Monday 9 March 2020

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat (1-2)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

 الم {1}

Alif lam mim

Para ulama tafsir berselisih pendapat sehubungan dengan huruf-huruf yang mengawali banyak surat Al-Qur'an. Di antara mereka ada yang menyampaikan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah Swt. saja, maka untuk mengetahui maknanya mereka mengembalikannya kepada Allah Swt. dan tidak berani menafsirkannya.

Demikianlah berdasarkan riwayat Al-Qurtubi di dalam kitab Tafsir-nya melalui Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dan Ibnu Mas'ud, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Amir Asy-Sya'bi, Sufyan As-Sauri, dan Ar-Rabi' ibnu Khaisam, dan dipilih oleh Abu Hatim dan Ibnu Hibban.

Di antara mereka ada yang menafsirkan, dan mereka berselisih pendapat mengenai maknanya. Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, sesungguhnya huruf-huruf tersebut merupakan nama-nama surat yang bersangkutan. Abul Qasim Mahmud ibnu Umar Az-Zamakhsyari di dalam kitab Tafsir-nya —yang kemudian diikuti oleh kebanyakan ulama— menyampaikan hal yang sama.

Telah dinukil dari Imam Sibawaih bahwa ia menyampaikan hal yang serupa dan ia memperkuat pendapatnya itu dengan hadis yang disebut di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah r.a.:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ الم السَّجْدَةِ وهَلْ أَتى عَلَى الْإِنْسانِ

Rasulullah Saw. membaca surat Alif lam mim sajdah dan Hal ata 'alal insani dalam salat Subuh hari Jumat.

Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang menyampaikan bahwa Alif lam mim, Ha mim, Alif lam mim sad, dan Shad merupakan pembuka-pembuka surat yang diberlakukan oleh-Nya dalam Al-Qur'an. Hal yang sama dikatakan pula oleh selainnya, dari Mujahid.

Mujahid —menurut riwayat Abu Huzaifah Musa ibnu Mas'ud, dari Syibl, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sendiri— menyampaikan bahwa Alif lam mim merupakan salah satu asma Al-Qur'an. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Zaid ibnu Aslam. Barangkali pendapat ini merujuk kepada pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dalam hal makna, yaitu bahwa nama tersebut merupakan salah satu nama surat yang bersangkutan; lantaran sesungguhnya setiap surat dinamakan "Al-Qur'an". Tetapi tidak masuk nalar bila Alif lam mim sad —misalnya— dianggap sebagai nama Al-Qur'an seluruhnya, lantaran sesungguhnya pengertian yang hingga terlebih dahulu ke dalam pemahaman seseorang yang mendengar orang lain mengatakan, "Aku telah membaca Alif lam mim sad," ialah bahwa orang tersebut telah membaca surat Al-A'raf, bukan Al-Qur'an seluruhnya.

Menurut suatu pendapat, huruf-huruf tersebut merupakan salah satu nama Allah Swt. Asy-Sya'bi mengatakan, fawatihus suwar yaitu asma-asma Allah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Salim ibnu Abdullah dan Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddiyyul Kabir. Syu'bah menyampaikan dari As-Saddi. telah hingga kepadanya suatu informasi bahwa Ibnu Abbas mengatakan, "Alif lam mim merupakan salah satu asma Allah Yang Teragung." Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Syu'bah.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Syu'bah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada As-Saddi mengenai Hamim ta sin dan Alif lam mim. Ia menjawab bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Hal itu merupakan salah satu asma Allah yang Teragung." Ibnu Jarir mengatakan. telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ismail As-Saddi, dari Murrah Al-Hamadani yang menyampaikan bahwa Abdullah pernah menyampaikan hal yang serupa. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ali dan Ibnu Abbas.

Ali ibnu Abu Talhah menyampaikan dari Ibnu Abbas bahwa hal itu merupakan qasam (sumpah) yang digunakan oleh Allah dalam sumpah-Nya lantaran merupakan salah satu dari asma-asma-Nya. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Ibnu Ulayyah, dari Khalid Al-Hazza, dari Ikrimah yang menyampaikan bahwa Alif lam mim merupakan qasam (sumpah). Keduanya meriwayatkan pula melalui hadis Syarik ibnu Abdullah, dari Ata ibnus Sa'ib, dari Abud Duha, dari ibnu Abbas, bahwa makna Alif lam mim ialah Anallahu 'alam (Aku Allah Yang Maha Mengetahui). Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jabir, dan As-Saddi mengatakannya dari Abu Malik.

Abu Saleh meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan Murrah Al-Hamadani meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dan dari sejumlah orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw., bahwa Alif lam mim merupakan huruf-huruf yang digunakan untuk pembukaan; semuanya berasal dari ejaan hijaiyyah asma-asma Allah.

Abu Ja'far Ar-Razi menyampaikan dari Ar-Rabi', dari Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman Allah Swt., "Alif lam mim." Ketiga abjad ini merupakan pecahan dari dua puluh sembilan abjad yang berlaku di kalangan semua bahasa. Tiada suatu abjad pun dari (ketiga)nya melainkan abjad tersebut yaitu abjad pertama dari salah satu asma Allah Swt. Tiada suatu abjad pun darinya melainkan merupakan sebagian dari gejala kebesaran-Nya, dan tiada suatu abjad pun darinya melainkan di dalamnya terkandung masa hidup suatu kaum dan maut mereka. Isa ibnu Maryam a.s. menyampaikan sebagai ungkapan dari keheranannya, "Aku heran, mereka mengucapkan asma-asma-Nya dan hidup dengan rezeki-Nya, tetapi mengapa mereka kafir terhadap-Nya?" Huruf alif merupakan abjad pertama dari asma Allah, abjad lam merupakan kunci asma-Nya Latif {Yang Mahalembut), dan abjad mim merupakan kunci dari asma-Nya Majid (Yang Mahaagung). Huruf alif yaitu gejala kebesaran Allah, abjad lam yaitu sifat Latif Allah, sedangkan abjad mim sifat Majdullah. Huruf alif memberikan masa satu tahun, abjad lam memberikan masa tiga puluh tahun, dan abjad mim memberikan empat puluh tahun.

Ini yaitu lafaz Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, kemudian Ibnu Jarir mengarahkan pendapat-pendapat tersebut dan menyelaraskan di antara sesamanya, balasannya ia hingga pada suatu kesimpulan bahwa tolong-menolong tidak ada kontradiksi di antara satu pendapat dengan yang lainnya. Semua pendapat tersebut sanggup digabungkan dalam suatu kesimpulan, yaitu "huruf-huruf tersebut merupakan nama surat-surat, nama asma-asma-Nya, dan pendahuluan surat-surat". Setiap abjad memberikan suatu asma atau suatu sifat Allah Swt., sebagaimana membuka banyak surat dalam Al-Qur'an dengan memuji, bertasbih, dan mengagungkan nama-Nya. Ibnu Jarir melanjutkan, bahwa tidak menutup kemungkinan bilamana sebagian dari huruf-huruf itu memberikan salah satu dari asma-asma Allah dan salah satu dari sifat-sifat-Nya; juga memberikan suatu masa atau lain sebagainya, sebagaimana yang disebut oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dari Abul Aliyah. Dikatakan demikian lantaran satu kalimat diucapkan untuk memberikan banyak makna, contohnya lafaz al-ummah. Lafaz al-ummah adakalanya bermakna agama, menyerupai yang terdapat di dalam firman-Nya:
إِنَّا وَجَدْنا آباءَنا عَلى أُمَّةٍ

Sesungguhnya kami menjumpai bapak-bapak kami menganut suatu agama. (Az-Zukhruf: 22)

Adakalanya diucapkan untuk memberikan makna "jamaah", menyerupai makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
إِنَّ إِبْراهِيمَ كانَ أُمَّةً قانِتاً لِلَّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrahim yaitu seoraug imam yang sanggup dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah ia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (An-Nahl: 120)
وَلَقَدْ بَعَثْنا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat. (An-Nahl: 36)
Adakalanya untuk memberikan makna "suatu waktu dari suatu masa", menyerupai pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
وَقالَ الَّذِي نَجا مِنْهُما وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ

Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya. (Yusuf: 45)

Makna yang dimaksud ialah "sesudah lewat beberapa waktu", berdasarkan pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat.

Demikianlah kesimpulan pendapat Ibnu jarir secara terarah, tetapi tidak menyerupai apa yang dikemukakan oleh Abul Aliyah, lantaran Abul Aliyah menerka bahwa abjad tersebut memberikan makna anu dan makna ini serta makna itu secara bersamaan. Sedangkan lafaz ummah dan yang sejenis dengannya —termasuk lafaz musytarakah dalam peristilahan— sesungguhnya memberikan kepada suatu makna dalam Al-Qur'an berdasarkan konteks sebelumnya. Jika mengartikannya berdasarkan keseluruhan makna yang dikandungnya kalau diperlukan, maka hal ini merupakan duduk kasus yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama usul, pembahasannya bukan termasuk ke dalam subyek dari kitab ini.

Selain itu memberikan masing-masing makna lafaz ummah dalam konteks kalimat dilakukan berdasarkan idiom. Penunjukan makna suatu abjad kepada suatu isim sanggup pula diartikan memberikan makna isim yang lain dengan meniadakan keutamaan antara yang satu dengan yang lain dalam hal taqdir atau idmar, baik berdasarkan idiom ataupun lainnya. Pengertian menyerupai ini tidak sanggup dimengerti melainkan melalui tauqif {petunjuk dan syara'). Permasalahan abjad ini merupakan duduk kasus yang diperselisihkan dan tiada suatu akad pun hingga sanggup dijadikan sebagai ketentuan hukum.
Mengenai syawahid yang mereka kemukakan untuk memperkuat kebenaran pendapat yang menyampaikan bahwa mengucapkan suatu abjad sanggup diartikan sebagai petunjuk ihwal abjad berikutnya dalam kalimat yang dimaksud, hal ini sanggup dimengerti melalui konteks pembicaraan. Permasalahannya berbeda amat jauh dengan huruf-huruf yang mengawali surat-surat Al-Qur'an. Di antara yang mereka jadikan sebagai syahid ialah perkataan seorang penyair:
قُلْنَا قِفِي لَنَا فقالت قاف ... لا تَحْسَبِي أنا نَسينا الْإِيجَافَ

Kami katakan, "Berhentilah kau demi kami. Maka ia (seakan-akan) menjawab, "Aku berhenti." Janganlah kau menerka bahwa kami lupa untuk memacu(mu). 

Makna yang dimaksud dari abjad qaf ialah waqaftu (aku berhenti). Demikian pula ucapan penyair lainnya, yaitu:

مَا لِلظَّلِيمِ عَالَ كَيْفَ لَا يَا ... ينقَدُّ عَنْهُ جِلْدُهُ إِذَا يَا

Tiada kemenangan atas orang yang teraniaya, mengapa ia tidak berbuat; apabila ia berbuat, pasti tubuhnya akan didera.

Ibnu Jarir mengatakan, seolah-olah penyair bermaksud mengatakan, "Iza yafalu kaza wa kaia" (Bila ia melaksanakan anu dan anu). Maka dalam hal ini ia cukup hanya dengan menyebutkan ya dari lafaz yafalu. Penyair lainnya mengatakan:

بِالْخَيْرِ خَيْرَاتٌ وَإِنْ شَرًّا فَا ... وَلَا أُرِيدُ الشَّرَّ إِلَّا أَنْ تَا

Perbuatan baik akan menghasilkan kebaikan; dan kalau jahat, maka balasannya jahat pula; dan kejahatan itu tidakakan terjadi kecuali kalau kau menghendakinya.

Penyair mengatakan, "Dan kalau jahat, maka balasannya jahat pula. Kejahatan itu tidaklah dikehendaki kecuali kalau kau menghendakinya." Kedua lafaz tersebut cukup dimengerti hanya dengan menyebutkan abjad fa dan ta dari kedua kalimat tersebut. Hanya saja pengertian ini sanggup diterka melalui konteks kalimat.

Al-Qurtubi menyampaikan sehubungan dengan hadis yang mengatakan:

«مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ»

 “Barang siapa yang ikut membantu membunuh seorang muslim dengan sepotong kalimat, hingga simpulan hadis.

Menurut   Sufyan,   makna   yang   dimaksud   ialah   "bila   seseorang mengatakan uq dengan maksud uqtul (bunuhlah dia)".

Khasif menyampaikan dari Mujahid bahwa sesungguhnya semua fa-watihus suwar itu —seperti qaf sad, ha mim, ta sin mim, Alif lam ra, dan lain-lainnya— merupakan abjad hijai'. Sebagian andal bahasa Arab menyampaikan bahwa fawatihus suwar itu merupakan huruf-huruf mu'ja ejaan yang dengan menyebutkan sebagian darinya yang ada dalam permulaan surat sudah dianggap cukup untuk memberikan huruf-huruf lainnya yang merupakan kelengkapan dari seluruhnya yang berjumlah dua puluh delapan huruf. Perihalnya sama dengan ucapan seseorang, "Anakku menulis a-b-c-d," makna yang dimaksud ialah semua abjad ejaan yang dua puluh delapan. Sudah dianggap cukup untuk memberikan yang lainnya hanya dengan menyebutkan sebagiannya, demikian yang dikemukakan Ibnu Jarir.

Menurut pendapat kami semua abjad yang disebut di dalam permulaan surat-surat Al-Qur'an dengan membuang abjad yang ber-ulang-ulang semuanya berjumlah empat belas, yaitu alif, lam. mim. sad, ra, kaf, ha, ya, 'ain, ta, sin, ha, qaf, dan nun. Kesemuanya sanggup dihimpun dalam ucapan, "Nassun hakimun qati'un lahu simin" (Ini yaitu nas yang pasti dari Tuhan Yang Mahabijaksana, mengandung rahasia). Semuanya itu separo dari bilangan abjad ejaan yang ada, dengan pengertian bahwa yang tersebut di dalamnya berkedudukan lebih besar daripada yang tidak disebut. Penjelasan mengenai duduk kasus ini termasuk ke dalam disiplin ilmu tasrif Az-Zamakhsyari menyampaikan bahwa semua abjad yang empat belas ini mengandung banyak sekali jenis huruf, di antaranya ada yang mahmus, majhur, rakhwah, syadidah, mutabbaqah, mafhihah, musta'liyah, munkhafidah, ada pula abjad qalqalah. Selanjutnya Az-Zamakhsyari pertanda secara rinci, kemudian ia mengatakan, "Mahasuci Allah yang kebijaksanaan-Nya Mahateliti dalam segala sesuatu."

Semua jenis yang terhitung jumlahnya ini menjadi banyak dengan menyebutkan sebagian darinya. sebagaimana yang diketahui bahwa hal yang paling pokok dan paling besar bagi sesuatu menduduki status keseluruhannya. Berdasarkan pengertian ini sebagian ulama meringkasnya dalam suatu kalimat, tidak diragukan lagi semua abjad (yang ada dalam fawatihus suwar) ini tidak sekali-kali diturunkan oleh Allah Swt. secara cuma-cuma/tiada gunanya. Mengenai orang yang beropini bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat hal yang bersifat ta'abbud semata tanpa ada makna sama sekali, sesungguhnya ia sangat keliru.

Berdasarkan kesimpulan dari semua itu, sanggup dikatakan bahwa huruf-huruf tersebut memang memiliki maknanya sendiri. Jika ada informasi dari orang yang terpelihara dari dosa (yakni Nabi Saw.), maka kita mengikuti apa yang dikatakannya; kalau tidak ada, kita hanya mengembalikannya kepada Allah Swt. dan mengucapkan:
{آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا}

Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (Ali Imran: 7)

Tiada akad ulama sehubungan dengan duduk kasus fawatihus suwar ini atas sesuatu yang tertentu, melainkan mereka masih berselisih pendapat. Untuk itu, barang siapa yang menganggap berpengaruh suatu pendapat dari kalangan mereka dengan mengetahui dalilnya, ia boleh mengikutinya; tetapi kalau tidak. hendaklah ia bersikap diarn hingga terperinci baginya.

Semua yang telah dikemukakan merupakan suatu pembahasan, dan pembahasan lain mengenai nasihat yang terkandung di dalam penyebutan huruf-huruf disebutkan pada permulaan surat. Hikmah apakah yang terkandung di dalamnya tanpa memandang segi makna yang terkandung di dalamnya?

Sebagian ulama menyampaikan bahwa huruf-huruf tersebut disebut sebagai pengenal permulaan surat-surat Demikian pendapat Ibnu jarir. tetapi pendapat ini lemah lantaran keputusannya sanggup dilakukan tanpa huruf-huruf tersebut bagi surat yang tidak mengandungnya; juga bagi surat yang di dalamnya disebut basmalah. baik secara bacaan maupun tulisan.

Menurut ulama lain, huruf-huruf tersebut diletakkan pada permulaan surat untuk membuka telinga kaum musyrik bila mereka saling berpesan di antara sesamanya biar berpaling dari Al-Qur'an. Apabila telinga mereka sudah siap menerimanya. barulah dibacakan kepada mereka apa yang tersusun sesudahnya. Demikian berdasarkan riwayat Ibnu Jarir pula, tetapi pendapat ini pun dinilai lemah; alasannya yaitu kalau memang demikian maksudnya, pasti huruf-huruf tersebut pasti ada pada permulaan setiap surat Al-Qur'an, bukan pada sebagiannya saja, bahkan kebanyakan dari surat Al-Qur'an tidaklah demikian. Seandainya memang demikian, sudah selayaknya hal itu disebut pada tiap permulaan pembicaraan bersama mereka (kaum musyrik), tanpa memandang apakah pada pembukaan surat atau pada selainnya.

Selain itu sesungguhnya surat Al-Baqarah ini bersama surat yang mengiringinya —yakni surat Ali Imran— yaitu Madaniyah; keduanya mengandung khitab (perintah) bukan ditujukan kepada kaum musyrik. Dengan adanya alasan ini, batallah pendapat yang mereka sebut itu.

Ulama lain berpendapat, sesungguhnya huruf-huruf tersebut dikemukakan pada permulaan surat yang mengandungnya hanyalah untuk pertanda mukjizat Al-Qur'an. Dengan kata lain, semua makhluk tidak akan bisa menentangnya dengan menciptakan hal yang semisal dengannya, sekalipun Al-Qur'an terdiri atas huruf-huruf ejaan itu yang biasa mereka gunakan dalam pembicaraan. Pendapat ini diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya, dari Mubarrad dan sejumlah ulama andal tahqiq.

Al-Qurtubi meriwayatkan pula hal yang semisal dari Al-Farra dan Qutrub, kemudian ditetapkan oleh Az-Zamakhsyari di dalam Tafsir Kasysyaf-nya dan ia mendukungnya dengan santunan sepenuhnya. Hal yang sama diikuti pula oleh Abul Abbas ibnu Taimiyyah dan guru kami —Abul Hajjaj Al-Mazi— yang telah menceritakannya kepadaku, dari Ibnu Taimiyyah.

Az-Zamakhsyari mengatakan. sesungguhnya huruf-huruf tersebut tidak disebutkan pada permulaan Al-Qur'an secara keseluruhan, dan sesungguhnya huruf-huruf tersebut diulang-ulang (dalam banyak sekali surat) tiada lain hanya untuk memberikan makna tantangan dan cemoohan yang lebih keras. Perihalnya sama saja dengan pengulangan banyak kisahnya dan secara terperinci pula tantangan ini dikemukakan oleh Al-Qur'an di banyak sekali tempatnya. Az-Zamakhsyari menyampaikan bahwa di antaranya ada yang disebut dengan satu huruf, contohnya sad, nun, dan qaf. ada yang terdiri atas dua huruf. contohnya ha mim: tiga abjad menyerupai Alif lam mim; dan empat huruf, menyerupai Alif lam mim ra dan Alif lam m'im sad; serta lima huruf, menyerupai kaf ha ya 'ain sad dan ha mim 'ain sin, qaf lantaran bentuk kalimat yang mereka gunakan menyerupai itu, di antaranya ada yang terdiri atas satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf, dan lima huruf, tiada yang lebih dari lima huruf.

Menurut kami, mengingat hal tersebut setiap surat yang dimulai dengan huruf-huruf itu pasti di dalamnya disebutkan keunggulan dari Al-Qur'an dan keterangan mengenai mukjizatnya serta keagungannya. Hal ini sanggup diketahui melalui penelitian, dan memang hal ini terjadi pada dua puluh sembilan surat.
Allah Swt. berfirman:
الم. {1} ذلِكَ الْكِتابُ لَا رَيْبَ فِيهِ {2}

Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya. (Al-Baqarah: 1-2)
الم. اللَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِما بَيْنَ يَدَيْهِ

Alif lam mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Hidup abadi lagi senantiasa berdiri sendiri.

Dan menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. (Ali Imran: 1-3)
المص. كِتابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ

Alif lam mim sad. Ini yaitu sebuah kitab yang diturunkan kepadamu maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya (Al-Araf: 1-2)
الر كِتابٌ أَنْزَلْناهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُماتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ

Alif lam ra, (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kau mengeluarkan insan dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang. (Ibrahim: 1)
الم. تَنْزِيلُ الْكِتابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعالَمِينَ

Alif lam mim.  Turunnya Al-Qur'an yang tidak ada keraguan padanya (adalah) dari Tuhan semesta alam. (As-Sajdah: 1-2)
حم. تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Ha m'im. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Fusilat: 1-2)
حم. عسق. كَذلِكَ يُوحِي إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Ha mim 'ain sin qaf. Demikianlah Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana mewahyukan kepada kau dan kepada orang-orang yang sebelum kamu. (Asy-Syura: 1-3)
Masih banyak ayat lainnya yang memberikan kebenaran pendapat yang dikatakan oleh mereka bagi orang yang berpikir secara mendalam dalam menekuninya.

Ada orang yang menerka bahwa huruf-huruf tersebut memberikan pengetahuan ihwal al-madad (masa); juga dikatakan bahwa dari huruf-huruf itu sanggup disimpulkan akan terjadi banyak sekali macam peristiwa, macam-macam fitnah, dan banyak sekali peperangan. Orang yang beropini demikian sama saja mendakwakan hal-hal yang bukan pada tempatnya, menempuh jalan yang bukan tujuannya. Memang ada sebuah hadis daif yang mengisahkannya, tetapi sekalipun begitu kebatilan cara demikian jauh lebih berpengaruh daripada berpegang kepada kesahihan hadis yang dimaksud. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar. penulis kitab Al-Magazi.

Ia menyampaikan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Jabir ibnu Abdullah ibnu Rabbab yang menceritakan bahwa dikala Abu Yasir ibnu Akhtab sedang berjalan bersama sejumlah orang Yahudi, ia bersua dengan Rasulullah Saw. yang sedang membaca permulaan surat Al-Baqarah. yaitu: Alif lam mim.  Kitab  (Al-Qur'an)  ini  tidak ada keraguan di dalamnya. (Al-Baqarah: 1-2) Kemudian Abu Yasir ibnu  Akhtab menjumpai  saudara lelakinya —yaitu Hay ibnu Akhtab— bersama sejumlah orang-orang Yahudi tadi. Lalu Abu Yasir berkata, "Tahukah kamu, demi Allah. sesungguhnya saya telah mendengar Muhammad membaca apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadanya, yaitu, 'Alif lam mim. Kitab (Al-Qur-'an) ini tidak ada keraguan di dalamnya' (Al-Baqarah: 1-2)." Hay bertanya, "Apakah engkau telah mendengarnya sendiri?" Abu Yasir menjawab, "Ya." Maka Hay ibnu Akhtab berjalan bersama rombongan orang-orang Yahudi itu mendekati Rasulullah Saw. Mereka bertanya, "Hai Muhammad, apakah benar engkau membaca apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu Alif lam mim, zalikal kitabul" Rasulullah Saw. menjawab, "Memang benar."Mereka bertanya, "Apakah Jibril yang menyampaikannya kepadamu dari sisi Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Sesungguhnya Allah pernah mengutus nabi-nabi sebelum engkau yang belum pernah kami ketahui Allah menjelaskan kepada seorang nabi dari kalangan mereka ihwal masa kerajaannya. dan berapa usang masa umatnya selain engkau sendiri." Hay ibnu Akhtab bangun dan menemui orang-orang yang bersamanya tadi. kemudian ia berkata.”Alif satu, lam tiga puluh, dan mim empat puluh maka jumlah keseluruhannya yaitu tujuh puluh satu tahun. Apakah kalian mau memasuki agama seorang nabi yang masa kerajaannya dan pada masa umatnya hanya tujuh puluh satu tahun?" Kemudian Hay kembali menghadap Rasulullah Saw., kemudian bertanya, "Hai Muhammad, apakah selain itu masih ada lagi?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Hay ibnu Akhtab bertanya, "Apakah lainnya itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Alif lam mim sad." Hay berkata, "Ini lebih berat dan lebih panjang; alif satu, lam tiga puluh, mim empat puluh, dan sad sembilan puluh; jumlah keseluruhannya yaitu seratus enam puluh satu tahun. Hai Muhammad, apakah ada yang lain selain dari ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya," Hay bertanya, "Apakah itu?" Rasul Saw. menjawab, "Alif lam ra." Hay menjawab, "Ini lebih berat dan lebih panjang lagi: alif satu. lam tiga puluh. sedangkan ra dua ratus; jumlah keseluruhannya dua ratus tiga puluh satu. Apakah masih ada yang lainnya, hai Muhammad?" Rasul Saw. menjawab, "Ya." Hay bertanya, "Apakah itu?" Rasul Saw. menjawab, "Alif lam mim ra.”Hay berkata, "Ini jauh lebih berat dan lebih panjang (daripada sebelumnya). Alif satu, lam tiga puluh, mim empat puluh, dan ra dua ratus; jumlah keseluruhannya yaitu dua ratus tujuh puluh satu tahun." Kemudian Hay ibnu Akhtab berkata, "Sesungguhnya perkaramu ini sangat membingungkan kami, hai Muhammad, sehingga kami tidak mengetahui apakah engkau diberi sedikit atau banyak." Kemudian Hay ibnu Akhtab berkata, "Bangkitlah kalian semua darinya!" Selanjutnya Abu Yasir berkata kepada saudaranya —Hay ibnu Akhtab— dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan pendeta-pendeta Yahudi, "Tahukah kalian, barangkali telah dihimpun semuanya itu buat Muhammad, yaitu tujuh puluh satu, seratus tiga puluh satu, dua ratus tiga puluh satu, dua ratus tujuh puluh satu, hingga jumlah total keseluruhannya ialah tujuh ratus tiga puluh empat tahun." Mereka menjawab, "Sesungguhnya kasus ia sangat membingungkan kami." Mereka menerka bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan insiden mereka.
Allah Swt. telah berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتابَ مِنْهُ آياتٌ مُحْكَماتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتابِ وَأُخَرُ مُتَشابِهاتٌ

Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabih. (Ali Imran: 7)

Hadis ini bersumber dari Muhammad ibnus Sa'id Al-Kalbi, sedangkan ia termasuk orang yang hadisnya tidak sanggup dijadikan sebagai hujah bila menyendiri dalam periwayatannya. Kemudian kalau cara ini dinilai benar sebagai misal, pasti masing-masing abjad yang jumlahnya empat belas itu —seperti yang telah kami sebutkan— dihitung semuanya, pada balasannya akan mencapai jumlah yang banyak sekali. Lebih besar lagi jumlahnya bila yang terulang diperhitungkan pula.
banner
Previous Post
Next Post