Seorang lelaki yang tangannya buntung hingga bahunya, berseru dengan keras di pinggir pantai, “Wahai, siapa yang melihat (keadaan) saya ini, janganlah kalian berlaku dzalim kepada siapapun juga!!”
Dia mengulang-ulang ucapannya itu kepada orang-orang di sekitarnya. Mungkin hanya sebuah nasehat sederhana, tetapi lantaran berseru lantang dan berulang-ulang, hal itu menarik perhatian dari seorang lelaki Bani Israil yang melihatnya, dan berkata, “Hai hamba Allah, apakah yang terjadi denganmu?”
Lelaki buntung itu lalu bercerita, bahwa dahulunya ia yaitu seorang petugas polisi, yang dengan kedudukannya itu terkadang ia bersikap egois dan ‘sok kuasa’. Suatu ketika ia berada di pinggir pantai itu, dan melihat seorang nelayan (pemancing) yang memperoleh seekor ikan yang cukup besar. Ia sangat tertarik dengan ikan tangkapannya itu, dan berkata “Serahkan ikan tangkapanmu itu kepadaku!!”
“Jangan, ikan ini satu-satunya masakan untuk keluargaku“ Kata nelayan itu.
Ia benar-benar tertarik dengan ikan itu, karenanya ia berkata, “Kalau begitu, biarkanlah saya membelinya!!”
Tetapi sang nelayan tetap saja menolaknya. Ia menjadi murka dan memukul sang nelayan dengan pecutnya dan mengambil ikan tersebut dengan paksa dan membawanya pergi. Ketika hingga di rumahnya, ikan itu tiba-tiba menyerupai hidup dan menggigit ibu jarinya. Tampaknya hanya menyerupai gigitan biasa, tetapi susah sekali dilepaskan. Setelah dengan susah payah berusaha, gigitan itu dapat dilepaskan, tetapi ibu jarinya telah nanah membesar, dan rasa sakit yang tidak terperikan.
Sang polisi tiba ke seorang dokter untuk mengobati luka kecil akhir gigitan ikan di ibu jarinya itu. Sang dokter mengusut luka tersebut dan ia tampak keheranan dengan luka sederhana itu, dan ia berkata, “Ibu jarimu harus diamputasi (dipotong), jikalau tidak akan dapat membahayakan jiwamu!!”
Karena rasa sakit yang tak tertahankan dan dokter telah menciptakan keputusan menyerupai itu, ia merelakan ibu jarinya diamputasi. Seketika itu ia merasa baikan dan rasa sakitnya hilang. Tetapi satu dua hari lalu rasa sakit menyerupai sebelumnya menjalari telapak tangannya, dan ia pergi ke dokter untuk memeriksakannya. Setelah mengusut tangannya itu, lagi-lagi sang dokter keheranan dan kesannya memutuskan, “Telapak tanganmu harus diamputasi (dipotong), jikalau tidak akan dapat membahayakan jiwamu!!”
Tidak ada pilihan lain kecuali menurutinya, dan telapak tangannya diamputasi. Hanya sembuh satu dua hari, rasa sakit menjalar ke lengannya di bawah siku. Dan ketika dibawa ke dokter, sang dokter tetapkan untuk mengamputasi hingga batas sikunya untuk menyelamatkan jiwanya. Dua tiga hari lalu rasa sakit itu menjalar lagi, dan dokter tetapkan untuk mengamputasi hingga batas bahunya.
Ada seseorang yang memperhatikan keadaannya semenjak awal ia tiba ke dokter, dan ia menanyakan lantaran penyakitnya itu. Sang polisi berkata, “Sebenarnya ini bermula dari luka kecil gigitan ikan….!!”
Kemudian ia menceritakan secara lengkap peristiwanya yang dialaminya. Tampaknya orang yang bertanya tersebut sangat bijaksana dan memahami ‘rahasia’ kekuasaan Allah, maka ia berkata kepada sang polisi, “Jika saja semenjak awal engkau tiba kepada nelayan (pemancing ikan) itu untuk meminta maaf dan meminta halalnya, engkau tidak akan kehilangan tanganmu. Maka sebaiknya engkau kini mencari dan menemui nelayan tersebut untuk meminta maaf dan meminta halalnya, sebelum penyakitmu itu akan menjalar ke seluruh tubuhmu!!”
Sang polisi terbuka mata hatinya dan ia gres menyadari kekeliruannya yang sepertinya sepele saja. Ia segera memenuhi nasehat orang yang tidak dikenalnya itu. Begitu bertemu di tepi pantai yang sama, ia segera berlutut dan mencium kaki nelayan itu, sambil menangis ia berkata, “Wahai tuan, saya meminta maaf kepadamu!!”
Sang nelayan yang tidak mengenali lagi sang polisi itu dengan heran berkata, “Siapakah engkau ini?”
“Aku yaitu polisi yang dulu pernah merampas ikanmu!!”
Kemudian ia menceritakan insiden dan penderitaannya, hingga bertemu seseorang tak dikenal yang menasehatinya untuk meminta maaf kepadanya. Sang polisi menunjukkan keadaan tangannya yang buntung hingga bahunya. Nelayan itu menangis melihat penderitaan orang yang pernah mendzaliminya itu, dan berkata, “Sungguh saya tidak menyangka akan menyerupai ini keadaannya, saya halalkan dan saya maaafkan semua kesalahanmu kepadaku!!”
Polisi itu memeluk sang nelayan sambil menangis bercampur gembira. Setelah suasana emosional itu mereda, sang polisi berkata, “Apakah engkau berdoa kepada Allah sehabis saya merampas ikanmu itu?”
Sang nelayan berkata, “Benar, saya berdoa : Ya Allah, orang itu telah menganiaya (mendzalimi) saya dengan kekuatannya atas kelemahanku. Karena itu balaslah dia, perlihatkanlah kepadaku Kekuasaan/Qudrah-Mu kepada orang itu!!”
Polisi itu ‘mengangkat’ sisa lengannya yang buntung dan berkata, “Inilah dia, Allah telah menunjukkan kepadamu Qudrah-Nya atas diriku. Dan kini saya bertaubat kepada Allah dari semua yang telah saya lakukan dahulu!!”
Setelah menceritakan semuanya itu, sang mantan polisi itu berkata kepada orang Bani Israil yang menghampirinya, “Sesekali saya tiba ke sini untuk mengenang insiden tersebut, sekaligus menasehati orang-orang biar tidak mengalami hal yang sama menyerupai aku. Tetapi sungguh saya bersyukur Allah memperingatkan saya di dunia, dan mengambil kaffarat dosa-dosaku dengan sebelah tanganku ketika ini. Jika tidak, mungkin saya hanya akan menjadi materi bakar api neraka di darul abadi kelak!!”