Oleh: Nurmayana*
Ki Hajar Dewantara. (himaindonesia.com) |
Masih ingatkah Anda dengan semboyan ”Tut Wuri Handayani?” Semboyan yang sudah menempel erat di benak kita semenjak dingklik SD sampai sekarang. Meskipun banyak dari kita yang belum paham benar maksud dari slogan tersebut, namun tak bisa dipungkiri kita niscaya mengenal pencetus slogan ini.
Adalah Ki Hajar Dewantara, sosok pendekar yang telah memperjuangkan sistem pendidikan di tanah nirwana ini dan berani menentang sistem pendidikan Hindia-Belanda di periode kolonial dulu.
Ki Hajar berasal dari keturunan ningrat yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 02 Mei 1889, Dia yangmemiliki nama orisinil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara di usia 40 tahun. Ia menanggalkan gelar kebangsawanannya supaya lebih akrab dengan rakyat tanpa dibatasi oleh kehidupan keraton.
Ki Hajar menamatkan Sekolah Dasar-nya di ELS (Europeesche Lagere School), kemudian melanjutkan pendidikan kedokteran di STOVIA (School tot Opleiding Van Indische Artsen), tetapi alasannya yakni kondisi sakit, ia tidak menamatkannya. Kemudian ia aktif sebagai wartawan di beberapa surat kabar yang dengan tulisan-tulisan tajamnya bisa membangkitkan semangat patriotik bagi rakyat Indonesia waktu itu.
Di usia mudanya, Bapak Pendidikan ini sangat aktif dalam dunia politik, pergerakan kemerdekaan Indonesia, dan menjadi kolumnis di beberapa surat kabar. Selain itu dia juga menjadi pencetus pendidikan untuk kaum pribumi Indonesia semenjak zaman penjajahan Belanda.
Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial. Ia aktif dalam organisasi sosial Boedi Oetomo tahun 1908 untuk menggugah pentingnya persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat Indonesia, dan masih banyak lagi pergerakan-pergerakan yang dia lakukan.
Ki Hajar merupakan tokoh penggiat pendidikan yang selalu menanamkan sekolah sebagai kawasan yang menyenangkan bagi anak-anak. Hal ini pulalah yang mendorongnya untuk mendirikan Taman Siswa. Ia paham sekolah merupakan taman berguru yang menyenangkan supaya bawah umur tidak takut kembali ke sekolah.
Begitu banyak karya-karya Ki Hajar Dewantara yang menjadi landasan dalam dunia pendidikan, di antaranya tiga slogan yang disebut dengan pratap triloka yaitu:”Ing ngarsa sung thulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang artinya “di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang memberi dorongan”.
Makna dari pratap triloka di atas yakni prinsip pendidikan yang progresif. Jadi, seorang guru bukan sekedar sosok yang berdiri di depan dan mentransfer ilmu ke penerima didik, tapi juga harus berdiri di antara penerima didik dan di belakang mereka. Sistem ini mengajarkan kepada seorang pendidik untuk rendah hati, pengertian, mengayomi dan memahami penerima didiknya.
Dari ketiga slogan ini, kalimat ketigalah yang biasanya dipakai dan sering kita dengar, bahkan dijadikan sebagai semboyan oleh kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.
Baca juga: Syekh Muhammad Sayyid Thanthawi
Besarnya jasa Ki Hajar terhadap Indonesia tak dipandang sebelah mata oleh negara. Pasca kemerdekaan 1945, Ki Hajar diangkat oleh presiden Soekarno sebagai Menteri Pengajaran Indonesia (sekarang dikenal dengan menteri pendidikan), Ia juga dianugerahi gelar honoris causa oleh Presiden Soekarno dari Universitas Gajah Mada. Selain itu ia dijuluki sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Pendidikan Nasional, sehingga setiap hari lahirnya pada tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta.
Itulah sepenggal riwayat Ki Hajar Dewantara yang jasanya selalu di ingat dan namanya senantiasa di kenang.[]
*Alumni Universitas Islam Ar-Raniry dan kini sedang menempuh studi strata dua di Universitas Duwal Arabiyah.