Friday 11 October 2019

Al-Khansa', Penyair Arab Perempuan Dengan Elegi Terindah Sepanjang Masa

Oleh: Nada Thursina*
(Ilustrasi: yakout.ma)


"الحمدلله الذى شرفني بقتلهم, وأرجوا من ربي أن يجمعني بهم فى مستقر رحمته" 

“Segala puji bagi Allah yang memberikanku kehormatan dengan kesyahidan anakku. Dan saya berharap Tuhanku akan mempertemukanku kembali dengan anakku di nirwana dengan rahmat-Nya.” 

Itulah serpihan doa yang ketika itu dilafazkan Al-Khansa' ketika menerima kabar keempat anaknya; Yazid, Mu’awiyah, ‘Amr, dan ‘Amrah syahid dalam medan pertempuran Qaddisiyah (636 M). Hati mana yang tak meleleh, iri, serta kagum mendengar doa mulia yang dipanjatkan seorang ibu tangguh tersebut. Begitulah sekilas citra sosok Al-Khansa’ yang dikenal sebagai ibu para syuhada itu. Ia mempunyai hati yang sungguh amat luas nan lapang dalam mendapatkan segala suratan takdir yang telah digariskan Allah Swt. atas dirinya. 


Nama aslinya Tamadhar binti ‘Amru bin Haris bin Syarid berasal dari Bani Sulaim dan terhenti nasabnya tersebut pada Madhar, yang lalu oleh bangsa Arab pada zaman itu memberinya sebuah laqab dengan sebutan Al-Khansa’. Ia berasal dari keluarga yang kaya raya dan lahir pada tahun 575 M di sebuah kota di wilayah tengah Arab Saudi berjulukan Najd. Dan wafat pada tahun 645 M di kota kelahirannya tersebut. 

Nama Tamadhar sendiri merupakan nama yang tidak mengecewakan sering dibubuhkan untuk anak perempuan yang lahir dari bangsa Arab pada zaman itu, yang berarti perempuan anggun lagi putih nan higienis kulitnya. Tentu banyak dari kita yang penasaran, mengapa Tamadhar diberi julukan Khansa’ dan lalu lebih masyhur dengan nama tersebut? 

Al-Khansa’ sendiri berarti pesek. Ya, memang benar adanya bahwa Khansa yakni seorang perempuan yang populer pesek hidungnya. Lalu apakah dengan julukan pesek tersebut, Tamadhar bukan seorang perempuan yang cantik? Kita acapkali mengidentikkan pesek dengan kurangnya pesona kecantikan, maupun kegantengan seseorang. Padahal bila kita mengkaji ulang sejarahnya, Al-Khansa’ merupakan selah seorang perempuan yang populer paling anggun di masanya, dan paling baik nalar dan luhur kecerdikan serta akhlaknya. Maka tentu, pesek bukanlah menjadi sebuah tolak ukur utama bagi kita untuk memilih bahwa paras seseorang anggun atau tidak cantik, ganteng maupun tidak ganteng bukan?

Al-Khansa’ dikenal sebagai seorang perempuan yang cerdas, tepat nalar dan jiwanya. Fasih ketika berbicara, bijaksana serta mapan dalam bertutur kata. Dalam catatan sejarah sastra Arab, Al-Khansa’ dianggap sebagai penyair perempuan satu-satunya yang paling berpotensial di bidang sastra baik sebelum masanya maupun sesudahnya. Bahkan hal ini juga sudah menerima akreditasi pribadi dari Rasulullah Saw. ketika Al-Khansa’ bertemu langung dengan Rasul pada tahun 629 M untuk mengikrarkan dirinya pada agama Islam. 

Ia sangat populer dengan gubahan-gubahan syair ritsa’ untuk kedua saudara kandung laki-lakinya Sakhr dan Muawiyah yang pergi untuk meninggalkannya ke alam awet untuk selama-lamanya. Ritsa’ sendiri merupakan syair ratapan yang dipakai bangsa Arab Jahiliyah untuk merefleksikan ratapan dan kesedihan yang mendalam atas kemalangan yang menimpa mereka baik dari segi janjkematian maupun peperangan. 

Dari segi bahasa, istilah ritsa berasal dari kata “Ratsa (رثى)- Yartsi (يرثى )- Ratsyan (رثيا)- Ritsaa’ (رثاء)- Riyatsah (رياثة)- Martsah (مرثاة)- Martsiyah ((مرثية yang dalam Bahasa Indonesia berarti menangisinya setelah kematiannya. Syair beraliran ritsa’ ini telah dikenal usang dalam sejarah literasi bangsa Arab Jahiliah, yang dalam kesusastraan kita Indonesia, lebih dikenal dengan istilah "elegi", yaitu sajak, puisi ataupun lagu yang merefleksikan rasa sedih, rindu, maupun duka. 

Berbicara wacana ritsa’, menyerupai yang telah disebutkan di atas, bahwa sosok Al-Khansa’ yakni seorang penyair perempuan yang hampir seluruh syairnya bergenre ritsa’ (ratapan). Syair-syairnya tersebut ia ciptakan secara khusus untuk mengenang kedua saudaranya, Muawiyah yang merupakan saudara pria kandung, dan Sakhr yang merupakan saudara pria se-Ayah. Namun, diantara keduanya, ia lebih sayang kepada saudaranya Sakhr. Itu tampak terang dari mayoritas syair ritsa’-nya yang ditujukan kepada Sakhr yang populer memang sangat luhur kecerdikan dan akhlaknya, dermawan, serta sangat pemberani. Setelah Sakhr mati terbunuh, dalam Perang Kulab, Al-Khansa’ menghabiskan banyak waktunya di samping pusara saudaranya tersebut. Dari sanalah syair-syair ratapan tersebut alhasil lahir. Dan di antara potongan mukadimah kasidahnya yang paling masyhur adalah: 

يا عين مالك لا تبكيان تسكابا إذا راب دهر وكان الدهر ريابا 

Wahai mata, mengapa Engkau tidak menangis dengan linangan air mata yang deras 
Sedang waktu sekarang menjadi nelangsa, dan sungguh amat nelangsa.

ياعين جودي بدمع منك مسكوب كلؤلؤ جال فى الأسماط مثقوب 

Wahai mata, menangislah dengan air mata yang sangat deras 
Bak permata yang berkilauan pada kalung.

أعينى جودا ولا تجمدا ألا تبكيان لصخرالندى 

Wahai mata, mengalirlah dan janganlah membeku 
Bukankah kau sedang menangisi seorang Sakhr yang amat dermawan 

فأبكى أخاك الأيتام وأرملة وأبكى أخاك إذا جاورت أجنابا 

Tangisilah saudaramu atas nama para yatim dan janda 
Dan tangisilah saudaramu, bila suatu ketika nanti kau bertetangga dengan orang lain. 

Dari serpihan syair di atas, kita sanggup melihat bahwa kata "mata" dan "air mata" merupakan kata yang paling mayoritas dan diulang-ulang oleh penyair. Ini menerangkan bekerjsama kepedihan dan rasa sakit akan kehilangan yang dirasakan oleh Al-Khansa’ sungguh amat mendalam. Begitulah kenyataannya, Kata begitu terbatas sedang insan dengan pemikiran, ide, dan perasaannya luar biasa kompleks. 

Pada bait terakhir, Al-Khansa’ juga mengungkapkan kegelisahannya akan nasib belum dewasa yatim dan para janda sepeninggal Sakhr. Anak-anak menjadi yatim, dan para istri menjadi janda sebab ayah dan suami mereka terbunuh dalam perang. Fenomena menyerupai ini tentunya menjadi sebuah tekanan yang mengganggu psikis para perempuan pada zaman jahiliyah, hingga tak heran syair-syair yang awalnya dimaksudkan untuk meluapkan rasa kesedihan yang tak terperi, malah melahirkan sebuah karya masterpiece yang amat luar biasa.


Karena pada hakikatnya sesuatu yang berasal dari hati, akan hingga juga ke hati. Maka tak berlebihan bila seorang penyair kontemporer Arab, Nabighah Al-Dhubyani pada suatu ketika pernah berucap bahwa Al-khansa yakni seorang penyair terbaik, baik dari golongan jin maupun manusia.[]

*Penulis yakni mahasiswi Al-Azhar Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
banner
Previous Post
Next Post