Kairo, (27/2). Sosok Dr. Hasan Muhammad di Tiro, tokoh kunci gerakan Aceh Merdeka yang meninggal pada 3 Juni 2010, dan merupakan tokoh usaha masyarakat dalam mempertahankan usaha Aceh menjadi topik menarik untuk dibincangkan. Salah satu karya fenomenal dia buku ‘Aceh di Mata Dunia’ kembali diangkat ke permukaan dalam program ‘Bedah Buku Aceh di Mata Dunia’di Meuligoe Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA). Hal ini tidak lain untuk mengenang jejak dan ajaran briliannya dalam pergolakan politik di Aceh serta melihat bagaimana Aceh melihat diri sendiri sebagai Aceh.
Buku yang diterbitkan oleh Bandar Publishing-Banda Aceh pada 2013 lalu, aslinya ditulis dalam bahasa Aceh dengan judul ‘Aceh Bak Mata Donya’ lahir pada tahun 1986 di New York dengan tujuan bagaimana Aceh sanggup melihat diri sendiri sebagai Aceh? Hal ini disebabkan oleh krisis politik yang terjadi pada masyarakat Aceh masa tersebut.
Teungku Azmi Abu Bakar, editor majalah el-Asyi dan pemerhati budaya Aceh di Kairo menjadi pembedah dalam program tersebut mengungkapkan,“Sosok Teungku Hasan Tiro ialah sosok ideology dan sejarawan yang mempunyai semangat keilmuan yang tinggi juga seorang pakar aturan dalam perpolitikan di Aceh. Karya-karya mendasar dia menjadi salah satu bacaan menarik di pustaka-pustaka New York.”
cover buku Aceh Di Mata Dunia - photo doc. google |
‘Aceh di Mata Dunia’ menjadi salah satu karya besar Dr. Hasan Tiro yang sangat penting. Sebagaimana ditulis Haikal Afifa bahwa Hasan Tiro telah menempatkan nasionalisme ke-Acehan dengan sangat baik. Jika selama ini para sejarawan melihat sejara Aceh dalam sudut pandang Indonesia, maka Hasan Tiro memandang sejarah Aceh; duduk sama rendah, tegak sama tinggi dalam paradigm sejarah Indonesia.
Generasi Aceh tahun 1873 tahu benar bagaimana hidup dengan terhormat, betapa perang benar-benar diformat dalam beling mata Islam fi sabilillah; Hidup mulia atau mati syahid. Hidup bagi generasi Aceh masa kemudian ialah kemuliaan, kita lebih baik mati daripada hidup sebagai budak bangsa lain, tulis Dr. Hasan Tiro. Hal ini tercermin dalam hadih matja; Hadjat on aneuk tadong beukeng, beu meuglong lagee geupula (Hikayat Putro Peukison).
Ada pesan penting dari buku Hasan Tiro ini, yaitu mengajak belum dewasa muda Aceh untuk terus menulis dan banyak membaca. Ini sebetulnya pesan yang tersirat yang terkandung dalam Aceh di Mata Dunia. Dr. Hasan Tiro mengawali buku ini dengan pertanyaan yang sangat dalam, pakriban geutanyoe Aceh ta kalen droe? Pertanyaan untuk para generasi muda Aceh yang hanya sanggup dijawab dengan membaca dan menulis. Sehingga ureung Aceh sanggup gampang membangun kualitas diri.
Mengetahui sejarah Aceh itu sangat penting, menyerupai beling pion sehingga kita tahu berjalan ke depan, namun jangan hingga sejarah Aceh di mata dunia berhasil dibangun dengan sangat baik pada masa lalu. Tugas kita hari ini ialah bagaimana membangun dan menjaga marwah Aceh dalam khazanah Aceh baru.
“Sebagai orang Aceh yang merupakan keturunan para pejuang, sudah seharusnya kita menjaga marwah diri dan membangun Aceh ke depan lagee ureung Aceh dan indatu geutanyoe jameun. Merdeka…!” ungkap salah seorang penerima pada final program tersebut.(ZS)