Oleh; Khairul 'wen' Asri
Bulan April tinggal menghitung hari, sedangkan pesta politik telah dimulai jauh-jauh hari. Hari yang ditunggu-tunggu wakil rakyat segera tiba, kata-kata dan kesepakatan manis sudah disusun sedemikian rupa, pembagian baju, kelender dan publikasi kegiatan-kegiatan sosial marak dilakukan. Tujuannya hanya satu, yaitu mencari dan mengumpulkan bunyi sebanyak-banyaknya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nanti, tentunya dengan harapan masyarakat mencoblos dirinya.
Bagi sebagian masyarakat pedalaman; apatah lagi yang tinggal di perbatasan; jauh dari hiruk pikuk perkotaan, pemilu bulan April bukanlah masalah yang 'wah' lagi bagi mereka, alasannya yaitu dari seluruh bunyi yang telah mereka berikan untuk menyusung wakilnya, terkadang hanya dianggap angin lalu, bunyi itu terus menyusut seketika hingga di sentra daerah.
Masyakat dengan segala keinginan sejahteranya tentu mendambakan pemimpin yang penghidupan yang lebih baik. Sarana prasarana tranportasi yang memadai, dsb; tentunya ini akan sangat membantu perekonomian warga, kawasan dan seterusnya ke pusat. Indonesia sudah sangat usang merdeka, tapi kita masih terus harus bertanya; apakah semua rakyat indonesia mencicipi kemerdekaan itu? Jujur melihat kepada realita bahwasanya rakyat masih merasa terjajah dengan penguasa di negerinya sendiri. Indonesia Raya.
Bagi kita yang tinggal di perkotaan dan mengetahui efek dari pemilu bagi masyarakat, mungkin masih merasa kecewa juga sehabis mendengar atau melihat kinerja sebagian wakil rakyat yang telah kita coblos beberapa tahun lalu, coba kita perhatikan apa yang sudah mereka lakukan untuk untuk rakyat dengan kapabiltas besar sebagai wakil dari rakyat? apakah honor yang begitu besar dan akomodasi yang glamor menciptakan mereka lupa pada rakyat mengorbankan bunyi untuk menentukan mereka.
Jujur bila kita amati, banyak wakil rakyat tidak mengetahui kondisi rakyat yang diwakilinya, terkadang mereka lebih sibuk dengan hal-hal untuk memperkaya diri. Sedangkan rakyatnya kesulitan di segala bidang; ekonomi dan kesehatan misalnya. Di sebagian tempat kita masih saja menemui orang yang mencuri demi sesuap nasi yang menegakkan tulang rusuknya, pasien ditolak rumah sakit lantaran duduk masalah biaya, belum dewasa menyebrangi jembatan yang hanya seutas tali demi sekolahnya. Tapi sayang, dengan kondisi yang sangat memperhatinkan menyerupai ini masih banyak wakil rakyat yang sibuk studi banding keluar negeri.
Kita tidak menafikan ada beberapa wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi jumlah mereka sangat sedikit dan itu tidaklah cukup. Berbanding jauh dengan mereka yang memperjuangkan kepentingan langsung atau kepentingan partai yang dinaungi, bahkan ada yang menghalalkan banyak sekali macam cara untuk mendapat itu semua. Mereka berharap setidaknya masa kepemimpinan mereka sanggup meraup untung dan popularitas sebanyak-banyaknya, setidaknya mereka menggunakan istilah 'balik modal' kampanye . Sedangkan bagi orang-orang yang benar jujur, amanah dan bertangung sangat kesulitan terutama jikalau dihadapkan dengan biaya dan keperluan kampanye, ujungnya sangat kecil peluang untuk menjadi wakil rakyat dan mewujudkan keinginan menyerupai yang dibutuhkan masyarakat.
Bagi orang kaya, menghabiskan biaya hingga 6 milyar atau lebih semasa kampanye itu hal biasa, lantaran mereka yakin akan mendapatkan lebih dari itu dikala mereka sanggup duduk di dingklik wakil rakyat. Pun terlebih bagi orang yang berangasan mendapat jabatan tersebut, dengan dana yang pas-pasan dan tidak yakin kalah mereka berani menjual semua yang mereka miliki menyerupai rumah, tanah dll. Ketika tidak terpilih dan harapan mereka pupus, tidak sedikit dari mereka yang stres bahkan ada juga yang bunuh diri tau hampir bunuh diri.
Lain pula jikalau kita berbicara korupsi di negeri ini. Rasanya kita sudah bosan membaca dan mendengar gosip dimana di setiap harinya kita disuguhi duduk masalah korupsi. Padahal honor halal yang mereka dapatkan sudah sangat besar, tapi keserakahan mereka terhadap harta telah menguasai hati mereka, sehingga tidak pernah merasa cukup dengan yang mereka dapatkan.
Kita ketahui menjadi pemimpin itu bukanlah momen untuk memperkaya diri. Seorang pemimpin tugasnya sangat berat, harus amanah jujur dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diamanahkan kepadanya. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 72 yang artinya:” Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya insan itu amat zalim dan amat bodoh”.
Pada dasarnya politik itu berdasarkan Imam Al-Ghazali yaitu alat untuk memperbaiki keadaan manusia, yaitu dengan cara menuntun mereka kejalan keselamatan dunia dan akhirat, tentu semua itu tidak akan tercapai jikalau di dalam hati calon wakil rakyat dipenuhi oleh keserakahan terhadap harta dan jabatan. Semoga dalam pemilu kali ini kita mendapat sosok pemimpin yang benar-benar yang jujur, amanah dan bertanggung jawab. Kita telah usang menanggung rindu pemimpin-pemimpin menyerupai itu. (Fq)