melihat Rene Geunon sejajar dengan sosok Plotinos, pendiri gerakan Neo-Platonisme.

Setelah dua tahun di Paris, Rene Guenon meninggalkan pendidikan resminya di universitas dan mulai berkenalan dengan banyak sekali perguruan tinggi kerohanian dengan banyak sekali warna yang tersebar di Kota Paris ketika itu. Di sana terdapat ajaran Mason, fatwa kerohanian yang brasal India, Tibet, Cina dan segala macam gerakan kerohanian termasuk perguruan tinggi untuk menyembuhkan sihir, andal nujum dan pemanggil roh.

Beliau jelajahi dan dalami fatwa mereka sampai mengetahui sisi negatif dan nyata dari pendidikan kerohanian tersebut. Tak hanya itu, Guenon juga mendapat pengukuhan dari semua gerakan itu. Namun kemudian, semakin dia mendalami semua gerakan tersebut, semakin dia menjauh memisahkan diri dari kubangan kesesatan mereka.

Rene Guenon masuk Islam pada tahun 1912 sesudah melalui kisah dan diskusi panjang dengan Syekh Abdurrahman Alaiys, seorang Ulama Al-Azhar, Syekh Thariqat Al-Syadziliyah dan juga Faqih Madzhab Maliki dari Mesir. Sebab keislamannya sangat sederhana. Tatkala Guenon meneliti semua kitab suci dari banyak sekali agama, hanya Quran yang ayat-ayatnya tidak sanggup dipatahkan.

Setelah keislamannya, buku-buku Rene Guenon dihentikan beredar oleh gereja lantaran dianggap berbahaya. Pelarangan tersebut tidak mempengaruhi kedudukan beliau. Banyak filosof-filosof yang telah mengenal betul sosok Rene Guenon masuk Islam.  

3. Etienne Dinet (1861-1929)


Beliau seorang berkewarganegaraan Perancis. Beliau tumbuh dari keluarga nasrani. Namun dia merasa gelisah ketika berpikir dan merenungi fatwa masehi, gereja serta kemaksuman Paus.

Etienne Dinet juga ragu akan kebenaran Nabi Isa As. sebagai anak Allah ta’ala, di satu waktu dia sebagai ilahi dan juga manusia. Kemudian juga mengenai penyaliban Nabi Isa As. sebagai pembersih dosa seluruh anak insan semakin menciptakan Dinet bingung. Bagaimana mungkin semua dosa insan ditanggung oleh satu orang?

Semua pertanyaan tersebut terus berputar dalam pikiran Etienne Dinet sehingga dia melihat bahwa solusi dari permasalahan tersebut ada dalam kitab suci injil. Setelah penelitian panjang, Etienne Dinet berkesimpulan bahwa injil yang diwahyukan kepada Nabi Isa As. diturunkan dengan bahasa kaumnya, akan tetapi injil tersebut telah hilang tanpa jejak.

Akhir dari gejolak pemikiran Etienne Dinet ketika ia melaksanakan perjalanan ke Aljazair dan menetap disana bersama umat Islam.  Dinet melihat aqidah Islam tidak melarang umatnya untuk berpikir. Ketika itu pula dia menemukan balasan dari persoalan-persoalan yang ada di benaknya. Hingga pada kesudahannya Entienne Dinet masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Nashiruddin yang bearti sang penolong agama.  Sesuai namanya, Syekh Nashiruddin mewaqafkan dirinya untuk membela agama Islam dari serangan-serangan misionaris dan orientalis.

Demikian sekelumit kisah perjalanan anak insan yang lahir dari rahim barat namun di selesai perjalanan Allah ta’ala bukakan pintu bagi mereka untuk merasakan manisnya iman. Mereka bukannlah insan terbelakang yang gampang digoyahkan dengan iming-iming materi saja, akan tetapi mereka yakni putra-putra terbaik barat yang keilmuannya diakui seluruh dunia.

Sangat ironis rasanya ketika melihat sebagian muslim yang gres bersentuhan dengan pemikiran barat, terpengaruhi dengan jargon kemajuan dan kebebasan yang mereka usung serta dengan lantang mendeklarasikan diri sebagai musuh Islam. Padahal orang-orang barat sendiri mulai mengakui kebenaran Islam. Lord Headley pernah memberikan bahwa dia yakin ada ribuan orang Eropa yang bekerjsama hati mereka Islam, akan tetapi lantaran takut dimusuhi dan diasinggkan serta beban yang harus ditanggung akhir sebuah perubahan menciptakan mereka lebih menentukan menyembunyikan keislaman mereka.

Semoga kita menjadi hamba-Nya yang bersyukur dikarenakan telah lahir dan besar sebagai seorang muslim dengan meningkatkan pengetahuan kita akan kebesaran agama Islam serta mengamalkan segala fatwa yang ada didalamnya.

Referensi:
1. DR. Abdul Qadir Sayyid Abdurrauf, Dirasat fii Al-Tabsyir wal Istisyraq.
2. DR. Abdul Halim Mahmud, Urubba wal Islam, Dar Al-Ma’arif, Kairo, cet IV, 1993.
3. DR. Abdul Halim Mahmud, Qadhiayatu Al-Tasauf Al-Madrasah Al-Syadziliyah, Dar Al-Ma’arif, Kairo, cet. III, 1999.



Nb: Tulisan ini telah terbit di el Asyi edisi 119




banner
Previous Post
Next Post