Thursday, 13 February 2020

Efek Invasi Budaya Korea



Oleh:Husna Hayati

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), invasi berarti penyerbuan ke dalam wilayah negara lain. Ketika salah seorang kru el-Asyi meminta menulis ihwal invasi film Korea, menuju arah pulang ke Mukattam, melewati bangunan pemakaman berwarna merah.Terbayang seolah zaman kembali ke masa lalu, ibarat mesin pemutar film zaman layar tancap memancarkan gambar tentara Tartar bergerak tegap siap menyerang.
Nah, lho…Tapi ternyata tentara yang mau melakukan  invasi dalam tema kita kali ini tidaklah setegap tentara-tentara Tartar, malah  cenderung gemulai.
Menulis sesuatu tentu saja harus mengetahui apa yang akan dituliskan. Maka mulailah saya bergerilya di youtube mencari lagu-lagu dengan kata kunci Boyband dan K-pop. Kenapa dua kata kunci itu? Hasil googling menawarkan kata-kata tersebut.

Mencoba menikmati musiknya, mengamati geraknya dan menganalisa apa yang dirasakan jiwa serta untuk menyelami apa kira-kira yang dirasakan ramaja- sampaumur hingga histeris ketika melihat idolanya tersebut manggung.
Hmm…Musik yang ceria, semangat, dengan video klip yang sangat menarik untuk dunia sampaumur menjadi latar belakangnya.

Benarkah refleksi budaya?

Secara umum, memang  jiwa insan punya kecenderungan dengan musik semangat, terlebih lagi bagi jiwa muda remaja. Awalnya terasa bising, tapi sedikit demi sedikit, mulai terasa ada gelombang yang sama untuk menerima. Semakin usang semakin bersahabat, terlebih ketika melihat gerakan- gerakan yang mengalahkan semangat gerakan senam.

Iseng- iseng saya juga searching dengan kata kunci “Mengapa suka film dan lagu  Korea?”

Wah, begitu banyak ternyata alasannya, tapi yang paling penting adalah, “Pelakunya yummy dipandang , suaranya empuk di telinga, mantap gerakan dance-nya, dan romantis gak ketulungan. Benar-benar membuai jiwa.

Rasa suka akan menciptakan seseorang itu mengikuti dan menjiplak hal yang disukainya. Dan insan dibangkitkan bersama yang dicintainya.

Begitu banyaknya film- film dan lagu- lagu  yang ditelurkan dari negeri ginseng tersebut, tentu saja butuh dana yang tidak sedikit. Sekedar untuk kewaspadaan, jikalau kita mengusut secara mendalam, sponsor- sponsor aliran dana yang tidak sedikit itu, mustahil mareka hanya sekedar main-main tanpa misi.

Selain laba bisnis, dunia musik dan perfilman yaitu dua hal yang ketika ini sulit sekali ditolak remaja, bahkan jikalau berniat menolak sekalipun. Karena tebaran pesonanya dan tarikan dari bulat lingkungan yang terus menerus menarik hati sekaligus memaksa, menciptakan  para sampaumur menerimanya sadar ataupun tidak.

Maka bagi pihak yang menginginkan perjaka muslim terjerembap dalam dunia awam, dunia mimpi yang jauh dari aturan yang Allah gariskan untuk keselamatan hidupnya, ini yaitu prospek yang sangat menjanjikan untuk menghancurkan kepribadian muslim, dengan efek laten yang dahsyat. Maka tentu saja mareka akan mengambil kesempatan ini untuk menyusupkan pemikiran yang mereka inginkan. Perlahan dan terus menerus.

Mind propaganda

Ivan Pavlov, ilmuwan asal Rusia dan peraih hadiah Nobel 1904 untuk psikologi dan ilmu medis, melalui teorinya tentang conditioned reflex atau involuntary reflex action, ia menyatakan, "Perilaku insan sanggup diatur atau dikondisikan sesuai proses pembelajaran yang diperolehnya."

Dalam sejarah modern, yaitu Adolf Hitler (1889-1945) orang pertama kali yang menggunakan mind manipulation atau manipulasi pikiran sebagai senjata. Ibarat komputer, mind atau formasi pikiran insan sanggup dimanipulasi, sanggup di-hack, bahkan sanggup disusupi virus untuk merusak seluruh jaringannya. Dalam autobiografinya (Mein Kampf), Hitler menulis, "Teknik propaganda secanggih apa pun tak akan berhasil bila terdapat hal yang terpenting tidak diperhatikan, yaitu membatasi kata-kata dan memperbanyak pengulangan."

Adegan- adegan dan pernyataan yang sering diulang- ulang dalam siaran televisi, membuat penonton menjadi sangat biasa dengan adegan tersebut. Meskipun ada adegan yang bernilai positif, akan tetapi tidak menutup kemungkinan ihwal adanya masalah negatif yang tidak layak diterima oleh seorang sampaumur muslim.

Di antara hasil dari efek pengulangan- pengulangan adegan dalam film dan lagu-lagu Korea adalah, minimal mereka akan terbiasa melihat aurat, musik laghwu menjadi kebutuhan jiwa dan pacaran dengan gaya abi umipun dirasa amat sangat wajar. Itu belum termasuk bergadang untuk menghabiskan 30 juz lebih disk- disk film yang mungkin menciptakan shalat subuh melayang lam pucok u.

Takdir hidup setiap insan berbeda. Jika ada sampaumur yang sedang mengalami duduk masalah dalam keluarga, dengan landasan keislaman yang belum  kokoh, sanggup jadi akan  menjadikan frustasi alasannya yaitu membandingkan tokoh di film dengan dirinya. Atau mungkin ia akan  menjadikan film dan lagu-lagu tersebut sebagai pelarian dari masalah.

Jadi, menuntaskan masalahnya bukan lagi dengan zikrullah atau shalat dan tilawah, tapi dengan melarikan diri dari masalah, dengan cara menenggelamkan diri dalam hiruk pikuk dunia lain, dunia film dan lagu yang liriknya lebih sering tidak diketahui artinya “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya (Q.S. As Syams: 8).

Dalam jiwa manusia, Allah mengatakan dua potensi. Potensi kebaikan yang mengarahkan jiwa untuk mendekati Allah, dan potensi keburukan yang akan menarik insan untuk mendekati   hal yang disukai musuh Allah (syaitan). Sebagaimana kebutuhan raga akan makanan, begitu juga jiwa. Maka perlu kiranya diperhatikan masakan apa yang kita berikan ke jiwa, apakah masakan yang menguatkan potensi kebaikan dan melemahkan keburukan, ataupun sebaliknya.

Sederhananya, misalkan kita ingin menjadi seorang penghafal Al- Quran, maka jangan biarkan jiwa memakan masakan dari lagu-lagu dan film-film. Karena jiwa akan lapar lagi dan meminta untuk disuapi masakan ibarat yang diperkenalkan awalnya. Itulah salah satu alasan mengapa banyak sampaumur sulit melepaskan diri dari lagu-lagu yang terlanjur disukai.

Inilah hasil invasi yang sanggup eksklusif disaksikan kini disekitar kita. Bahkan mungkin orang-orang yang paling dekat dengan kita. Atau jangan-jangan kita sendiri. Na'uzubillah min zalik.

Teringat ketika pulang ke Aceh, murid saya bilang begini lebih kurang, “Bukan Cuma pegang tangan, tapi begini, begini….(ini adegan kasatmata atau adegan di film?)

Ini yaitu invasi. lebih mahir dari invasi Tartar yang menjadikan Baghdad berwarna merah dalam genangan darah dan hitam dalam asap ribuan buku yang terbakar. Invasi ini, yaitu invasi yang tidak butuh pasukan berkuda atau kereta baja. Ini invasi dengan alunan nada, ragam kisah, yang akan diterima dengan mulus, tanpa perlawanan. Mendikte otak secara terus menerus, dari awalnya menolak, menjadi membenarkan, hingga kesudahannya menerima, lalu  menjadi habit yang membentuk sebuah pribadi yang jauh dari tuntunan dinul-Islam.

Berhati- hatilah!

Invasi ini berjulukan ghazw al fikri (perang pemikiran). Dia merasuk lembut dalam sanubari, membelit urat-urat  saraf, kemudian menyatu dalam degup jantung, menjadi candu yang dirindui. Lalu kita akan menjadi makhluk terjajah yang merasa mardeka. Jika sudah begitu, jangan tanyakan lagi di mana aturan Allah. Kepada Allah kita mohonkan penjagaan.

*Penulis gres saja menuntaskan pendidikan S2 di Institut Liga Arab, Mesir

Tulisan ini sudah dimuat pada buletin el_Asyi edisi 119
banner
Previous Post
Next Post